Pentingnya Saling Ingat Mengingatkan dan Menyampaikan

PENTINGNYA SALING MENGINGATKAN dan MENYAMPAIKAN...

waltakun minkum ummatun yad'uuna ilaa lkhayri waya/muruuna bilma'ruufi wayanhawna 'ani lmunkari waulaa-ika humu lmuflihuun

[3:104] Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.

qul haadzihi sabiilii ad'uu ilaallaahi 'alaa bashiiratin anaa wamani ittaba'anii wasubhaanallaahi wamaa anaa mina lmusyrikiin

[12:108] Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Monday, November 23, 2009

Fadhilah al Quran 1


Dari Abu Sa’id ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman, “Barangsiapa yang disibukkan oleh al Quran sehingga tidak menpunyai waktu lagi untuk berdzikir dan memohon kepada-Ku, maka Aku akan mengaruniakan kepadanya sesuatu yang lebih utama daripada yang Aku berikan kepada orang yang Aku berikan kepada orang yang memohon kepada-Ku. Keutamaan kalam Allah di atas seluruh perkataan adalah seumpama kemuliaan Allah di atas seluruh makhluk-Nya.” (HR. Tirmidzi)

Ketinggian kalam Allah di atas segala perkataan adalah seperti ketinggian Allah di atas segala ciptaan-Nya (makhluk). Dengan demikian, orang yang sibuk belajar al Quran atau menghafal dan memahaminya sehingga tidak mempunyai waktu lagi untuk berdoa, akan memperoleh ganjaran yang lebih utama dibandingkan dengan orang yang memohon kepada Allah.

Kita dapat melihat, apabila seseorang ditugaskan untuk membagi-bagikan sesuatu kepada orang lain, maka sebagian akan disimpan untuk orang yang tidak hadir karena bertugas membagi-bagikan yang diberikan oleh pemiliknya. Dalam hadits lain yang semakna dengan hadits di atas dinyatakan bahwa Allah akan mengaruniakan kepada orang itu ganjaran yang lebih utama daripada yang Dia berikan kepada hamba-Nya yang selalu bersyukur.

Empat Saluran Kolam


Hati ini ibarat sebuah kolam yang memiliki empat buah saluran. Saluran pertama adalah mata (penglihatan). Saluran kedua adalah mulut (lisan). Saluran ketiga adalah telinga (pendengaran). Dan saluran yang keempat adalah otak (pikiran). Kolam itu adalah hati, yang akan berisi air sesuai dengan air yang mengalir kedalamnya dari keempat saluran tadi. Jika yang mengalir melalui keempat saluran tadi adalah air susu maka kolam itu pun akan menjadi kolam susu.
Apabila saluran-saluran ke dalam kolam tadi berupa air jernih dan bersih maka dapat dipastikan kolamnya pun akan berisi air yang jernih dan bersih. Sebaliknya jika yang mengalir melalui keempat saluran kolam tadi air kotor dan berbau busuk, maka kolam itupun akan terisi dengan air yang kotor dan bau. Maka keempat saluran yang masuk ke dalam hati kita pun haruslah terjaga sumber dan isinya.
Sebaiknya mata kita digunakan untuk memandang hal-hal yang disukai Allah Swt, bergaul dengan orang shaleh, pendek kata mata kita digunakan untuk perkara-perkara yang haq. Ikir kita digunakan untuk memikirkan kebesaran Allah Swt, kampung akhirat dan tanggung jawab agama, telinga kita pun digunakan untuk mendengar pembicaraan yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat dan mulut lisan kita pun digunakan untuk berbicara kebesaran Allah Swt, agama, iman dan amal shaleh serta pembicaraan akhirat, maka hati kita pun akan terisi dengan kebesaran Allah Swt. Sebagaimana kehendak dari ucapan : Laa ilaaha illallah.

Jika keempat saluran menuju ke hati difungsikan untuk kemungkaran dan kemaksiatan maka kolam hati pun akan terisi hal-hal yang dimurkai Allah Swt. Mata yang maksiat, mulut yang ber-ghibah, berbusa dengan fitnah, hasud dan dusta, kemudian pikir dipakai hanya untuk memikirkan perkara sia-sia (duniawi) ini, seperti memikirkan makan, minum, syahwat, harta dan dunia. Telinga kita dibiasakan mendengar hal-hal maksiat dan mubadzir, maka hati kita akan keras dan pada gilirannya hati kita akan sangat sulit menerima cahaya kebaikan atau hidayah. Kalau sudah seperti ini bersiaplah hati itu untuk di cuci dan di bersihkan di dalam neraka jahanam. Naudzubillah !

Ziarah Kubur


Dari Buraidah, Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya dahulu saya melarang kamu ziarah ke kubur. Kemudian Muhammad telah mendapat izin berziarah ke kubur ibunya. Maka berziarahlah kamu, karena sesungguhnya ziarah itu mengingatkan kepada hari akhirat." (riwayat Muslim, Abu Daud, dan Tirmizi).

Proses hukum dan motivasi ziarah ke kubur.
Pada permulaan pengembangan Islam, Rasulullah melarang ummatnya untuk melakukan ziarah ke kubur. Adapun motivasi larangan itu adalah karena di jaman jahiliyah, kuburan itu menjadi salah satu sumber dan sasaran pembaktian kaum penyembah berhala. Bahkan jauh sebelum itu, di jaman Nabi Nuh a.s., sebagian kaumnya memandang kuburan itu sebagai satu tempat yang suci (kudus). Dengan larangan menziarahi kubur itu pada permulaannya, maka dapatlah dibendung kekhawatiran timbulnya kembali paham syirik, sedangkan iman dan tauhid yang ditanamkan oleh Rasulullah kepada pengikut-pengikutnya baru saja pada taraf permulaan, belum berurat berakar dalam jiwa mereka.

Setelah pembinaan ajaran iman dan tauhid itu semakin kuat, Rasulullah menerima wahyu yang mengizinkan untuk menziarahi kubur ibunya, sehingga beliau menunjukkan dengan perbuatannya sendiri kebolehan ziarah ke kubur itu.

Mengenai kasus Rasulullah menziarahi kubur ibunya, disebutkan dalam satu hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, yang artinya sebagai berikut:

"Nabi Muhammad s.a.w. menziarahi kubur ibunya. Beliau menangis, dan menangis pula orang-orang di sekelilingnya. Kemudian, Nabi berkata: Saya meminta izin kepada Tuhanku (Allah) supaya diperkenankan memohonkan doa ampunan untuk ibuku. Permohonanku itu tidak diizinkan. Kemudian aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, dan diizinkan. Berziarahlah kamu, agar kamu teringat kepada kematian." (riwayat Ahmad dan Muslim).

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa ziarah kubur itu dianjurkan, sebab hikmahnya akan mengingatkan dan menyadarkan umat manusia tentang kehidupan hari akhirat yang akan datang dan keharusan melakukan persiapan-persiapan untuk menghadapi saat-saat kepastian yang mesti ditemukan oleh setiap orang yaitu kematian atau ajalnya suatu saat nanti.

Dari proses perkembangan tentang soal ziarah kubur itu, yang pada mulanya dilarang, kemudian diizinkan, dapatlah ditarik satu kesimpulan bahwa hukum Islam senantiasa memperhatikan kondisi ummat dan situasi suatu zaman.

Dalam satu hadist lain yang diriwayatkan oleh Hakim dari Abi Zar, Rasulullah menyatakan:

"Ziarahilah kubur, Anda dengan itu akan teringat ke akhirat. Mandikanlah orang yang mati, karena sesungguhnya hal itu menjadi obat mujarab yang mengandung pengajaran yang mantap. Sembahyangkanlah jenazah, mudah-mudahan hal itu akan menggugah hati Anda, sebab orang yang berdukacita berada di bawah naungan Ilahi dalam menghadapi tiap-tiap kebaikan." (Riwayat Hakim).

Dari berbagai hadist yang menganjurkan dan mendorong melakukan ziarah kubur itu, maka para ulama berpendapat bahwa hukum ziarah kubur itu ialah sunah (sunat). Adapun hikmathnya mengandung dua macam nilai.

Pertama, mengingatkan manusia pada kematian, bahwa pada saat yang tentu menurut ajal yang ditetapkan Tuhan, tiap-tiap orang akan kembali ke hadiratNya.
Kedua, untuk memohonkan doa ampunan (istighfar) kepada Allah SWT supaya dosa orang yang diziarahi kuburnya itu, diampunkan oleh Allah. Jadi ziarah kubur itu tidaklah boleh didasarkan untuk meminta restu, karena ada sesuatu hajat, meminta berkat dan lain-lain sebagainya. Kemudian ditaburkan bunga, dibakar kemenyan dan perbuatan-perbuatan lainnya yang tidak disyariatkan, bahkan merupakan bid'ah yang sesat dan menyesatkan.

Tetapi haruslah didasarkan kepada dua motivasi yang diterangkan di atas.
Adalah satu kenyataan, bahwa manusia pada umumnya selalu lupa dan lalai terhadap datangnya kematian. Dengan ziarah ke kubur itu, maka perbuatan itu dengan sendirinya mengingatkan manusia kepada kematian itu.

Sasaran hikmat yang kedua tentang ziarah kubur itu ialah memberikan pertolongan yang dapat dilakukan oleh orang (keluarga yang masih hidup terhadap orang yang sudah meninggal dunia, yang memohonkan doa ampunan pada Allah SWT terhadap dosa-dosa mereka. Pertalian kekeluargaan dan persaudaraan (ukhuwah Islamiyah) pada umumnya tidaklah hanya terbatas dalam kehidupan di dunia ini, tapi juga sampai-sampai dalam kehidupan sesudah mati dan di akhirat kelak.

Rasulullah menziarahi kubur para sahabat.

Rasulullah acapkali menziarahi kuburan para sahabat. Diceritakan oleh Ibnu Abbas, bahwa Nabi sering-sering ziarah ke pekuburan di Madinah, dan setiap kali ziarah, beliau mengucapkan yang artinya:
"Keselamatan untuk kamu, hai penghuni-penghuni kubur. Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni dosa-dosa kami dan dosa-dosa kamu. Kamu adalah orang-orang yang telah mendahului kami dan kami akan mengikuti jejakmu." (Riwayat Tirmizi).

Dalam suatu hadist yang lain, yang diriwayatkan dari Buraidah, diterangkan ucapan dan doa yang sering dibacakan oleh Rasulullah tatkala ziarah kubur, yang artinya sebagai berikut:

"Keselamatan untuk kamu, hai ahli kubur orang-orang Mukmin dan Muslim. Dengan kehendak Tuhan, kamipun akan menemui kamu. Kamu telah mendahului kami, dan kami akan menyusul. Kami mohonkan kepada Allah keselamatan untuk kami dan kamu." (Riwayat Ahmad dan Muslim).

Menurut keterangan Siti Aisyah, apabila giliran Rasulullah bermalam di rumahnya, maka biasanya di tengah malam beliau pergi menziarahi pemakaman Baqi'. Adapun Baqi' itu adalah satu pemakaman yang letaknya masih dalam kota Madinah, tidak berapa jauh dari Masjid Nabi, dimana dikuburkan sebagian besar para sahabat.

Ziarah kubur itu tidak tentu waktunya, dapat dilakukan pada saat-saat luang atau berbagai kesempatan. Tidak ada keistimewaan pada hari-hari tertentu, seperti menjelang tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal dan lain-lainnya, yang di Indonesia dijadikan orang sebagai satu tradisi, padahal tidak disyariatkan mesti pada hari-hari tersebut.
Biasanya pada hari-hari tersebut, kuburan tak ubahnya seperti "pasar", ramai dikunjungi oleh orang-orang yang berziarah, walaupun...mungkin sebagian besar daripadanya hanya ziarah sekali setahun. Ziarah hanya sekali setahun tidak banyak dapat menghunjamkan ke dalam hati nurani tentang kesadaran mengingat kematian.

Pada tahun-tahun pertama sesudah Siti Khadijah wafat, Rasulullah hampir satu kali seminggu ziarah ke kuburan sang istri yang beliau cintai itu. Diterangkan oleh Nafi', bahwa dia sendiri lebih dari 100 kali melihat Ibnu Umar ziarah ke kubur Nabi, Abu Bakar dan ayahnya sendiri (Umar bin Khattab).

Apakah kaum wanita boleh ziarah ke kubur?
Para ulama dan Fuqaha' mempunyai dua pendapat. Pertama, yang berpendapat kaum wanita tidak boleh ziarah ke kubur, dan yang kedua, mengatakan boleh.

Yang pertama mendasarkan pendapat mereka kepada satu hadist yang melarang kaum wanita turut mengiringkan jenazah ke pekuburan, dengan berbagai pertimbangan/alasan seperti bahwa umumnya kaum wanita adalah mudah terhanyut emosi dan perasaan iba, sedih, sehingga dikhawatirkan jiwa mereka tidak kuat melihat kuburan yang terhampar dan perasaan duka cita yang mendalam bisa timbul kembali dan menimbulkan histeria yang berlebihan.

Sementara ratapan atau tangisan dan jeritan yang berlebihan justru akan menyengsarakan arwah almarhum yang berada di alam kubur.
Sementara para ulama yang memperbolehkan kaum wanita untuk berziarah didasarkan atas pengertian kepada hadist Nabi yang menganjurkan untuk berziarah, bahwa ziarah itu bersifat umum, boleh dilakukan oleh kaum laki-laki maupun perempuan, sementara memang banyak hadist-hadist lainnya yang menguatkan pendapat bahwa kaum wanita boleh berziarah ke pekuburan. Beberapa di antara hadist tersebut menyatakan:

"Dari Aisyah, dia berkata:

Apakah yang harus aku ucapkan jika aku ziarah, ya Rasulullah? Nabi berkata: Katakanlah: Keselamatan untuk kamu hai ahli kubur orang-orang yang Mukmin." (Riwayat Muslim).

Nabi memberikan jawaban yang demikian adalah satu pertanda bahwa kaum wanita dibolehkan ziarah kubur. Kalau tidak, tentu Nabi akan melarang Siti Aisyah.

Diriwayatkan lagi dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwa pada suatu hari dia bertemu dengan Siti Aisyah, tatkala Ummul Mukminin itu kembali dari pekuburan. Mulaikah menanyakan:

"Dari manakah Anda datang?"
"Dari kubur saudara saya, Abdur Rahman."
"Apakah Rasulullah tidak melarang wanita ziarah ke kuburan?" tanya Mulaikah.
Akhirnya, dijawab oleh Aisyah:
"Memang betul. Rasulullah (mula-mula) melarang ziarah ke kubur, tapi kemudian disuruhnya melakukan ziarah itu." (Riwayat Hakim dan Baihaqi).

Berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan di atas, dapatlah disimpulkan, bahwa pendapat yang memperbolehkan kaum wanita melakukan ziarah kubur, tidak berbeda seperti laki-laki adalah lebih kuat dan dapat dijadikan pegangan dalam beramal. Sebagai penutup, kita kutip satu hadist yang mengatakan:

"Aku tinggalkan kepada kamu dua pengajar. Yang pertama yang bisu; yang kedua yang berbicara. Adapun yang bisu ialah Al-Maut, dan yang berbicara ialah Al-Quran."

