Imam
Ahmad meriwayatkan dari Zaid bin Arqam ra, dia bercerita, "Ada seorang
Yahudi pernah bertanya kepada Rasulullah saw, "Wahai Abu Qasim, bukankah
kamu beranggapan penghuni surga itu makan dan minum?" Sebelumnya Yahudi
itu berkata kepada teman-temannya, "Kalau Muhammad mengiyakan pertanyaanku,
maka aku akan mendebatnya."
Zaid
berkata, "Rasulullah saw lalu menjawab, "Benar demi Allah Yang
Menggenggam jiwaku, sesungguhnya tiap orang dari mereka benar-benar diberi
kekuatan seratus orang dalam makan, minum, syahwat dan bersetubuh."
Kata
Zaid, "Yahudi itu lalu berkata, "Sesungguhnya orang yang makan dan
minum mesti membuang hajat." Rasulullah saw bersabda, "Cara membuang
hajat tiap orang dari mereka yaitu dengan mengeluarkan keringat, baunya (harum)
seperti minyak kesturi. Dan tiba-tiba perut mereka menjadi kosong
kembali." (HR. Ahmad dari Zaid bin Arqam ra ).
Dalam
riwayat yang sama, dari Jabir ra, Rasulullah saw bersabda, "Penghuni surga
itu makan dan minum disana. Tanpa berak, kencing, ingusan, dan meludah. Makanan
mereka menjadi sendawa, dan keringat mereka merembes keluar bagaikan minyak
kesturi." (HR. Ahmad).
Imam
Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra, Rasulullah saw bersabda,
"Penghuni surga itu makan dan minum. Tanpa ingusan, buang air besar, dan
kencing. Makanan mereka menjadi sendawa, (baunya) seperti minyak kesturi. Dan
tiba tiba perut mereka menjadi kosong kembali." (HR. Ahmad dari Zaid bin
Arqam ra).
Dalam riwayat yang sama, dari Jabir ra, Rasulullah saw bersabda :
"Penguni surga itu makan dan minum di sana. Tanpa buang air besar,
kencing, ingusan dan meludah. Makanan mereka menjadi sendawa dan keringat
mereka merembes keluar bagaikan minyak kesturi." (HR. Ahmad).
Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra, Rasulullah saw bersabda
"Penghuni surga itu makan dan minum. Tanpa ingusan, buang air besar dan
kencing. Makanan mereka menjadi sendawa, baunya seperti minyak kesturi. Dan
mereka diilhami tasbih dan takbir, seperti halnya mereka diilhami napas."
(HR. Muslim).
Hendaknya kita tidak selalu mengukur kehidupan akhirat dengan pertimbangan ilmu
kehidupan dunia saat ini. Karena kehidupan yang satu berbeda dengan alam
kehidupan lainnya, terlebih kehidupan yang fana dan sementara menuju kehidupan
yang kekal nan abadi. Dari sifat kehidupannya saja sudah berbeda, apalagi dari
berbagai macam seluk beluk kehidupan di dalamnya yang tentunya jauh berbeda.
Dalam kehidupan dunia, seseorang makan sesuai dengan pilihannya. Di akhirat
nanti, kita bisa bebas mengkonsumsi makanan apa saja yang diinginkan. Namun,
jika di dunia selalu terikat hukum sebab akibat, tidak begitu halnya di
akhirat. Seperti misalnya, agar memperoleh sesuatu seseorang harus berusaha dan
berikhtiar. Tidak demikian di akhirat, di surga tepatnya, semuanya sudah
tersedia tanpa ada usaha lagi.
Inilah saatnya memanen, menuai dan menikmati. Sebab sebab yang mesti dilakukan
untuk memperoleh sesuatu, sudah berakhir. Disinilah perbedaan aturan dunia dan
aturan surga. Akhirnya hanya Allah jualah yang lebih tahu.