Beberapa Kutipan Hadits tentang Shalat 4


Hadits 7

Imran bin Husahin ra menceritakan : Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw tentang makna ayat al Quran ini : “Sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar.” Rasulullah saw bersabda “Barang siapa shalatnya tidak mencegah perbuatan keji dan munkar, maka tidak ada shalat baginya.”
(HR. Ibnu Abi Hatim & Ibnu Mardawih – Durrul Mantsur)

Tidak disangkal lagi, shalat adalah satu amalan yang sangat bernilai. Jika dikerjakan dengan tertib akan berhasil mencegah dari hal yang tidak diinginkan. Jika hal ini tidak tercapai, yakinlah, pasti ada kekurangan dalam mengerjakannnya. Banyak hadits yang dimaksudnya menerangkan hal ini. Ibnu Abbas ra berkata, “Shalat mempunyai kekuatan untuk mencegah kecenderungan berbuat dosa.”

Abdullah Aliyah ra berkata “Ada tiga hal yang wajib dilakukan dalam shalat, yaitu : Ikhlas, takut kepada Allah dan mengingat Allah. Bukanlah shalat jika tidak ada ketiga hal itu. Ikhlas mendorong manusia untuk beramal shaleh, takut kepada Allah menjauhkan maksiat dan mengingat Allah adalah membaca al Quran, yang dengan demikian berarti membaca petunjuk kepada jalan kebajikan dan mencegah kemaksiatan.”

Ibnu Abbas ra meriwayatkan, Rasulullah saw suatu kali pernah bersabda, “Shalat yang tidak mencegah perbuatan keji dan munkar akan menjauhkan kita dari Allah bukan mendekati-Nya.”

Ibnu Mas’ud ra menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda “Orang yang tidak menyusuli shalatnya, sebenarnya tidaklah mengerjakan shalat. Menyusuli shalat ialah meninggalkan perbuatan keji dan munkar.”

Abu Hurairah ra menceritakan : Seseorang datang menemui Rasulullah saw lalu menceritakan orang yang senantiasa shalat sepanjang malam dan setelah itu mencuri sebelum fajar. Rasulullah saw bersabda “Shalatnya tidak lama lagi akan mencegahnya dari perbuatan dosa itu.”

Hadits ini menerangkan bahwa kebiasaan melakukan maksiat dapat dihentikan dengan cara tekun mendirikan shalat dengan ikhlas. Memang sukar dan memakan waktu lama untuk menghentikan suatu kebiasaan buruk. Tetapi lebih mudah dan lebih cepat apabila segera memulai mendirikan shalat dengan tertib, niscaya dengan rahmat Allah tabiat-tabiat buruk itu akan hilang satu demi satu. Semoga Allah Swt memberikan kekuatan untuk mengerjakan shalat dengan tertib.

Hadits 8
Jabir ra menceritakan bahwa Rasulullah saw bersabda “ Sebaik-baiknya shalat adalah shalat yang panjang rakaatnya.” (HR. Muslim, Tirmidzi & Ibnu Majah)

Mujahid rah.a menerangkan ayat berikut ini :

“Dan berdirilah sambil berqunut kepada Allah.” (QS.al Baqarah 2:238)

Perkara “qunut” termasuk di dalamnya adalah perkara-perkara ruku, khusyu, rakaat panjang, memandang ke bawah, merendahkan bahu karena menyembah Allah serta takut kepada-Nya.

Apabila seorang sahabat Rasulullah saw berdiri hendak shalat, maka ia tidak akan melihat ke sana sini atau meratakan pasir pada tempat sujudnya, atau melakukan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diperlukan, juga tidak memikirkan urusan-urusan dunia, semata-mata karena takut kepada Allah.

Banyak pengertian yang diberikan pada perkataan qunut yang terdapat di dalam al Quran dan Hadits. Salah satu pengertian qunut adalah sunyi. Ketika Islam mulai berkembang, berbicara atau membalas salam ketika shalat masih dibenarkan, tetapi setelah turun ayat ini, berbicara ketika shalat sangat dilarang.

Ibnu Mas’ud ra berkata, “Pada mulanya, apabila aku mengunjungi Rasulullah saw aku mengucapkan Assalamu’alaikum padanya dan baginda menjawab Waalaikumus salam walaupun beliau sedang shalat. Pada suatu hari aku mengunjunginya ketika baginda sedang mengerjakan shalat dan aku pun memberi salam seperti biasa, tetapi baginda tidak menjawab salamku. Aku khawatir kalau-kalau perbuatanku itu menyebabkan Allah Swt murka kepadaku. Bermacam-macam pikiran berkecamuk dalam benakku. Aku berpikir mungkin Rasulullah saw marah kepadaku, bahkan hal yang lebih menyedihkan terlintas dalam pikiranku. Ketika Rasulullah saw selesai mengerjakan shalat, baginda bersabda “Allah memerintahkan sebagaimana yang dikehendaki-Nya, kini Allah melarang berbicara ketika shalat.”

Lalu beliau bersabda, “Kini shalat adalah semata-mata untuk memuji kebesaran serta kesucian Allah.”

Mu’awiyah bin Hakam Salmi ra berkata, “Ketika aku mengunjungi kota Madinah karena hendak memeluk Islam, aku telah belajar banyak hal. Salah satunya ialah hendaknya mengucapkan yarhamukallah apabila seseorang bersin dengan mengucapkan alhamdulillah. Oleh karena aku baru memeluk Islam, aku tidak mengetahui hal itu tidak boleh dilakukan ketika sedang shalat. Suatu ketika kami sedang mengerjakan shalat tiba-tiba seseorang bersin, spontan aku berkata yarhamukallah. Tiba-tiba semua orang melirik dengan marah ke arahku. Oleh karena aku tidak mengetahui bahwa di dalam shalat dilarang berbicara, aku pun membantah dengan berkata, “Mengapa kalian marah kepadaku ?” Dengan memberi isyarat mereka menyuruh agar aku diam, tetapi aku tidak memahami isyarat mereka walaupun kemudian aku terdiam. Setelah shalat selesai, Rasulullah saw memanggilku. Baginda tidak memukul, menghardik atau berlaku kasar kepadaku, baginda hanya bersabda, “Tidak boleh berbicara dalam shalat. Shalat adalah utuk memuji kebesaran Allah, mengagungkan-Nya dan membaca al Quran.” Demi Allah, aku belum pernah menjumpai seorang guru yang begitu penyayang seperti baginda Rasulullah saw.”

Satu lagi pengertian yang diberikan oleh Ibnu Abbas ra ialah qunut artinya khusyu, perkataan Mujahid di atas berdasarkan pada pengertian itu.

Abdullah bin Abbas ra berkata “Pada mulanya Rasulullah saw mengikatkan tali pada badannya ketika shalat tahajjud agar tidak mengantuk. Karena itu, turunlah ayat ini :

“Kami tidak menurunkan al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (QS.Thaha 20:2)

Beberapa hadits meriwayatkan, kaki Rasulullah saw bengkak-bengkak karena lama berdiri ketika shalat tahajjud. Karena kasih sayang kepada umatnya maka baginda menasehati agar menyederhanakan shalatnya karena khawatir jika terlalu lama akan banyak tertinggal. Suatu ketika ada seorang sahabat wanita yang mengikat badannya dengan tali supaya terhindar dari rasa kantuk, setelah Rasulullah melihat hal itu maka Rasulullah melarangnya.
Akan tetapi hendaknya diingat, shalat dengan rakaat yang panjang memang lebih baik dan lebih bernilai, syaratnya ialah tidak melampaui batas daya tahan. Namun tentu ada maksudnya Rasulullah saw shalat begitu lama hingga kakinya bengkak.

Ketika para sahabat meminta agar Rasulullah saw mengurangi shalatnya karena telah diberi jaminan ampunan dalam surat al Fath.

“Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang. Dan Dia menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu. Dan ditunjuki-Nya kamu kepada jalan yang lurus.” (QS al Fath 2)

Rasulullah saw bersabda, “Apakah tidak pantas aku menjadi seorang hamba yang bersyukur ?”

Diberitahukan dalam sebuah hadits, apabila Rasulullah saw mengerjakan shalat, dadanya berbunyi seperti bunyi mesin kisar. Dalam hadits lain diriwayatkan bahwa bunyi ini seperti bunyi ceret yang airnya bergolak.

Ali Karramallahu wajhahu meriwayatkan, “Pada suatu petang ketika terjadi perang Badar aku melihat Rasulullah saw berdiri di bawah sebatang pohon, sibuk mengerjakan shalat sambil menangis menghadap Allah Swt sepanjang malam hingga shubuh.

Diriwayatkan pula dalam hadits, Allah Swt sangat suka kepada orang-orang tertentu, salah satunya adalah orang yang meninggalkan tempat tidurnya pada saat tidur bersama istrinya yang dicintai dan dikasihinya, lalu menyibukkan diri mengerjakan shalat tahajjud pada malam hari pada musim dingin. Allah Swt sangat suka kepadanya dan bangga dengannya. Walaupun Allah Maha Mengetahui, Allah bertanya kepada malaikat-Nya, “apakah yang menyebabkan hamba-hamba-Ku itu meninggalkan tenpat tidurnya serta berdiri seperti itu ?” Para malaikat menjawab, “Ia mengharap Rahmat dan Rahim-Mu serta takut akan Kemurkaan-Mu.” Lalu Allah Swt berfirman “Dengarlah! Aku menganugerahkan apa yang ia harapkan serta melindungi dari apa yang ditakutinya.”

Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada orang yang diberi Rahmat oleh Allah lebih dari orang yang bangun mengerjakan dua rakaat shalat.”

Di dalam al Quran dan juga hadits sering disebutkan, para malaikat terus menerus beribadah kepada Allah Swt. Sebagian terus menerus ruku sebagian lagi sujud hingga hari Kiamat. Allah Swt mencatumkan cara-cara ibadah para malaikat itu dalam shalat kita agar kita memperoleh bagian dari cara ibadah mereka. Bacaan al Quran dalam shalat kita mengatasi fadhilah shalat mereka. Shalat adalah cara malaikat mengabdikan dirinya kepada Khalik dan shalat akan berhasil baik jika dikerjakan oleh orang yang meniru sifat seperti malaikat. Itulah sebabnya Rasulullah saw bersabda, “Untuk shalat yang baik ringankanlah belakang dan perutmu.” Belakang seseorang dikatakan ringan jika mempunyai beban yang sedikit, dan perutnya dikatakan ringan apabila makan sedikit saja agar tidak malas dan tidak payah.
Sumber : Shalat Khusyu dan Khudud - Fadhilah Shalat - Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi rah.a

Sunday, November 22, 2009

Bayan Maghrib


H. Cecep Firdaus
Syuro Indonesia – Jakarta
Mesjid Jami Kebon Jeruk
Markaz Indonesia
Jakarta
Assalamu alaikum Wr Wb.

Alhamdulillah, Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam kita panjatkankan kepada Nabi Muhammad Saw beserta keluarganya yang mulia dan para sahabat yang agung, juga kepada pengikutnya yang setia hingga akhir zaman, bahwasanya kita semuanya masih diberikan kesehatan dan kesempatan pada hari ini untuk sama-sama melaksanakan perintah-Nya dan beribadah kepada Allah SWT.
Hidup di dunia ini hanya sementara saja, dan umur manusia hanya sekitar 60 – 70 tahun saja rata-rata, tidak ada yang abadi. Allah ciptakan keabadian hanya untuk di akherat. Apa yang ada di dunia ini dan apa yang di usahakan oleh manusia tidak ada yang kekal. Jadi apa yang diusahakan manusia ini pasti musnah, ini mutlak adanya dan bukan teori. Tidak ada yang kekal di dunia ini, rumah akan hancur, mobil akan rusak, umur akan habis, harta akan ditinggalkan, bahkan alam ini akan hancur pada waktunya, semuanya memiliki batasan. Tidak ada yang tidak terbatas didunia ini, semuanya ada batasannya, yang tidak terbatas nanti di akheratnya Allah. Jadi yang namanya dunia ini spenuh dengan ketidak pastian dan tipuan. Sedangkan kepastian ini akan datang hanya dengan janji-janji Allah di akherat, inilah yang pasti dan yang kekal. Masalahnya hari ini manusia kerjanya hanya mengusahakan perkara-perkara yang tidak pasti dan tidak abadi, mati-matian lagi. Inilah yang namanya kebodohan dan inilah yang namanya tertipu. Ibarat kita pergi berlayar dengan kapal lalu kita mampir hanya untuk transit di suatu pulau. Lalu dipulau itu kita mati-matian kerja, bangun rumah, seakan-akan kita akan menetap, padahal itu hanya tempat pemberhentian sementara. Ketika kapal akan melanjutkan perjalanan maka kita harus naik ke kapal itu tidak mungkin tinggal. Maka suatu kebodohan jika kita keluarkan seluruh barang dan usaha kita untuk membangun kehidupan yang akan kita tinggalkan.

Nanti akan datang suatu masa dimana manusia akan terkaget-kaget dan terbelalak melihat kenyataan yang sebenarnya. Ketika itu, semua manusia akan menyesal dan minta dikembalikan ke dunianya untuk beramal. Tetapi ketika itu semua penyesalan sudah tidak ada gunanya. Kehidupan akherat akan terbentuk dari apa yang diusahakan oleh manusia ketika masih hidup di dunia. Segala amal baik dan amal buruk akan kita rasakan hasilnya nanti di akherat. Amal yang membawa ridho Allah akan mengantarkan kita ke Surga dan Amal yang membawa Murka Allah akan mengantarkan kita ke Neraka Allah. Sedangkan kehidupan kita di Surga ataupun di Neraka sifatnya adalah Abadi, tidak seperti di dunia yang sifatnya sementara. Jadi pilihannya nanti di akherat antara bahagia selama-lamanya atau menderita selama-lamanya.

Dunia ini adalah tempat untuk kerja bagi orang beriman. Apa kerjanya yaitu usaha atas perintah-perintah Allah. Sedangkan untuk orang yang tidak beriman, Dunia ini adalah tempat tinggal mereka dan tempat untuk mencari kesenangan bagi mereka. Sedangkan di akherat orang yang tidak beriman tidak akan mendapatkan bagian apa-apa selain kesengsaraan yang abadi yaitu di Nerakanya Allah sebagai tempat tinggal mereka selama-lamanya. Jadi dunia ini bagi orang beriman bukan tempat untuk bersenang-senang, tetapi tempat untuk sbersabar atas aturan Allah. Nanti ada masanya jika kita mau sabar di dunia, maka di akherat Allah akan sediakan masa yang tidak terbatas untuk kita buat bersenang-senang. Di dunia ini semuanya ada batasannya tidak ada yang abadi. Senang ada batasnya, Susah ada batasnya, Bahagia ada batasnya, Sedih ada batasnya, Sehat ada batasnya, Sakit ada batasnya, apa pembatasnya yaitu mati. Setelah mati lain cerita, tergantung amal yang kita kerjakan ketika di dunia. Orang yang senang hidup di dunia, tidak mungkin senang selama-lamanya karena suatu saat dia pasti akan mati. Tetapi setelah mati belum tentu di akherat dia akan senang. Orang yang susah ketika di dunia ada batasnya, paling susah adalah mati, tetapi setelah mati belum tentu dia susah di akherat. Kalau dia sabar di dunia taat pada perintah Allah bisa saja dia mendapatkan kebahagiaan selama-lamanya di akherat dan masuk surga lebih dulu 500 tahun dibanding orang kaya. Begitu juga dengan bahagia dan sedih, sehat dan sakit, semuanya dibatasi oleh mati, setelah mati semuanya selesai. Jadi sementara saja sifatnya di dunia, pindah alam lain ceritanya lagi, tergantung amal yang kita kerjakan di dunia. Jadi kehidupan yang sukses di dunia adalah kehidupan yang dapat mengantarkan kita kepada Surganya Allah. Selain itu adalah kehidupan yang gagal.

Ciri-ciri orang yang menjadikan dunia sebagai tempat tinggalnya dapat terlihat dari usahanya yang mati-matian sehingga melalaikan perintah Allah demi sesuatu yang sifatnya sementara saja kenikmatannya. Sedangkan ciri-ciri orang yang menjadikan akherat sebagai tempat tinggalnya dapat terlihat dari kesibukannya atas amal-amal agama sehingga dia rela meninggalkan kenikmatan dunia demi kehidupan di akherat. Orang yang menjadikan akherat sebagai tempat kembalinya maka dia akan selalu mengedepankan nilai amal dalam setiap keadaan, pekerjaan dan perbuatannya. Sedangkan orang yang menjadikan dunia sebagai tempat tinggalnya maka dia akan selalu mengedepankan nilai-nilai keduniaan dan kebendaan dalam setiap keadaan, pekerjaan, dan perbuatannya. Seorang Ahli Dunia ini akan bekerja mati-matian demi yang namanya harta dan benda agar dia bisa mendapatkan rasa aman dari kehidupannya di dunia. Seperti dengan usaha atas harta untuk dapat membeli rumah, mobil, pakaian, listrik, air, telepon, dan lain-lain. Sehingga seseorang harus berusaha mati-matian, kerja lembur, demi bisa memenuhi rasa amannya untuk hidup di dunia ini. Ketika keduniaannya terganggu atau tidak terpenuhi maka dia akan cemas dan takut. Rasa takut inilah yang menyebabkan Ahli dunia ini sengsara, yaitu takut miskin, takut susah, takut dipecat, takut segala-galanya, takut kepada selain Allah. Sedang Ahlul Iman Rasa Takut yang menyebabkan dia bahagia, yaitu takut kepada Allah.

Padahal yang namanya keamanan dan kenyamanan ini datangnya dari Allah bukan dari kebendaan yang kita miliki. Berapa banyak orang yang punya listrik, air, baju, makanan, rumah, mobil, berlebih-lebihan tetapi tidak bisa merasa aman dan tenang. Sedangkan Nabi SAW makannya saja hanya dari roti kasar yang disepih, pakaiannya hanya ada dua, rumahnya super kecil terkadang ketika beliau hendak sholat harus mengangkat kaki Aisyah RA agar tidak menghalanginya, tetapi setiap beliau pulang kerumah selalu berkata, “Bayyiti Jannati : Rumahku Surgaku”. Nabi SAW tidak pernah mengeluh akan kondisinya bahkan ketika beliau SAW ketika ditawarkan oleh Allah kekayaan malah ditolak oleh Nabi SAW. Lihat bagaimana kondisi kita hari ini seberapa jauh perbedaan kehidupan kita dibanding dengan kehidupan Nabi SAW, dan bagaimana kita menghadapinya. Hari ini apa yang telah ditolak oleh Nabi SAW itu yang kita minta kepada Allah dan yang kita kejar-kejar. Hari ini kita mencari kekayaan dan kemewahan agar bisa mendapatkan yang namanya kenyamanan. Pernah Nabi SAW selimutnya dilipat oleh istrinya agar bisa memberikan kenyamanan pada Nabi SAW, itu malah ditegor oleh Nabi SAW dengan alasan dapat mengganggu tahajjudnya. Hari ini kita tidur pakai kasur empuk, pakai AC, selimut tebal buat apa? Jawabnya biar bisa tidur nyenyak. Sungguh berbeda kehidupan kita dengan apa yang Nabi SAW cari. Inilah keadaan kita hari ini apa yang kita cari berbeda dengan apa yang dicari oleh Nabi SAW. Seorang ulama berkata bahwa kenyamanan itu dapat melalaikan kita dari Allah, sedangkan Mujahaddah dapat mendekatkan kita kepada Allah.

Nabi SAW tidak pernah mencontohkan kalau mau bahagia dan jaya harus menjadi kaya. Bahkan Nabi SAW berkata mahfum bahwa fitnah terbesar dari umatnya adalah harta. Inilah yang diyakini Nabi SAW dan inilah kehidupan yang di ikuti oleh para sahabat RA. Umar RA ketika menaklukkan persia dan menerima tumpukan harta ghanimah yang banyak dia malah menangis karena Nabi SAW tidak pernah mencontohkannya untuk hidup bergelimangan harta. Akhirnya harta itu dibagi-bagikan oleh umar kepada sahabat-sahabatnya yang memerlukan sampai habis. Lalu khadamnya umar berkata sahabat-sahabatnya yang menerima pemberian itu malah membagi-bagikannya lagi sampai habis kepada orang lain. Inilah yang dicontohkan oleh sahabat RA.

Di dunia ini hanya ada 2 macam usaha :

1. Usaha Nabi Usaha atas Iman dan Amal
2. Usaha Musuh Nabi Usaha atas Asbab dan Kebendaan

Usaha Nabi ini adalah usaha atas hati-hati manusia untuk mengenal Rabbnya. Bagaimana Allah kirim 124.000 Nabi untuk membuat usaha agar manusia ini mempunyai Iman dan Amal yang betul. Mengingatkan manusia akan kampung akherat, inilah usaha yang dilakukan para Nabi. Allah kirim para Nabi agar kita ini dapat selamat di dunia dan di akherat. Tidak bisa dengan cara lain, hanya cara Allah dan Nabinya saja yang benar, yang lain tidak ada yang benar. Hanya cara Nabilah yang dapat membawa manusia kepada keselamatan, sedangkan cara musuh-musuh nabi hanya akan membawa manusia kepada kebinasaan seperti yang telah Allah kabarkan di dalam Al Qur’an. Di Al Qur’an Allah telah ceritakan bagaimana akhir dari usaha musuh-musuh para Nabi :

1. Kaum Ad yang membuat usaha atas kesehatan dan kekuatan sampai menyatakan, “Siapa lagi yang lebih kuat dari kami”.

2. Kaum Tsamud membuat usaha atas teknologi dan arsitektur sampai mampu membangun bangunan-bangun di dalam gunung.

3. Kaum Madyan usaha atas perekonomian sangking canggihnya ekonomi mereka bisa membuat sesuatu yang diharamkan oleh Allah yaitu Riba menjadi terlihat halal dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Madyan.

4. Kaum Saba yang membuat usaha atas pertanian dan perkebunan sampai bisa menentukan waktu panen, jalur jatuh buah, dan jumlah buah yang akan jatuh dalam hitungan langkah.

5. Kaum Luth usaha atas peningkatan kepuasan sexualitas sampai mereka berani mencoba dari kaumnya yang sejenis dari laki-laki dan perempuan.

6. Firaun atas kekuasaan sampai mengaku sebagai tuhan karena merasa yang paling hebat dan paling berkuasa. Firaun sampai berkata, “Tuhan Mana yang lebih tinggi dari saya ?.” maksudnya dia merasa sebagai Tuhan yang tertinggi.

7. Qorun usaha atas Harta Benda yang gudang hartanya saja, kuncinya harus dibawa dengan empat onta. Dia sampai berkata, ”Harta yang saya dapat ini adalah milik saya saya. Ini adalah hasil jerih payah saya karena kepintaran saya, dan bukan karena pemberian atau pertolongan Allah.”

8. PM Hamman usaha atas karir politik dan jabatan. Usaha PM Hamman ini sebagai politikus adalah bagaimana dia ini bisa tetap berada dalam kekuasaan yang tertinggi.

Semua usaha ini pada akhirnya Allah hancurkan dan Allah binasakan. Walaupun begitu semua usaha yang dilakukan oleh musuh-musuh Nabi ini wujudnya masih ada sampai sekarang. Sudah menjadi fakta bahwa efek dan hasil dari usaha musuh-musuh Nabi ini dapat melalaikan kita dari perintah-perintah Allah. Inilah sebabnya bahwa akhir dari usaha-usaha tersebut berujung pada kebinasaan dan kegagalan dalam kehidupan dunia dan akherat. Hanya ada satu usaha saja yang di ridhoi Allah dan dapat menghasilkan kebahagiaan dan kesuksesan untuk manusia di dunia dan akherat, yaitu usaha Nabi SAW. Selain dari cara itu hanya akan mendatangkan Murka dan Adzab Allah yang ujung-ujungnya adalah penderitaan dan kebinasaan di dunia dan di akherat.

Peradaban manusia ini mundur bukan karena ekonomi, teknologi, politik, militer, kekayaan, atau kekuasaan. Tetapi peradaban manusia ini mundur disebabkan karena manusia sudah meninggalkan Sunnah Nabi SAW. Walaupun itu perkara 1 hari lapar dan 1 hari kenyang, karena ini sunnah. Kini manusia telah mengalami degradasi kehidupan dan peradaban asbab meninggalkan sunnah. Dulu di jaman para sahabat RA asbab mereka memegang teguh sunnah Nabi SAW dengan kuat, maka 2/3 dunia pernah takluk dibawah kaki para sahabat RA. Rahmat dan Pertolongan Allah akan datang dalam kehidupan kita jika kita mau mengamalkan sunnah nabi SAW dengan sempurna. Sedangkan masalah akan datang jika kita sudah meninggalkan sunnah Nabi SAW. Ketika perang Uhud semua pasukan muslim asbab pertolongan Allah mampu memukul mundur musuh pada awalnya karena mengikuti daripada instruksi atau sunnah Nabi SAW. Namun ketika pasukan musuh kembali menyerang ke bukit Uhud pasukan muslim mampu dikalahkan dan dibuat kocar kacir asbab tentara Islam meninggalkan instruksi atau Sunnah daripada Nabi SAW, sehingga pertolongan Allah tidak turun. Inilah penting kita menjaga sunnah dalam kehidupan kita agar pertolongan Allah turun kepada kita.

Jadi Islam ini jaya bukan karena Teknologi, Ekonomi, Militer, Ilmu Pengetahuan, Kekuasaan, dan Kekayaan. Tetapi Islam ini jaya karena pertolongan Allah. Seperti :

1. Di perang Badr kaum muslimin yang jumlahnya hanya 313 orang terdiri dari orang tua, anak-anak, sedikit yang muda dengan persenjataannya yang sangat minim dengan modal beberapa kuda dan ada yang menggunakan senjata dari hanya sebatang ranting. Tetapi asbab adanya pertolongan Allah, kaum muslimin mampu mengalahkan pasukan musuh yang berjumlah 1000 orang lebih memakai kuda yang tangguh, pendekar-pendekar perang yang ahli, persenjataan yang lengkap, dan dengan kekuatan yang lebih besar. Jika pertolongan Allah sudah turun siapa yang mampu mengalahkan Islam. Semua musuh Islam gentar pada sahabat ketika itu bukan karena jumlah atau persenjataan perang, tetapi asbab kekuatan dibelakang yang menjaga para sahabat RA, yaitu kekuatan Allah.

2. Ketika Saad RA hendak menyerang Persia ketika itu pasukan Islam terhalangi oleh Sungai besar yang deras airnya dan dalam ketinggiannya. Namun sudah menjadi tradisi para sahabat setiap ada masalah langsung minta pada Allah maka seketika itu pula masalah selesai. Asbab do’a sahabat ini pasukan yang jumlahnya ± 10.000 orang mampu berjalan diatas permukaan air sungai tanpa air menyentuh telapak kaki kuda. Inilah pertolongan Allah yang hadir bersama sahabat. Pasukan Persia yang jumlahnya 200.000 orang ketika itu jauh lebih banyak 20 kali lipat akhirnya lari tunggang langgang ketakutan.

3. Ketika utusan Persia datang ke Cina untuk meminta bantuan kepada kaisar cina mengalahkan pasukan Muslim ketika itu, Kaisar Cina memerintahkan mata-matanya memantau pasukan muslim. Lalu setelah memantau pasukan muslim beberapa lama, akhirnya mata-mata Raja cina kembali dan membuat laporan kepada sang Raja. Apa kata mata-mata kaisar itu bahwa disiang hari pasukan muslim ini saling berkasih sayang satu hati dan di malam hari mereka beribadah kepada tuhannya seperti pendeta terjaga semalam suntuk. Lalu apa jawab kaisar cina kepada utusan Persia : “Walaupun aku kumpulkan tentara yang panjangnya dari dari Persia sampai ke Cina ujungnya, maka kalian tidak akan mampu mengalahkan mereka !”

Inilah kehebatan Islam yang menyebabkan musuh-musuh Islam gentar menghadapi pasukan Islam ketika itu. Padahal kaum muslimin dari segi teknologi, ekonomi, kekuasaan, kekuatan militer, dan kekayaannya jauh kalah dibandingkan bangsa-bangsa besar yang menjadi musuh mereka yaitu Persia dan Romawi. Namun asbab adanya pertolongan dari Allah, bangsa besar seperti Persia dan Romawi tidak mampu menaklukkan kaum muslimin yang dari segi keduniaan sangat terbelakang. Mengapa pertolongan Allah turun di jaman Sahabat tetapi tidak di jaman kita. Padahal Allahnya masih sama, Nabinya masih sama, Kitabnya masih sama, Kiblatnya masih sama, tetapi mengapa para sahabat hidup dalam kemuliaan dan kita hidup dalam kehinaan. Ini karena para sahabat mengamalkan agama secara sempurna sehingga pertolongan Allah ada bersama mereka. Sedangkan kita demi kepentingan dunia kita tinggalkan perintah Allah sehingga hidup kita saat ini dilanda banyak masalah.

Bagaimana cara mendatangkan pertolongan Allah yaitu dengan mengamalkan amal-amal agama dengan sempurna. Hanya dengan amal-amal agama, Islam akan kembali jaya sebagaimana jayanya Islam dijaman Nabi SAW dan para Sahabat RA.

Sekarang masalahnya bagaimana kita bisa membawa umat untuk mampu mengamalkan agama secara sempurna yaitu tidak lain dengan Dakwah. Hanya dengan dakwah agama akan tersebar, Iman akan terperbaiki, Akhlaq manusia akan bagus, Umat akan bersatu, Amal Ibadah akan meningkat, Do’a akan didengar, baru pertolongan Allah akan turun. Imam Malik bilang, “Tidak ada cara lain memperbaiki umat pada kurun waktu sekarang selain menggunakan cara pada masa kurun waktu awal.” Apa itu cara yang digunakan untuk memperbaiki umat pada masa kurun waktu awal, yaitu dengan Dakwah.

Tuesday, November 17, 2009

Anis, Harben dan Amsol


Sebuah keluarga terdiri dari suami istri dan tiga orang anak. Anak pertama bernama “Anis”. Anak kedua “Harben” dan anak ketiga “Amsol”. Anis dan Harben begitu disayang oleh Bapaknya sementara Amsol tidak pernah diperhatikan bahkan terkesan tidak diurus oleh bapaknya. Si bapak begitu membangga-banggakan Anis dan Harben, memanjakannya dan mencurahkan seluruh kasih sayang untuk mengurusnya. Lain halnya perlakuan kepada Amsol, dipinggirkan dan tidak diperdulikan.
Satu waktu si Bapak mengalami sakit parah yang mengharuskan ia dirawat di rumah sakit. Maka ia berpesan kepada ketga anaknya untuk bersedia merawat dan mengurusnya selama ia sakit dan terbaring di rumah sakit. Namun sayang, Anis dan Harben malah menolak untuk mengurus bahkan walau hanya sekedar menemani si Bapak. Lain halnya dengan Amsol, meskipun selama hidupnya bersama si Bapak kurang diperhatikan bahkan terkesan di anaktirikan malah kini yang rajin menemani dan mengurus segala keperluan Bapaknya selama sakit.
Sakit si Bapak tak kunjung sembuh bahkan semakin parah. Si Bapak sudah punya firasat bahwa hidupnya di dunia ini tidak akan lama lagi. Maka dikumpulkanlah ketiga anaknya. Si Bapak berkata kepada ketiga anaknya, “Wahai anak-anakku, sepertinya hidup Bapak tidak akan lama lagi, Bapak akan mati. Bersediakah kalian mengurus jenasah Bapak jika bapak meninggal nanti ? Maukah kalian menemani Bapak sampai jenasah Bapak dibaringkan di dalam kubur ?”
Anis dan Harben menyatakan keengganannya, sedangkan Amsol dengan menggangguk menandakan kesanggupannya. Mendengar jawaban anaknya Anis dan Harben, Bapaknya sangat kecewa. Anaknya yang selama ini dibangga-banggakan, dimanja sampai-sampai lupa mengurus anaknya yang ketiga Amsol, kini saat kematiannya justru tidak mau membantu dan menemaninya. Sedangkan anaknya yang ketiga, Amsol yang selama ini ditelantarkannya malah bersedia menemaninya walaupun harus menemani ke dalam kubur Bapaknya.
“Anis” adalah “Anak Istri” yang hanya menangisi kepergian kita sampai di atas pusara setelah itu mereka akan pulang dan melupakan kita lagi. “Harben” adalah “Harta Benda” yang membuat manusia tersifati oleh sifat-sifat binatang buas untuk mencarinya. Segala cara ditempuh demi mendapatkannya, tak peduli caranya maksiat, tidak halal dan sikut sana sikut sini. Tapi ketika kita meninggal dunia ia hanya mengantarkan jenasah kita sampai di pintu, setelah itu ia berpindah tangan kepada pemiliknya yang lain. “Amsol” adalah “Amal Shaleh” yang setia mengikuti kita dari mulai kehidupan dunia sampai kehidupan kubur kita. Padahal selama ini amal shaleh itu kita telantarkan, tidak diusahakan bahkan disepelekan. Tapi ternyata amal shaleh inilah yang setia menemani dan membantu menyelamatkan kehidupan kubur kita.

Amalan Rasulullah saw ketika terjadi awan gelap dan angin topan.


Aisyah r.ha berkata, “Apabila terjadi mendung, awan hitam dan angin kencang, wajah Nabi saw yang biasa memancarkan nur, akan terlihat pucat karena takut kepada Allah. Beliau keluar masuk masjid dalam keadaan gelisah sambil terus menerus membaca doa :
“Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada-Mu kebaikan angin ini dan kebaikan yang berada di dalamnya, dan kebaikan yang Engkau kirim dengannya. Dan saya berlindung kepada-Mu dari kejahatan angin ini dan kejahatan yang berada di dalamnya dan kejahatan yang Engkau kirim dengannya.”

Aisyah r.ha bercerita lagi: Apabila hujan mulai turun, maka wajah Rasulullah saw akan menjadi tidak ceria. Aku bertanya kepada beliau, “Ya Rasulullah, apabila terjadi awan mendung semua orang merasa gembira karena menandakan hujan akan turun, tetapi mengapa engkau justru terlihat ketakutan ?” Rasulullah saw menjawab, “Wahai Aisyah, bagaimana aku dapat meyakini bahwa angin kencang dan awan mendung itu akan mendatangkan azab Allah ? Kaum ‘Ad telah dibinasakan oleh angin topan. Ketika mereka melihat awan mendung, mereka merasa gembira karena mengira akan segera turun hujan. Padahal bukan hujan yang turun, melainkan azab Allah untuk membinasakan mereka.

Allah SWT berfirman:
“Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, maka mereka berkata, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.” Bukan, bahkan itulah azab yang kamu minta supaya disegerakan yaitu angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak kelihatan lagi kecuali bekas-bekas tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami berikan balasan kepada kaum yang berdosa.”
(QS. Al Ahqaf:24-25)
Hikmah: Inilah keadaan rasa takut kepada Allah Swt yang di contohkan oleh Sayyidul Awwaliin Wal aakhirin Rasulullah saw. Hal ini dapat diketahui melalui kisah-kisah beliau. Allah Swt telah berjanji dalam firman-Nya bahwa Dia tidak akan menyiksa suatu kaum selama Nabi saw tetap berada di dalamnya. Namun walaupun demikian, Rasulullah saw tetap merasa takut kepada Allah Swt. Jika terjadi awan mendung atau angin topan, beliau teringat kaum-kaum terdahulu yang telah di azab oleh Allah Swt. Ini adalah teladan bagi kita. Marilah kita melihat diri kita yang bergelimang dosa, kita tidak pernah merasa takut apabila terjadi banjir, gempa bumi, dan sebagainya. Hanya sedikit manusia yang menyibukkan diri dengan beristigfar dan bertaubat kepada Allah Swt serta mengerjakan shalat. Sedangkan sebagian besar lainnya masih tetap dengan kelalaian mereka.

Amal yang mendatangkan Cinta


Sekarang pertanyaannya Amal manakah yang bisa mendatangkan kecintaan Allah pada diri kita ? yaitu amal yang dilakukan atas dasar kasih sayang inilah yang bisa menyebabkan cinta Allah pada hambanya. Islam ini adalah agama yang kasih sayang. Di dalam Al Qur’anpun banyak ayat yang memerintahkan kita untuk berbuat baik dan menyayangi fakir miskin, anak yatim, musafir, janda, dan manusia yang lainnya.

Nabi SAW bersabda mahfum :

“Tidak akan masuk surga kalian sebelum kalian beriman. Belum beriman kalian sebelum kalian menyayangi orang lain sebagaimana kalian menyayangi diri sendiri.”

Kisah Sahabat :

Sahabat menjamu Tamu Nabi SAW padahal dirumahnya hanya ada makanan tinggal buat anak-anaknya. Lalu Sahabat memerintahkan isterinya untuk menidurkan anaknya dan menyediakan makanan untuk tamu Nabi SAW. Lalu dia perintah isterinya untuk mematikan lilin lalu pura-pura membetulkan lilin, sementara dia pura-pura mengunyah makanan sehingga dikira tamunya ia ikut makan. Asbab perbuatan sahabat ini turun ayat dari Allah untuk mengenang perbuatan Sahabat yang Iqrom kepada tamu Nabi SAW, sampai hari kiamat. Sehingga ke esokan harinya Nabi SAW memanggil sahabat tersebut karena Allah ridho pada perbuatannya kemarin kepada tamunya.

Kisah-kisah :

Di jaman Musa AS ada seseorang yang merindukan saudaranya yang tinggal di tempat lain. Sangking rindunya dia maka dia berniat untuk mengunjungi saudaranya itu. Ketika dia pergi dari rumahnya untuk mengunjungi saudaranya Allah memerintahkan malaikat untuk mencegatnya dan menanyakan niat orang itu mengunjungi saudaranya ( kunjungan banyak sebabnya : karena bisnis, karena jabatan, karena hutang, dll. ). Setelah dicegat oleh Malaikat yang menyamar sebagai manusia, Malaikat itu bertanya, “Hendak kemana engkau pergi wahai pemuda ?” si pemuda tadi menjawab, “Aku rindu ingin bertemu dengan saudaraku karena Allah.” Lalu Malaikat itu bertanya lagi, “Betulkah kamu merindukan saudaramu itu karena Allah ?” pemuda itu menjawab, “Iya betul.” Maka malaikat itu berkata, “Wahai pemuda sesungguhnya aku ini adalah malaikat yang diutus Allah untuk menanyakan perkara ini kepadamu, jadi dengarkanlah bahwa sesunguhnya Allah merindukanmu sebagaimana kamu merindukan saudaramu.”

Dalam suatu riwayat dikatakan :

“Barangsiapa yang menyayangi yang ada di bumi maka yang di langit akan sayang kepadanya”

Bekal Akherat cuman hanya ada 2 saja :

1. Cinta pada Allah
2. Menyayangi Mahluk

Allah berfirman dalam Hadits Qudsi :

“Haqqat Mahabatti ( Wajib Aku mencintai ) “ :

1. Lil Mutahabbina Fiya : Orang yang saling mencintai karena Aku

Hadits Nabi SAW Mahfum :

“Barangsiapa yang mencintai seseorang karena Allah Ta’ala, menghormati RabbNya, maka dia akan mampu memperoleh keagungan dan RahmatNya.” ( HR. Ahmad )

2. Lil Mutawassilina Fiya : Orang yang menghubungkan sillaturahmi karena Aku

Hadits Nabi SAW Mahfum :

“Ya Uqbah, maukah kamu aku beritahukan tentang akhlaq penghuni dunia dan akherat yang paling utama ?” Yaitu : “Menghubungi orang yang memutuskan hubungan denganmu…” ( HR Al Hakim )


3. Lil Muttanashihiina Fiya : Orang yang saling nasehat menasehati pada jalanKu

Hadits Nabi SAW Mahfum :

“Sesungguhnya agama itu adalah nasehat.” Sahabat bertanya,”Bagi siapa ya Rasullullah SAW ?” Nabi SAW menjawab, “Bagi Allah, bagi kitabNya, bagi RasulNya dan bagi ummat muslim.” ( HR Nasai )

4. Lil Mutazawirina Fiya : Orang yang saling menziarahi karena Aku

Hadits Nabi SAW Mahfum :

“Mereka akan duduk dalam mimbar-mimbar bercahaya disaat orang-orang ketika itu sedang mengalami kesusahan yang hebat padahal mereka bukan dari golongan para Nabi ataupun syuhada.” Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka itu ya Rasullullah SAW ?” Nabi SAW menjawab, “Mereka yang bertemu dan berpisah semata-mata karena Allah Ta’ala.” ( HR Ahmad )

5. Lil Mutabaazilina Fiya : Orang yang saling memberi pada jalanKu karenaKu

Hadits Nabi SAW :

“Adakah kamu mencintai Surga ?” sahabat menjawab,”Ya Rasullullah SAW.” Nabi SAW bersabda, “Senangkanlah saudaramu dengan apa yang engkau sukai bagi dirimu.”
( HR Ahmad )

6. Al Mutahabuna Fiyya : Orang-orang yang saling berkasih sayang pada JalanKu

Hadits Nabi SAW :

“Orang-orang yang saling berkasih-sayang keagunganKu, akan berada di dalam naungan bayangan ArasyKu pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naunganKu.”
( HR. Ahmad & Thabrani )

• Note : Semua perkara-perkara ini yang menyebabkan Allah cinta pada hambanya terdapat dalam amalan Dakwah ini. Apa itu Dakwah ? yaitu mengajak manusia cinta pada Allah dan Allah cinta pada manusia.

Kisah Nabi Daud AS :

Nabi Daud AS pernah bertanya kepada Allah : “ Ya Allah bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan cintamu ?” Lalu Allah SWT menjawab : “Ajaklah orang-orang untuk mencintaiku, maka aku akan cinta kepadamu.”

Tanda-tanda Allah cinta pada hambanya :

1. Diberikan kefahaman Agama
2. Disibukkan dalam amal-amal agama
3. Dilindungi dari Maksiat
4. Diberi kekuatan untuk lolos dari ujian dan cobaan-cobaan yang banyak

3 Amal yang Allah paling sukai :

1. Sholat berjamaah pada waktunya : Ibadah
2. Berbakti pada orang tua : Akhlaq
3. Berjihad di jalan Allah : Pengorbanan

Abu Bakar RA berkata orang yang menyembah Allah ada 3 bentuk :

1. Menyembah karena Rasa Takut kepada Allah Ta’ala
Ciri-cirinya : Tawadhu, selalu merasa kurang dalam beramal, selalu merasa banyak dosa

2. Menyembah karena mengharapkan RahmatNya
Ciri-cirinya : Dermawan, selalu Husnudzon, selalu menjaga Adab

3. Menyembah karena Cinta kepadaNya.
Ciri-cirinya : Pengorbanan, Ikhlas, Dzikir, Mujahaddah atas Nafsu, Syukur dan Malu

Sebaik-baiknya cinta pada Allah itu adalah :

1. Mencintai yang Allah cintai, membenci yang Allah benci
2. Mencintai orang yang Allah cintai dan membenci orang yang Allah benci
3. Cinta karena Allah dan Benci karena Allah.
4. Beramal dan tidak beramal karena Allah.

Thursday, November 12, 2009

Mudzakaroh


Assalamu alaikum Wr Wb.
Alhamdulillah, Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam kita panjatkankan kepada Nabi Muhammad Saw beserta keluarganya yang mulia dan para sahabat yang agung, juga kepada pengikutnya yang setia hingga akhir zaman, bahwasanya kita semuanya masih diberikan kesehatan dan kesempatan pada hari ini untuk sama-sama melaksanakan perintah-Nya dan beribadah kepada Allah SWT.
Hubungan kita dengan Allah Ta’ala hanya dapat dilakukan dalam Agama. Agama adalah hal-hal yang diinginkan Allah Ta’ala pada diri manusia dalam setiap waktu, tempat, dan keadaan. Sholat adalah fondasi Agama. Sholat adalah sarana latihan dari Allah Ta’ala untuk kita agar dapat memenuhi keinginan Allah Ta’ala terhadap diri kita pada saat tersebut.

Dengan Dakwah maka kita dapat mewujudkan Agama dalam diri kita. Target dari dakwah adalah membuat sifat dan membentuk Iman dalam diri kita. Sebagaimana sahabat mendapat sifat dan Iman melalui dakwah yang penuh pengorbanan, sehingga Iman dan sifat Mereka terbentuk sesuai dengan yang Allah Ta’ala inginkan. 13 tahun sahabat berdakwah atas perkara Iman saja, sebelum syariat diturunkan. Pengorbanan yang mereka lakukan membuat Iman mereka kuat. Sehingga setiap perintah yang turun dapat dengan mudah dilaksanakan oleh sahabat.

Bagaimana seorang Da’i harus mempunyai sifat sabar seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW dan sahabat. Para sahabat disiksa hanya untuk mempertahankan Iman. Bilal RA dipanggang dan ditiban batu yang melebihi bobot badannya ditengah terik panas matahari namun Imannya tidak goyang. Kabab RA dipanggang punggungnya di atas bara namun Imannya tidak goyah. Ammar RA disiksa dengan ayah ibunya dipasir yang panas sehingga orang tuanya Syahid. Namun demi yang namanya Iman mereka bersabar atas penderitaan. Inilah kesabaran Da’i dalam memperjuangkan Agama.

Begitu pula penderitaan yang dialami Nabi SAW semenjak kecil. Ketika lahir ayahnya telah tiada. Rasulullah SAW hanya merasakan kasih sayang seorang ibu dalam 2 bulan saja. Ketika itu Nabi SAW harus sabar menyaksikan ibunya meninggal didepan mata beliau ketika beliau masih anak-anak. Baru merasakan sedikit kebahagiaan dengan kakeknya, Rasulullah SAW harus bersabar melihat kakeknya meninggal hanya dalam waktu kurang dari setahiun. Tarbiyah demi tarbiyah Allah berikan kepada Nabi SAW supaya siap menerima tanggung jawab kenabian. Tarbiyah yang Allah berikan kepada Nabi SAW ini telah membentuk sifat dalam diri Nabi SAW.

Ketika beliau berdakwah, orang-orang yang memberikan beliau gelar Al-Amin, orang yang sama berbalik menghina beliau dengan panggilan Al Majnun (orang gila). Kehidupan beliau diboikot sehingga beliau berhari-hari dengan istrinya tidak makan apapun selain biji korma dan air putih. Selama 3 bulan dapur nabi SAW tidak mengeluarkan asap. Di saat penting-pentingnya Dakwah Rasulullah SAW di Mekkah berturut-turut Rasulullah SAW harus kehilangan 2 orang yang dicintai dan mendukungnya dalam Dakwah yaitu istrinya, Khadijah R.ha, yang selalu menghiburnya ketika sedih dan pamannya Abu Thalib yang selalu membelanya dari siksaan orang quraisy. Setiap hari orang kafir Mekkah menghina beliau dan melempari beliau dengan kotoran binatang, sehingga anaknya Fatimah menangis melihat penderitaan Ayahnya.

Belum lagi ketika beliau ke Thaif dengan penuh harapan penduduk Thaif mau memeluk Islam, ternyata yang diterimanya adalah siksaan. Rasululllah SAW dihina dan dilemparkan batu, sampai keluar kotapun masih dihajar. Darah segar Rasullullah SAW berceceran banyak sekali. Disinilah Rasulullah SAW berdoa yang doanya menggetarkan hati seluruh penduduk langit. Ketika itu seluruh penduduk langit murka dan Allah Ta’ala telah memerintahkan malaikat untuk siap menerima perintah apapun dari Nabi SAW untuk menghancurkan Thaif. Tetapi apa yang dikatakan Nabi SAW menjawab kesediaan para malaikat yaitu “Bukan ini yang aku mau, aku berdoa karena kelemahanku dalam berdakwah, karena ketidak mampuanku dalam menyampaikan “. Lalu Nabi SAW malah mendoakan kebaikan untuk para penduduk Thaif agar suatu saat nanti mereka mau memeluk Islam. Inilah kesabaran Rasullullah SAW dalam menghadapi cobaan. Ketika semua malaikat telah siap untuk menghancurkan Thaif yang telah menyiksa beliau, tetapi beliau malah mendoakan kebaikan buat mereka yang telah menyiksa beliau SAW.

Tidaklah mudah bagi sahabat menahan kesabaran mereka ketika melihat Rasulullah SAW dihina dan disiksa, mengingat sahabat dahulu adalah seorang yang pemberani dan pendekar-pendekar perang. Ketika Hamzah RA mendengar Rasulullah SAW ditimpuki kotoran oleh Abu Jahal, beliau RA langsung menyampiri Abu Jahal dan memukulnya hingga jatuh dan berdarah, didepan para petinggi quraisy pada waktu itu. Inilah keberanian sahabat. Namun Rasulullah SAW tidak pernah menyuruh mereka mambalas atau menyatakan perang tetapi beliau malah menyuruh mereka bersabar atas orang kafir quraisy. Para sahabat rela bersabar diatas segala penderitaan demi Agama Allah. Mereka disiksa, keluarga mereka dibunuh, dihina dan dicaci maki, tetapi apa yang nabi anjurkan kepada mereka, yaitu bersabar. Sabar ini adalah amalan yang dapat memancing rahmat dan kasih sayang Allah kepada mereka.

Allah Ta’ala menguji kesabaran para sahabat ketika susah dan sempit yaitu ketika di Mekkah, dan Allah Ta’ala menguji mereka ketika senang dan lapang ketika di Madinah. Ketika perjanjian Hudaiybiyah, para sahabat ditest kehormatannya oleh Allah Ta’ala, sejauh mana mereka siap mengorbankan kehormatan mereka untuk Agama. Ketika perjanjian Hudaibiyah, saat itu para sahabat RA sudah dalam posisi siap tempur, tetapi ditolak oleh Rasulullah SAW. Bahkan Rasullullah SAW menerima tawaran kafir quraisy yang tidak seimbang dan merugikan posisi umat Islam pada waktu itu. Hal ni membuat harga diri para sahabat ketika itu tercabik-cabik. Namun karena ini sudah menjadi keputusan Rasulullah SAW, maka mereka harus taat. Inilah kesabaran sahabat ketika mereka telah telah diujung kesabaran mereka untuk menggempur kafir quraisy, mereka masih tetap taat kepada Nabi SAW. Tetapi kejadian ini diabadikan oleh Allah Ta’ala dalam AL-Quran sebagai kemenangan umat Islam, walaupun para sahabat mengalami kekecewaan.

Bagaimana diceritakan ketika penaklukan kota Mekkah, orang kafir quraisy ketakutan melihat kekuatan umat Islam terutama Abu Sofyan, Jendral orang quraisy yang ikut diberbagai pertempuran melawan umat Islam, Hindun yang memakan hati paman Nabi, semua orang yang pernah menyiksa sahabat orang yang sama ketika itu sangat ketakutan. Namun apa yang terjadi, ketika Nabi berbicara di depan ka’bah, ”tahukah kalian apa yang akan aku lakukan kepada kalian?” mereka menjawab dengan ketakutan, “tidak ya Rasulullah” Rasulullah SAW bersabda, “Aku akan membebaskan kalian sebagaimana saudaraku Yusuf AS membebaskan saudara-saudaranya.” Inilah yang dlakukan Rasulullah SAW kepada orang yang sama yang telah menyiksa beliau SAW dan para sahabatnya.

Inilah kesabaran yang harus dipunyai seorang Da’i, sedangkan hari ini kita sudah merasa kehilangan kesabaran terhadap jamaah, terhadap penduduk lokal. Bagaimana kita bisa menjadi Da’i seperti mereka jika kita tidak mempunyai kesabaran seperti yang mereka miliki. Para sahabat juga dihina ketika sedang berdakwah, tetapi mereka bisa bersabar diri. Keadaan kita dibandingkan para sahabat sangatlah jauh berbeda. Karena pengorbanan yang mereka lakukan dalam berdakwah berbeda dengan kita, sehingga tingkat kesabaran yang kita punya juga berbeda dengan mereka. Asbab kesabaran dan pengorbanan mereka, hidayah tersebar. Masalah sahabat dibandingkan dengan masalah yang kita hadapi sangatlah tidak sebanding, karena kita tidak melalui penyiksaan-penyiksaan, pembunuan terhadap orang yang kita cintai,ditimpuki, dll. Untuk itu penting kita keluar di jalan Allah untuk melatih diri kita dan mendapatkan sifat para sahabat. Dengan tarbiyat yang kita dapati ketika berdakwah, ini dapat membentuk sifat-sifat mulia dalam diri kita. Inilah yang dilakukan para Anbiya AS dan para sahabat dalam menjalankan usaha atas agama, “The Efforts of Deen”, atau Dakwah. Mereka harus melakukan total pengorbanan sebagai bukti kecintaan mereka kepada Allah Ta’ala.

Ibrahim AS baru bisa mempunyai anak ketika beliau berumur 98 tahun. Ketika itu beliau diuji 2 kali oleh Allah Ta’ala. Pertama ketika beliau harus meninggalkan anak yang baru ia punya dan yang ia dambakan, dan istrinya dipadang pasir. Disini terlihat bahwa Allah hendak menguji Ibrahim AS dengan perintahNya, agar Ibrahim AS ini hatinya senantiasa terpaut pada Allah. Hari ini seseorang yang pulang kerja saja tidak sabar buru-buru pulang ingin bertemu dengan anak dan istrinya, tetapi lihat Ibrahim AS malah diperintahkan untuk meninggalkan anak dan istrinya. Dengan penuh kesedihan dan kesabaran dalam menjalankan perintahNya, Ibrahim AS tinggalkan anak dan istrinya di padang pasir. Demi menjalankan perintah Allah, keluargapun Ibrahim AS rela mengorbankannya. Ibrahim AS di test kesabaran dan keyakinannya oleh Allah untuk meninggalkan anak dan istrinya di padang pasir.

Setelah Siti Hajar mengetahui bahwa itu adalah perintah Allah maka dia pun Ridho di tinggal Ibrahim AS ditengah padang pasir. Inilah keyakinan siti hajar dan ketaatannya terhadap perintah Allah. Hari ini orang jika melihat suami meninggalkan anak dan istri untuk mendekatkan diri kepada Allah, orang-orang sudah mencapnya sebagai orang yang tidak bertanggung jawab. Jika suami pergi untuk mencari keduniaan di anggap sebagai orang yang penuh tanggung jawab. Inilah kesalah fahaman kita hari ini, dikira kita yang menghidupkan keluarga kita. Orang yang mau berkorban untuk agama di jelekkan dan orang yang buat usaha atas dunia di muliakan.

Allah telah buktikan bahwa Allah tidak perlu Ibrahim AS, Uang, atau Mahluk apapun dalam memelihara Siti Hajar dan Ismail AS dipadang pasir yang tandus. Allahlah yang memelihara segala-galanya, mahluk tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat tanpa seizin Allah. Asbab keyakinan dan ketaatan Ibrahim AS dan keluarganya yaitu Siti Hajar dan Ismail AS, Allah telah buat Mekkah daerah yang tandus dan tidak ada manusia yang mau datang menjadi daerah yang berkah keluar air zam zam dan ramai pengunjung. Setelah beberapa lama tidak bertemu, Ibrahim AS Allah izinkan untuk bertemu dengan siti hajar dan Ismail AS, dengan syarat tidak boleh turun dari kudanya dan tidak boleh berbicara. Setelah itu Ibrahim AS harus balik lagi ke Palestina tempat dia harus berdakwah. Hari jika kita diposisi nabi Ibrahim AS, sudah lama di jalan Allah rindu pada keluarga, sekalinya bertemu tidak boleh turun dari kuda, tidak boleh memeluknya, dan tidak boleh berbicara. Inilah kesabaran seorang Nabi dan seorang Da’inya Allah. Setelah lolos dari ujian ini baru Allah izinkan Ibrahim AS berkumpul dengan Siti Hajar dan Ismail AS.

Ujian kedua, ketika Ibrahim AS lagi senang-senangnya bermain bersama Ismail AS, turun perintah untuk menyembelih Ismail AS. Inilah pengorbanan Nabi Ibrahim AS dalam membuktikan kecintaannya terhadap Allah Ta’ala, bahwa tidak ada yang lebih besar dari Allah di hatinya. Ini adalah ujian dari Allah untuk membuktikan bahwa hati Ibrahim AS tidak mendua kepada Allah dan kepada selain Allah walaupun itu keluarga. Ketaatan kepada Allah Ta’ala bagi Ibrahim AS lebih berharga dibanding keluarganya. Inilah kesiapan dan kesabaran seorang Nabi dan seorang da’i dalam menjalankan perintah Allah.

Begitupula kepada siti hajar dan Ismail AS ketika mendapatkan perintah ini. Nabi Ibrahim dan Ismail AS digoda setan dengan perkataan, “Wahai Ibrahim ini adalah anakmu bagaimana kamu bisa membunuh darah dagingmu sendiri, apakah kamu tega.” Mendengar godaan dari setan ini maka Ismail AS mengusir setan itu dengan melemparkan batu. Lalu Ismail AS berkata kepada ayahnya, ”wahai ayah jika ini perintah Allah jalankanlah, saya ikhlas menerimanya.” Begitu juga Siti Hajar yang di goda oleh setan yang mengatakan bahwa saat ini Ibrahim AS akan membunuh anaknya. Siti Hajar terperanjat kaget saekan-akan tidak percaya. Lalu Siti Hajar bertanya, “Apakah ini adalah perintah dari Allah ?” si setan menjawab,”benar.” Mendengar ini siti hajar menimpuk setan itu dengan batu dan berkata, “Kalau begitu kamu ini setan, masa Ibrahim AS harus melanggar perintah tuhannya.” Inilah keyakinan dan kesabaran keluarganya seorang Nabi dan Da’inya Allah dalam menjalankan perintah Allah. Ini berlaku bagi siapa saja yang siap berkorban di jalan Allah maka nanti Allah akan buat keluarganya mempunyai keyakinan dan ketaatan seperti keluarganya Ibrahim AS.

Keadaan ini tidak hanya Allah berikan kepada Nabi Ibrahim AS tetapi juga kepada para sahabat RA seperti Abu Bakar RA. Asbab pengorbanan Abu Bakar RA, anak-anaknyapun mempunyai keyakinan yang sama seperti ayahnya. Suatu ketika Abu Bakar hendak keluar di jalan Allah, ia telah korbankan seluruh hartanya untuk digunakan di jalan Allah. Lalu Nabi SAW bertanya apa yang telah kamu tinggalkan untuk rumahmu, dia menjawab, “Saya tinggalkan Allah dan RasulNya.” Ketika ayah Abu Bakar RA yang buta dan masih dalam keadaan Kafir berkunjung kerumahnya Abu Bakar, dia berkata dengan nada marah kepada cucunya, “Pasti Abu Bakar telah meninggalkan kalian pergi tanpa meninggalkan apapun.” Lalu Siti Aisyah R.ha beserta adiknya Asma R.ha membimbing kakeknya ke arah meja dan berkata, “Tidak kakek, ayah telah meninggalkan kita batu emas ini.” Seraya membimbing tangan kakeknya ke meja memegang batu yang dikira emas oleh kakekanya. Inilah keyakinan yang ditanamkan Allah kedalam anaknya Abu Bakar RA, sehingga mereka rela ditinggalkan oleh ayahnya tanpa ditinggali apapun.

Nusroh, pertolongan, Allah Ta’ala akan datang kepda orang yang sudah melakukan pengorbanan seperti sahabat, yaitu total pengorbanan. Suatu ketika anak laki-laki Abu Bakar berkata kepada ayahnya, “wahai Ayah, ketika perang Badr, saya mempunyai kesempatan 3 kali untuk membunuhmu, tetapi setiap saya hendak melakukannya, rasa cintaku kepadamu menghalangiku untuk melakukannya “. Lalu Abu Bakar menjawab, ”wahai anakku, jika saat itu aku mendapatkan kesempatan untuk memenggal kepalamu, pasti aku akan melakukannya tanpa ragu-ragu karena aku lebih mencintai Allah Ta’ala dan RasulNya daripada kamu.”

Inilah cinta sahabat RA terhadap Allah Ta’ala, dan inilah kecintaan yang Allah Ta’ala mau, tidak mendua kepada yang lain. Seorang sahabat ditanya oleh Rasulullah.”Apakah yang akan engkau lakukan jika engkau malihat istri engkau berduaan dengan lelaki lain dalam kamarmu.” Sahabat menjawab, “Akan saya penggal leher lelaki itu.” Lalu Rasulullah SAW bersabda mahfumnya, ”Saya lebih pencemburu dari kamu, dan Allah lebih pencemburu dari saya. Begitu pula cemburunya Allah Ta’ala terhadap hambanya jika dapatiNya dalam hati hambanya kebesaran mahkluk selain kebesaran Allah Ta’ala”

Ada seorang sahabat yang tidak bisa tidur sebelum melihat wajah Nabi SAW karena sangking cintanya kepada Nabi SAW. Seorang sahabat berkata, “Sebelum aku memeluk Islam tidak ada seorangpun yang kubenci melebihi Muhammad SAW, tetapi setelah aku memeluk Islam tidak ada satu manusiapun yang lebih aku cintai daripada Nabi SAW. Sahabat sangking cintanya kepada nabi SAW rela mengorbankan anak, istri, pekerjaan, jabatan, harta, dan harga diri. Tetapi jika takaza agama dibentangkan maka mereka rela meninggalkan Nabi SAW demi agama. Sebagaimana perpisahan Nabi SAW dengan Muadz yang akan pergi berdakwah ke Yaman. Nabi SAW berkata kepadanya bahwa ini adalah pertemuan mereka yang terakhir, namun Muadz RA tetap melanjutkan perjalanan demi kepentingan agama.

Para sahabat ketika takaza jihad dibentangkan maka mereka langsung meninggalkan segala yang mereka cintai seperti istri yang baru dinikahi pada malam pertama,kebun korma yang siap dipanen, seluruh harta bendanya bahkan kelurganya juga dikirim untuk berjihad. Karena lemahnya iman kita maka kita belum mampu melakukan pengorbanan seperti mereka. Kesalah fahaman yang terjadi saat ini adalah kita menyangka bahwa diri dan harta kita milik kita, padahal semua yang kita miliki dan yang kita lihat adalah milik Allah Ta’ala. Untuk membenarkan kesalah fahaman ini maka kita harus keluar dijalan Allah Ta’ala belajar pengorbanan seperti para Nabi AS dan para sahabat RA.

Bayan Shubuh


Mufti Muhammad Luthfi Al Banjari
Syuro Indonesia, Banjarmasin
Musyawarah Indonesia
Mesjid Jami Kebon Jeruk


Bayan Subuh


Alim Ulama senantiasa mengatakan bahwa kejayaan, kebahagiaan, dan kesuksesan manusia ini ada dalam Iman dan Takwa, bukan dalam kebendaan. Ada suatu kesalah fahaman dalam pemikiran manusia yang telah ditantang oleh Allah Ta’ala. Apa kesalah fahaman manusia tersebut yang di tantang oleh Allah Ta’ala ? dalam sebuah riwayat ada mahfum firman Allah : Adapun manusia apabila di uji oleh RabbNya, diberikan kemuliaan, kedudukan ( jabatan sebagai seorang menteri, gubernur, presiden, dan sebagainya), kemudian diberikan kenikmatan, diberikan kesehatan, kekayaan ( rumah, kendaraan, tempat tinggal, dsb ), sehingga dia berkata “Rabbku telah memuliakan aku” (telah menjayakan aku, telah mensukseskan aku). Sedangkan kalau dia diuji berupa jabatan tidak ada, rizki disempitkan oleh Allah, makan kadang-kadang sekali sehari, kekurangan lagi, tidak ada kenikmatan berupa duniawi tadi, lantas dia berkata, “Rabbku telah menghinakan aku.” Lalu Allah bantah ini dengan “Kalla : Tidak Benar” Ini hanya merupakan pendapat yang salah kalau manusia mengatakan bahwasanya:

1. Allah telah muliakan dan sukseskan manusia kalau mereka sudah mendapatkan kedudukan dan kenikmatan kebendaan

2. Allah telah hinakan dan gagalkan manusia saat kemiskinan telah datang kepada kehidupan dia.

Maka Allah katakan ini “Kalla : Tidak Benar”

Begitu pula ketika manusia mengumpulkan hartanya dan mengira bahwa hartanya tadi akan mengekalkan kehidupan dia, yang akan memberikan kenyaman kepadanya di dunia dan akherat. Maka Allah katakan dalam ayat qur’an ( Surat Al Humazah ) mahfum :

“ Kenapa dia senantiasa mengumpulkan hartanya, dan dia menghitung-hitung terus hartanya tadi, dia mengira bahwasanya hartanya itulah yang akan mengekalkan dia di dalam kehidupan ini.”

Maka Allah katakan ini “Kalla : Tidak Benar”

Jadi harta bukanlah sarana untuk membahagiakan orang atau mengekalkan kebahagiaan tadi dalam kehidupan dunia, Allah katakan “Kalla : itu tidak benar”. Maka siapakah orang yang berbahagia tersebut ? Allah jelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 1-6. Jadi ini Al Qur’an Allah turunkan kepada umat Nabi Muhammad SAW adalah untuk membimbing kehidupan mereka yang bertakwa. Lantas siapa orang yang bertakwa yang akan mendapatkan kebahagiaan tadi ? yaitu orang yang :

1. Hatinya senantiasa beriman kepada yang Ghaib
2. Badannya yang selalu diarahkan untuk melaksanakan segala perintah Allah
3. Hartanya yang senantiasa digunakan sesuai dengan keinginan Allah.
4. Akalnya yang selalu dibawah panduan ilmu para Anbiya AS.
5. Pandangannya senantiasa kepada Akherat


Allah firmankan dalam ayat tersebut mahfum siapa orang yang bertaqwa itu yaitu orang-orang hatinya selalu terpaut pada yang ghaib, bukan pada yang nampak. Lalu Orang yang senantiasa menggunakan seluruh anggota badan dia untuk melaksanakan perintah Allah yang terbesar yaitu Sholat. Sedangkan Harta yang Allah berikan kepada dia digunakan sesuai dengan keinginan Allah. Sedangkan akal fikirannya atau otaknya senantiasa dia letakkan dibawah panduan ilmunya para Nabi. Jadi ilmu yang benar adalah ilmu yang datang dari Allah melalui Anbiya AS. Sedangkan ilmu yang datang daripada manusia ini bukan ilmu namanya, tetapi namanya Funun, Seni atau Teknik. Tidak ada istilah ilmu pertanian, tetapi sebenarnya seni atau teknik pertanian. Ilmu kedokteran, ini sebenarnya tidak ada, yang ada seni atau teknik kedokteran. Semua yang datang selain daripada Allah itu bukan ilmu, yang namanya ilmu dalam pemahaman agama islam itu adalah ilmu yang dibawa oleh para Anbiya AS. Ciri orang bertakwa lagi dalam ayat ini adalah orang yang pandangannya selalu pada akherat. Jadi yang namanya Mustaqbal, atau masa depan orang beriman itu kapan ? bukannya kapan saya kawin ? Nanti punya anak berapa ? Asuransi untuk anak berapa ? ini bukanlah Mustaqbal, tetapi Mustadba. Sedangkan Al Mustadba dalam bahasa arab ini adalah sesuatu yang akan kita tinggalkan. Kalau Mustaqbal ini adalah Masa Depan yang akan datang. Masa depan orang beriman itu tiba ketika kematian itu tiba. Jadi masa depan yang perlu kita fikirkan adalah hari pertama saya masuk kubur itu adalah masa depan. Maka Nabi SAW berkata mahfum bahwa orang yang pinter itu adalah orang-orang yang terus menerus menghitung dirinya. Kalau menurut pandangan otaknya orang yahudi dan nasrani, orang yang pinter itu adalah orang suka menghitung-hitung duitnya, asetnya, dagangannya, ekonominya sehingga semakin kaya. Tetapi kata nabi orang yang pinter bukanlah orang yang seperti ini, tetapi orang yang senantiasa menghitung dirinya, menghitung-hitung kejelekan dirinya, kurangnya amalnya, dosanya, Muhasabah. Kemudian orang yang pinter menurut Nabi adalah orang yang mempersiapkan dirinya untuk masa depan yaitu kehidupan sesudah mati.

Jadi orang yang pintar menurut Agama ini adalah :

1. Orang yang senantiasa Muhasabah atas dirinya
2. Orang yang mempersiapkan dirinya (dengan Iman dan Amal) sebelum mati

Bagiamana persiapannya yaitu dengan memaksimalkan potensi yang dia miliki dalam kehidupan yang sekarang, dia gunakan untuk masa depan, akherat. Dia senantiasa bekerja, berusaha, untuk kehidupan masa depan, yaitu kehidupan sesudah mati. Inilah orang yang pintar menurut Allah dan RasulNya. Jadi konsentrasi kerja dia itu adalah untuk persiapan sebelum mati atau ketika masuk kubur. Sedangkan orang yang bodoh menurut agama itu adalah orang yang hidupnya selalu mengikuti nafsunya saja. Lalu anehnya lagi orang seperti ini, sudah hidupnya hanya mengikuti nafsu, malah berangan-angan untuk masuk surganya Allah. Dikiranya Surga itu hanya dengan nafsu dan angan-angan saja bukan dengan amalan. Padahal Allah sudah telah jelaskan untuk mendapatkan kerjanya Allah harus kerja, yaitu dengan harapan dan usaha yang sungguh-sungguh. Allah berfirman mahfum :

“Innaladzina’amanu walladzina hajaru wa jahadu fissabillillah ula’ikayarju Rahmatallah…”

Jadi orang-orang yang dikatakan “Yarju Rahmatallah” betul-betul mengharapkan Rahmat Allah itu siapa ? bukan orang yang mengkhayal dalam kehidupan, bukan orang yang tidur dan malas dalam kehidupan, tidak bukan itu. Jadi siapa ? yaitu sesungguhnya mereka adalah orang yang beriman. Imannya diapakan ? bukannya ditinggal ditempat, diam saja, tetapi dibawa hijrah. Hijrahnya bukan untuk keduniaan atau untuk meningkatkan kebendaan, tetapi hijrahnya untuk memperjuangkan agama Allah. Inilah orang-orang yang dikatakan sebagai “Ulaika Yarju Rahmatallah” yaitu orang-orang yang betul-betul mengharapkan Rahmat Allah. Maka Nabi SAW katakan mahfum : “Saya tidak pernah melihat orang yang mengejar Surga ini tidur dan saya tidak pernah melihat orang yang lari dari Neraka ini tidur” .

Dicontohkan seperti :

Contoh I :

“seseorang yang letih karena pagi dia mengajar, siang dia mengojek, malam dia satpam, sehingga ketika selesai tugas sampai dirumah dia hendak tidur dikamar rumahnya tiba-tiba ada api menyala sehingga dia teriak-teriak api, terbelalak tidak bisa tidur. Ia terkaget sehingga hilang rasa ngantuknya, karena ada rasa panik takut terkena oleh sengatan api. Padahal sebelumnya dia dalam keadaan super letih dan tidak bertenaga. Namun ini hanya dengan api dunia saja, dia bisa ketakutan, panik, sehingga menghilangkan rasa ngantuk. Bagaimana jika dia mengetahui Panasnya dan Penderitaannya terkena siksa api neraka.”

Contoh II :

“Seorang suami yang baru menikah muda datang dalam keadaan super letih dari kerja, sampai dirumah istrinya menyambut dalam keadaan sudah bersolek, makanan dan kopi sudah tersedia, lalu dipijitin. Maka si suami ini melihat keadaan seperti ini langsung bangkit gairahnya sehingga hilang rasa ngantuk dan letihnya. Ini baru kenikmatan dunia bagaimana kenikmatan di surganya Allah.”

Jadi betul itu kata Nabi bahwasanya beliau tidak pernah melihat orang yang mengejar surga ini dan orang yang lari dari neraka ini mengantuk, atau tidur. Allah ceritakan di dalam Al Qur’an bahwa ciri orang yang mewarisi surga ini tidur juga dia di dunia ini, bukannya tidak tidur, tetapi tidurnya adalah : “Kholilan minal Laili ma Yarja’un” , apa itu ? yaitu :

1. Sedikit tidurnya
2. Sebagian kecil dari malamnya
3. Lalu ditambah dengan kata “Ma” yaitu lebih sedikit lagi tidurnya
4. Yarja’un ini tidurnya kambing

Jadi orang beriman ini tidurnya bukan seperti kerbau, tetapi seperti kambing. Bagaimana itu tidurnya kambing ? Kambing ini tidurnya jika terdengar suara sedikit langsung bangun, kalau kerbau ada suara gak ada suara dia tidur terus. Para Nabi AS ini memelihara kambing, bahkan nabi SAW sendiri sangat menyukai kambing, untuk diambil pelajaran, meniru, daripada tidurnya kambing. Jadi orang beriman ini tidur, ketika dibangunkan atau terdengar suara adzan, langsung dia bangun, bukannya seperti kerbau, bangun dikit lalu tidur lagi. Susah bangun, disiram dengan air, terbangun lalu tidur lagi, ini kerbau namanya. Kerbau seperti ini tidak bisa masuk surga. Boleh tidur, tetapi tidurnya seperti kambing, tidak susah dibangunkan.

Jadi tadi orang yang bertakwa itu adalah orang yang senantiasa menggerakkan anggota badannya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah terutama Sholat. Ini karena kalau sholatnya sudah benar berarti benarlah seluruh perbuatan dan pergerakan anggota badannya. Jadi kalau sholatnya sudah benar pasti seluruh gerak geriknya diluar sholat juga benar. Kenapa orang susah berhenti merokok ? ini pasti dan pasti tangannya atau gerakkannya dalam sholat ini masih belum benar. Kenapa seseorang masih main kartu, main domino, pasti gerakkannya dalam sholat masih ada yang salah. “Pasti” disini adalah mutlak, bukan yang seperti kalau makan pasti kenyang, ini justru “pasti” yang tidak mutlak benar. “Pasti” dalam ilmu agama ini mutlak lebih pasti dari “Pasti” nya ilmu manusia seperti 2+2 = 4. Hasil 4 ini sesungguhnya adalah “Insya Allah” atau mudah-mudahan, tidak mutlak kepastiannya. Hasil dari hitung-hitungan ilmu pastinya manusia, dimata ilmu agama tidak pasti, karena ilmu pastinya manusia yang 4 bisa jadi 6, bisa jadi 8, tergantung kepintaran melogikakan rumus. Tetapi “Pasti” dalam ilmu agama seperti pada ayat : “Barangsiapa menolong agama Allah, Pasti Allah akan tolong dia…”, dan “Pasti” disini adalah mutlak, tidak bisa pakai “Insya Allah” atau “Mudah-mudahan” Allah tolong kamu, tidak bisa karena “Pasti” disini adalah mutlak tingkat kepastiannya. Seseorang yang benar geraknya dalam sholat ini “Pasti” tidak akan main domino, tidak akan main catur, tidak akan keliru perbuatannya, dan tidak akan meleset gerakkannya, selalu geraknya kepada yang benar dan baik. Mengapa seseorang masih melangkahkan kakinya ke arah perbuatan yang buruk, ini karena dalam sholat gerakannya masih salah, apalagi jika tidak sholat. Mungkin juga kakinya ketika sholat belum lurus, masih mencong sana sini, sehingga gerak kakinya diluar sholatpun masih kesana kemari, bergerak kearah maksiat kakinya.

Jadi ciri-ciri orang bertaqwa tadi tadi adalah dia beriman betul-betul kepada Allah, kepada yang ghaib, bukan pada yang nampak saja. Ini karena kalau hanya pada yang nampak saja yakinnya, binatang juga bisa. Orang beriman ini yakinnya pada yang tidak dilihat, yang ghaib, inilah yang membedakan antara orang beriman dengan orang yang kafir, orang beriman dengan binatang. Ayam kita panggil, ada beras simpan di gudang, ayamnya tidak lihat beras tersebut, sehingga kita panggil tidak mau ayam itu datang. Tetapi jika kita nampakkan berasnya, tanpa kita panggil akan datang ayamnya. Inilah keyakinan ayam, begitu juga dengan binatang lainnya ketika kita sembunyikan fadhilah atau makanannya, maka mereka, bintang tersebut, tidak akan mau datang. Ini namanya bukan Iman Bil Ghaib, tetapi Iman Bil Musyahadah, atau Iman dengan yang nampak. Yang membedakan seseorang dengan binatang adalah keyakinannya pada yang ghaib.

Contoh :

“Katika waktu dzuhur datang, dia mengojek, sudah mau ke mesjid, tiba-tiba orang datang minta dihantarkan ke tanah abang dengan tarif Rp. 100.000 tidak jauh dari mesjidnya. Padahal ketanah Abang dari situ cuman Rp. 10.000, tapi ini dikasih 10 kali lipatnya. Tetapi si ojek tadi bilang, “Maaf Pak ini waktu sholat, tidak bisa mengantarkan.” Si ojek tadi berkata lagi, “Kalau saya ambil uang Rp.100.000 ini berarti bapak menganggap saya ini binatang.” Jika diambil oleh si Ojek berarti si ojek ini imannya Musyahdah, hanya pada yang nampak, seperti binatang. Sedangkan yang dimesjid ini jauh lebih mahal dari yang Rp.100.000 itu.”

Jadi orang bertaqwa tadi Imannya Bil Ghoib, dan gerak tubuhnya juga benar. Maulana Yusuf berkata, “Kalau gerak badan seseorang telah dikomando oleh sholat, maka kalo sholatnya benar, berarti geraknya diluar sholatnya akan benar juga.” Pernah suatu hari beliau, Maulana Yusuf Rah.,A, sedang duduk-duduk ada orang datang membawakan makanan khidmat, terjatuh didepan beliau. Lalu beliau katakan, “Wahai saudara perbaiki sholat kamu.” Kenapa ketika melayani orang sampai terjatuh, ini berarti sholatnya belum benar. Kalau sholat seseorang ini sudah benar, ini Allah telah janjikan :

“ Innasholata tanha anil fahsyai wal mungkar….”

Artinya : “Sesungguhnya sholat itu mencegah seseorang dari perbuatan fahsya dan mungkar.”

Jadi sholat inilah yang mencegah seseorang dari perbuatan fahsya dan mungkar atau dari berbuat salah. Kalau sholat seseorang ini sudah benar, maka pasti tidak akan berbuat kejahatan lagi diluar sholat. Maka untuk menghilangkan segala kemaksiatan yang ada penting kita bawa orang kepada sholat. Bawa orang kepada sholatnya Nabi SAW, maka akan hilang segala kemaksiatan. Selama sholatnya tidak diperbaiki maka seseorang tidak akan bisa untuk meninggalkan segala kemaksiatan yang ada. Maulana Saad katakan dalam ayat :

“Wa aqimi sholah li dzikri….”

Artinya : “Dirikanlah sholat untuk mengingatku..”

Dalam ayat ini ada kata-kata “Iqoma” dan “Li Dzikri”, disini ada Masa’il dan ada Fadhoil. Kata-kata “Wa Aqimi Sholah”, dirikanlah shlat, ini adalah mashailnya. Penting kita belajar Ilmu Mashail daripada sholat, sehingga sembahyang kita tidak sembarangan. “Li Dzikri” disini agar kita dalam sholat ini membayangkan atau menghadirkan keagungan Allah. Keagungan Allah ini dapat kita pelajari dari janji-janji Allah dalam amal, yaitu Fadhoil Amal. Jadi Fadhoil Amalnya daripada sholat juga harus kita pelajari juga, baru sholat kita akan benar. Jadi sholatnya tadi betul-betul dapat menghadirkan kebesaran dan keagungan Allah. Sebagaimana gerak gerik dia dalam sholat dia betulkan sehingga pandangan, pendengaran, dan gerakannya tidak ada yang salah.

Kemudian harta yang dia gunakan sesuai dengan keinginan Allah. Sehingga ciri orang yang bertaqwa ini, sebagaimana dalam sholat ini dia tidak ingin ada gerakan yang tidak benar, maka dia tidak ingin satu senpun dari uang dia tidak digunakan untuk keinginan Allah. Uang orang yang beriman tadi karena merasa amanah daripada Allah, dia gunakan sepenuhnya menurut keinginan Allah. Dia merasa uang yang dia miliki ini bukan milik dia lagi.

Allah berfirman mahfum :

“Allah telah beli daripada orang beriman harta dan diri mereka dengan surga….”

Jadi harta yang kita miliki ini titipan, bukanlah milik kita lagi, menurut firman Allah ini bahwa harta dan diri kita ini telah dibeli Allah. Jadi karena sayangnya Allah kepada kita, maka harta ini dititipkan lagi kepada kita untuk digunakan menurut yang Allah mau, bukan yang kita mau. Inilah pentingnya sholat karena jika seseorang sholatnya sudah benar, maka gerak geriknya diluar sholat juga akan benar. Ketika dia mau menggunakan uang tadi, maka secara keseluruhan dia gunakan uang tadi menurut keinginan Allah.

Contoh :

“Seorang ustadz bertanya kepada seseorang, “Apakah Taklim hidup dirumah kamu ?” maka orang tadi menjawab, “Tidak hidup ustadz ?” si Ustadz bertanya lagi, “Kenapa tidak hidup ?” Dia jawab, “Tidak ada uang untuk beli buku taklim.” Si ustadz bertannya lagi, “Berapa harga buku taklim ?” si orang tadi menjawab, “Rp 30.000,-“ si Ustadz bertanya lagi, “kalau di foto copy berapa ?” si orang tadi menjawab, “Rp.100 per lembar” Lalu si ustadz tadi berkata, “Tadikan kamu beli rokok dua batang harganya berapa ?” si orang tadi menjawab, “Rp.1000,-“ Orang ini mampu menggunakan hartanya untuk membeli rokok yang lebih mahal dan yang akan mendatangkan mudharat untuk dia tetapi tidak dia gunakan untuk memfotocopy 10 lembar fadhoil amal untuk kepentingan taklim atau agama, inilah yang namanya penghianatan. Kata Ulama ini “Rizki Allah titipkan pada dia seribu rupiah mampu membeli rokok 2 batang, tidak bisa fotocopy 10 lembar fadhilah sholat, inilah yang namanya penghianatan terhadap rizki yang Allah berikan” Ciri orang bertaqwa tadi Allah berfirman mahfum : “Wa mimma rozaknahum yunfikun.” Rizki yang Allah beri, dia gunakan sesuai dengan keinginan Allah.

Kemudian ciri orang bertaqwa yang lain dia gunakan akal dia ini atau otak dia ini, dia sandarkan kepada ilmu atau otak kenabian, ilmunya para Anbiya AS. Banyak orang hari ini berasumsi bahwa otak umat islam sudah di “Brain wash”, Otaknya sudah dicuci, dirusak oleh cara atau sistem pendidikan orang kafir.

Contoh :

“Jika kita bertanya kepada pelajar SMA atau anak kuliahan, “Bagaimana bisa turunnya hujan ?”, lantas si pelajar tadi akan menjawab, “Hujan ini turun disebabkan karena adanya proses kondensasi, yaitu matahari bersinar kelaut, lantas air laut akan menguap berkumpul menjadi awan, lantas awan ini akan bergerak menuju suatu tempat dibawa oleh angin. Ketika dinginnnya sudah mencapai derajat tertentu, maka awan tadi akan turun menjadi hujan.” Ini adalah teknik atau seni yang dilogikakan menurut akal manusia. Sedangkan menurut Agama, bahwa Allahlah yang mendatangkan hujan dari langit. Sahabat Nabi tidak mengenal peristiwa kondensasi, yang mereka tahu yang menurunkan hujan itu siapa ? Allah. Para sahabat tidak peduli dengan peristiwa kondensasi, ada laut atau tidak ada laut, bagi mereka tidak ada masalah. Anas bin Malik RA kebunnya terletak di padang pasir yang luas, kebunnya kekurangan air, tidak ada hujan, Cukup dengan sholat 2 rakaat minta hujan, maka hujan turun hanya di kebunnya saja”

Ibnu Hadromi RA membawa rombongan ke Bahrain, termasuk Abu Hurairoh RA didalamnya. Abu Hurairoh RA berkata bahwa dia melihat keutamaan daripada amirnya. Ketika dalam perjalanan kehabisan bekal, air habis. Al Hadromi RA, sholat 2 rakaat minta kepada Allah menurunkan hujan, maka hujanpun turun. Sahabat tahu yang menurunkan hujan itu siapa ? Allah. Inilah ilmu yang perlu kita pelajari, ilmunya siapa ? Ilmunya para Anbiya AS. Orang miskin ini agar bisa meletakkan kemiskinannya, bawa mereka kepada pengorbanan. Dalam ilmu manusia untuk dapat menghilangkan kemiskinan harus dengan peningkatan dalam kebendaan dan harta. Sedangkan dalam ilmu kenabian, untuk bisa menghilangkan kemiskinan harus dengan bersedekah, berkorban, walaupun dalam keadaan miskin. Inilah bedanya ilmu Nabi dan ilmu manusia dalam menghilangkan kemiskinan. Dalam suatu riwayat Bukhori, Nabi SAW mengatakan mahfum kepada para sahabat terutama yang miskin :

“Jauhilah Api Neraka walaupun hanya dengan separuh kurma “

Note Penulis :

Maksudnya apa ? ini adalah isyarat dari Nabi bahwa orang miskin saja beliau minta untuk bersedekah, berkorban walaupun hanya dengan separuh kurma, apalagi orang kaya. Mengapa nabi meminta orang miskin bersedekah walaupun hanya separuh kurma ? ini agar hilang dari mereka sifat miskin. Apa itu sifat miskin ? selalu ingin meminta kepada mahluk, dan merasa kurang. Dengan memberi dalam keadaan miskin ini akan mendatangkan sifat Qona’ah, sifat kaya, yaitu merasa cukup dengan apa yang dia punya. Hanya orang mempunyai Qonaah dalam dirinya, sehingga walaupun dia miskin, tetapi mampu memberi kepada orang lain. Ini ada orang kaya punya kurmanya segudang, tetapi hanya mau memberi separuh kurma, ini namanya orang kaya pelit dan miskin hatinya. Orang kaya seperti ini tidak akan pernah menemukan rasa cukup dalam hatinya dan pasti akan menderita hidupnya dengan harta yang dia tumpuk.Dengan semakin banyak memberi maka akan semakin hilang sifat miskin dalam dirinya.

Di jaman nabi karena kekuatan Iman sudah sempurna, sehingga sahabat ini hanya dengan satu kurma saja mampu menutupi seluruh kebutuhan makan untuk kerja dalam satu hari. Hari ini berapa kurma kita perlukan untuk dapat kerja dalam satu hari ? inilah perbedaan Iman kita dan Sahabat RA. Jika Iman sempurna, tidak perlu kita punya banyak kurma atau banyak harta untuk bisa menyelesaikan masalah kita. Dengan Iman yang sempurna Allah akan datang keberkahan rizki dalam hidup kita. Keberkahan seperti apa ? cukup dengan satu kurma dapat menyelesaikan seluruh kebutuhan makan untuk satu hari.

Note Penulis :

Apakah mungkin kita bisa makan cukup satu hari hanya dengan satu kurma ? Allah mampu menghidupkan orang 309 tahun tanpa makan dan minum seperti kisah Ashabul Kahfi. Apalagi mencukupi kebutuhan makanan orang untuk satu hari penuh hanya dengan satu kurma, mudah saja bagi Allah, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Jadi dengan keimanan Allah mampu memberikan seseorang ini keberkahan. Apa itu yang namanya Keberkahan :

1. Jika diperlukan ada
2. Mencukupi dan tidak berlebihan
3. kecil atau sedikit tetapi dapat menyelesaikan masalah yang besar

Di dalam ilmu orang kafir ini kalau harta dibelanjakan maka ini akan berkurang, tetapi di dalam ilmu kenabian harta yang dibelanjakan dijalan Allah, atau yang disedekahkan, tidak akan berkurang bahkan bertambah. Dalam suatu riwayat dikatakan mahfum :

“Tidak akan berkurang harta yang telah disedekahkan…”

Inilah yang namanya ilmu kenabian, hanya dengan sedekah maka sifat miskin hilang, bahkan harta yang disedekahkan tidak akan berkurang tetapi bertambah. Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa :

“ Allah akan hancurkan riba dengan zakat “

Note Penulis :

Jadi semua sistem riba yang di rancang oleh orang kafir akan Allah hancurkan dengan zakat. Maksudnya sistem riba ini nanti akan hancur dengan keimanan, yaitu dengan zakat. Jadi zakat ini adalah alat yang Allah gunakan untuk menghacurkan sistem riba yang di design sedemikian rupa oleh orang kafir untuk menjauhkan umat islam dari Allah. Mau menghancurkan orang kafir, mudah saja, yaitu dengan membayar zakat. Disini seseorang ini akan menjadi kaya bukan dengan menyimpan uang tetapi dengan dizakatkan, di infakkan, dan disedekahkan. Kaya disini bukan kaya materi, tetapi kaya hati.

Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 2, Allah berfirman :

“Dzalikal kitabula roibafihi hudallil muttaqien….”

Artinya : “Kitab Qur’an ini tidak ada keraguan padanya dan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”

Al Qur’an ini adalah kitab petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Jika kita bertakwa, mempunyai ciri-ciri orang yang bertakwa, maka Allah akan bukakan kepada kita rahasia Al Qur’an. Di dalam Al Qur’an ini ayat-ayat seperti surat Al Baqarah ayat 1, Alif Lam Mim, ayat muttawattir, artinya ulama sepakat bahwa hanya Allah yang tahu. Maksudnya apa ? kalau kita ingin dibukakan oleh Allah rahasia-rahasia Al Qur’an ini, maka kita harus berani mengatakan :

“Ya Allah saya ini bodoh tidak tahu apa-apa, sedangkan Engkau sumber Ilmu dan Maha Mengetahui segala-galanya, maka ajarkanlah kami dan beritahukanlah kepada kami apa-apa yang kami tidak ketahui.”

Kalau mau diberitahu oleh Allah kita harus jantan mau mengakui bahwa kita ini bodoh dan tidak tahu apa-apa di hadapan Allah. Jika kita mau mengakui kebodohan kita dihadapan Allah, mereasa tidak tahu, dan ingin tahu, lalu buat usaha untuk mencari tahu, barulah Allah akan bukakan rahasia-rahasia Al Qur’an kepada kita. Jangan kita menjadi orang yang sok tahu, jika kita sudah merasa tahu dan cukup dengan apa yang kita punya, maka dalam suatu riwayat dikatakan Allah akan tutup pintu-pintu keilmuan untuknya. Maksudnya selama seseorang sudah merasa tahu dan cukup dengan ilmunya, maka Allah akan tutup pintu-pintu ilmu sehingga ilmunya tidak dapat meningkat atau bertambah. Sebagaimana kita mengakui kepada Allah tentang kebodohan kita, dan ketidak tahuan kita, maka pengakuan ini juga berlaku atas harta, jabatan, anak, istri, toko, dan keduniaan yang kita miliki. Kita harus merasa tidak tahu arti dan makna dari semua keduniaan yang kita miliki dari manfaat dan mudharatnya. Kita harus berkata :

“Ya Allah saya tidak tahu manfaat dan mudharat dari keadaan dan kebendaan yang saya miliki, sebagaimana saya tidak tahu apa itu manfaat dan mudharat dari istri saya, anak saya, harta saya, rumah saya, toko saya, perdagangan saya, dan lain-lain. Hanya engkaulah yang mengetahui manfaat dan mudharat dari semua ini, maka beri tahukanlah kepada kami manfaat dan mudharat dari semua ini.”

Maka nanti Allah akan ajarkan kepada kita kemampuan untuk mengetahui antara yang haq dan yang bathil, antara yang halal dan yang haram. Namun untuk bisa dibukakan rahasia-rahasia ini, maka kita harus maksimalkan kemampuan kita untuk mencapai derajat ketakwaan. Ini karena Al Qur’an ini diperuntukkan hanya bagi orang-orang yang bertakwa. Maka untuk sampai ke derajat taqwa ini penting kita perbaiki daripada mutu sholat kita. Sahabat ini sholatnya mampu menghadirkan ketaqwaan kepada Allah dalam sholat. Sehingga konsentrasi sholat mereka mampu menghilangkan segala gangguan yang dapat mengganggu sholat mereka dan hanya melihat Allah saja dalam sholatnya.

Contoh Sholat I :

Sholat Ali bin Abi Thalib RA, ketika beliau terpanah pahanya, beliau RA meminta sahabat mencabut panahnya ketika sedang sholat. Ketika dicabut dalam sholat, selesai mengucapkan salam, Ali RA tidak menyadari atau mengetahui bahwa panah tersebut telah tercabut dari panahnya. Ini dikarenakan kekuatan sholat Ali ini, kekhusyuannya dihadapan Allah dapat menghilangkan segala sesuatu selain Allah saja yang nampak dalam sholatnya. Inilah derajat ketakwaan sholatnya Ali RA.

Contoh sholat II :

Ada juga sholatnya Umar RA yang dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Umar RA ketika sholat mampu menggunakan kebersamaannya dengan Allah dalam sholat untuk mengatur strategi perang. Disini Umar RA menggunakan momentum sholat untuk mengatur strategi perang bersama Allah. Ini karena derajat ketaqwaan Umar RA yang mampu merasakan kehadiran Allah di dalam sholatnya, sehingga dia gunakan momentum ini untuk mengatur strategi perang bersama Allah. Asbab ketaqwaan Umar RA ini, jangankan didalam sholat, diluar sholatpun, syetan jika melihat bekas jejak langkah kaki Umar RA sudah lari terbirit-birit.

Mana yang lebih baik antara sholat Ali RA dan Umar RA ? jawabnya dua-duanya baik. Yang tidak baik adalah ketika dalam sholat yang kita ingat adalah selain Allah yaitu keduniaan. Sehingga sahabat ini merasa kalau mereka ingat selain Allah dalam sholatnya maka dia merasa sholatnya ini tidak ada nilainya, rusak semuanya. Sehingga ada seorang sahabat asbab dia terkesan dengan kebunnya ketika sholat, akhirnya kebunnya itu dia infakkan seluruhnya kepada Nabi SAW untuk digunakan di jalan Allah. Inilah ketaqwaan sahabat di dalam sholat mereka.

Jadi bagaimana ciri-ciri orang bertaqwa itu bahwa dia senantiasa menggunakan hartanya ini sesuai dengan perintah dan keinginan Allah Ta’ala. Kalau yang namanya orang bertaqwa ini, jangankan untuk berbuat maksiat, untuk keperluan dia saja sudah takut untuk menggunakannya. Dalam suatu mahfum hadits dikatakan :

“ Bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kemampuan kamu.”

Tetapi awas disini, dan perlu kita hati-hati dalam menafsirkan hadits disini. Maksud dari bertaqwa kepada Allah sesuai dengan kemampuan itu tidak sama dengan sesuai dengan kemauan. Hari ini banyak orang mengamalkan agama semaunya, menurut kemauannya, bukan kemampuannya. Jadi orang bertaqwa ini harus dengan kemampuan, bukan dengan kemauan dia saja. Beda antara orang yang beribadah dengan kemampuan dan kemauan. Kalau orang beribadah dengan kemampuan dia yang dimaksimalkan, inilah yang namanya Taqwa. Jika dia bertaqwa dengan kemampuan dia barulah Nusroh Allah akan turun. Tetapi jika kita beribadah menurut kemauan kita, maka pertolongan Allah tidak akan turun. Selama dia mengerjakan ibadah dan ketaqwaan ini dengan memaksimalkan kemampuannya baru akan datang petunjuk dan pertolongan dari Allah.

Contoh :

Jika kita diberi pertanyaan apakah sholat dirumah sah apa tidak ? menurut fiqih agama itu sah-sah saja. Sembahyang di rumah nilainya cuman 1 derajat, sedangkan di mesjid 25 derajat. Jika 10 hari maka derajat orang yang sholat di mesjid adalah 25 derajat x 5 waktu x 10 hari = 1250 derajat, sedangkan yang sholatnya dirumah adalah 1 derajat x 5 waktu x 10 hari = 50 derjat. Orang yang lebih memilih sholat di rumah dibanding sholat ke mesjid ini adalah orang yang bodoh dan sombong, bukanlah orang yang bertaqwa. Inilah makanya dalam suatu mahfum hadits dikatakan ingin rasanya Nabi SAW ini membakar rumah-rumah orang yang sholat dirumahnya. Sudah dikasih derajat yang lebih tinggi dengan sholat ke mesjid malah milih sholat dirumah.Dan dalam mahfum hadits yang lain dikatakan, andaikata orang munafik itu tahu keutamaan sholat di mesjid pada waktu subuh dan isya, maka mereka akan bela-belain walaupun dalam keadaan merangkan-rangkak untuk dapat ke mesjid. Ini karenakan orang munafik di jaman Nabi saja sudah sholat 3 waktu ke mesjid yaitu dzuhur, ashar, dan maghrib. Kini karena ketaqwaan sudah hilang dari umat, jangankan 3 waktu, hampir 5 waktu kini banyak mesjid kosong dari jemaah. Jadi kita sudah mengalami degradasi ketaqwaan, lebih parah dari kemampuan untuk sholat berjamaah orang-orang munafik di jaman Nabi.

Contoh II :

Hari ini ketika adzan mengumandang, lalu kita ajak orang untuk sholat ke mesjid jawabnya apa, “Saya sholat dirumah saja deh, kan haditsnya beribadahlah kamu menurut kemampuan kamu. Jadi saya mampunya masih sholat dirumah” Inilah alasan mereka ketika diajak untuk sholat ke mesjid. Padahal kakinya ada, tidak lumpuh, matanya ada bisa melihat, kupingnya ada bisa mendengar. Bahkan dijaman Nabipun orang buta kalau dia bisa mendengar suara adzan tetap diminta Nabi untuk pergi ke mesjid, walaupun dia buta, apalagi orang yang sehat dan tidak ada cacat. Jadi ketika dia mampu untuk pergi ke mesjid tetapi dia milih untuk sholat dirumah, berarti orang ini sholat berdasarkan kemauan bukan kemampuan. Dia mau sholat dirumah, semaunya dia, sedangkan maunya Allah ini agar dia sholat di mesjid. Bukanlah dia seorang laki-laki kalau sholat dirumah, karena hanya seorang perempuan yang sholat dirumah, laki-laki sholat dirumah ini banci namanya. Dalam Al Qur’an ini yang sholat berjamaah ke mesjid ini adalah laki-laki. Kalau perempuan mau sholat ke mesjid prasyaratnya banyak, makanya perempuan ini dianjurkan sholatnya dirumah, laki-lakinya yang ke mesjid. Jadi orang seperti ini menafsirkan hadits bukan dengan tafsir Jallalain, tetapi namanya Tafsir Jalan Lain, ngaco tafsirnya. Tafsir Jallalain itu yang bener, yaitu sholat di mesjid berjamaah, bukan tafsir jalan lain yaitu sholat menurut kemauan bukan kemampuan.

Contoh III :

Seseorang mampu untuk sholat tahajjud sebanyak 8 rakaat dan ditutup witir 3 rakaat, dia mampu. Tetapi dia malah memilih tahajjud 2 rakaat lantas tidur. Ketika ditanya kenapa tahajjud hanya 5 menit saja, atau 2 rakaat saja, dia jawab “Layukalifullahu Nafsan Illawusaha” artinyakan Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Bukan ini tafsirnya, salah tafsirnya, dia menggunakan tafsir jalan lain, bukan jallalain. Allah tahu kemampuan kita ini berapa, misalnya Allah mampu kemampuan sholat kita ini sekian rakaat, tetapi karena manunya dia 2 rakaat, ya sudah tutup buku. Bahkan kemampuan tadi kalau tidak diasah, ditingkatkan, harus dilatih terus, maka lama kelamaan akan hilang kemampuannya karena lemas atau tidak berdaya oleh kemauannya. Seperti seseorang mengangkat beras kemampuannya bisa mengangkat sapi 100 Kg beras, tetapi karena tidak dilatih, mengangkat yang 20 Kg saja sudah teler dia. Padahal kalau dilatih dari mengangkat 10 Kg, lalu meningkat 20 Kg, ternyata karena dilatih mampu mengangkat 100 Kg sebenarnya dia.

Jadi inilah tujuan Dakwah ini diantaranya adalah untuk menggali potensi yang ada dalam diri kita, menggali kekuatan kita. Mampu kita sebenarnya pergi keluar di jalan Allah, tetapi potensi ini terpendam, karena tidak digunakan. Jadi kita melatih diri kita untuk mencapai daripada batas akhir kemampuan, bukan daripada kemauan. Kemampuan ini yang bagaimana ? Allah firmankan dalam Al Qur’an :

“Walladzinajahadu fina lanahdiyannahum subulana…”

Artinya : “Barangsiapa bersungguh-sungguh (bersusah payah, berjuang untuk agamaku), maka pasti akan kami bukakan pintu-pintu menuju kami…”

Jadi dalam ayat ini jika ulama yang ahli nahwu, maka ada 12 derajat pasti, minimal 3 kali pasti. Maksudnya dalam ayat ini adalah barangsiapa bermujahaddah, bersusah payah, bersungguh-sungguh, bekerja melaksanakan perintah Allah tadi dengan sesuai dengan batas akhir kemampuan dia tadi, maka “Pasti”, minimal 3 pasti, akan kami bukakan jalan-jalan Hidayah untuk menuju Allah. Siapa yang akan Allah berikan Hidayah tadi ? yaitu siapa saja yang betul-betul bermujahaddah dibatas akhir kemampuan dia untuk mentaati Allah.

Maka Syekh Abdul Wahab, Amir Pakistan, berkata bahwa :

“Siapa saja yang bekerja, bermujahaddah, dalam ketaatan kepada Allah, sampai batas terakhir kemampuan dia, maka nanti apa yang dia tidak mampu akan Allah sempurnakan.”

Jadi bila seseorang sudah bekerja atau berbuat sampai batas akhir kemampuan dia, maka nanti yang dia tidak mampu akan Allah sempurnakan kerjanya. Bahkan semakin hari kemampuannya akan semakin ditingkatkan oleh Allah.

Contoh I :

Seorang Petani dalam menanam di pertaniannya, apa kemampuannya, atau apa yang bisa dia lakukan semampunya ? yaitu menggali tanah, menanamkan biji, kasih pupuk, dan kasih air, kasih pagar, ini saja kemampuan petani. Petani mampu tidak untuk menumbuhkan pohon, atau tumbuhan, atau padi ? Yang memberi warna pada Apel ini supaya menjadi merah itu siapa ? yang memberi rasa itu siapa ? apakah petani mampu memberi warna dan memberi rasa ? Tidak, ini semua kerja Allah. Tetapi Allah ini ingin lihat batas akhir kemampuan petani itu dimana. Ketika petani sudah bekerja sampai batas kemampuan yang terakhir : dia gali tanah, dia tanam biji, diberinya pupuk, dan disirami setiap hari seperlunya, kasih pagar, dan tiap hari dia kontrol, inilah batas kemampuan terakhir petani. Ketika petani telah memberikan pengorbanan sampai batas terakhir daripada kemampuannya, maka apa yang petani yang gak mampu, Allah sempurnakan. Seperti : mendatangkan panas yang cukup, hujan yang cukup, menumbuhkan padi atau pohon, mengeluarkan buah, memberi rasa manis, ini semua kerja Allah menyempurnakan apa yang tidak bisa dilakukan petani tadi. Ini semua dengan syarat petani tadi bekerja sampai batas akhir kemampuan.


Contoh II :

Ada petani konyol dan bodoh, berkata : “Sudah Tawakkal saja, lempar aja bijinya, katanyakan : “wamai yatakilloha yaj’alahu makhroja. Wayarzukhu min haisu la yahtasib” artinya : “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.” Jadi petani konyol ini menafsirkan ayat ini, untuk santai saja, semuanya itukan sudah ditangan Allah, sedangkan dia tidak memaksimalkan kemampuannya. Tahu-tahu akhirnya yang tumbuh malah ilalang, semak belukar, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apakah petani yang macam ini mau menyalahkan Allah ? padahal dia belum lakukan kerja apa-apa. Katanya, “Rezekikan ditangan Allah, jadi terserah Allah. Dikasih syukur gak di kasih yah buat apa diusahakan ?” Ini bodoh namanya. Dia tidak mengerjakan apa-apa, tetapi berharap pada Allah. Ini seperti orang yang mau punya anak tetapi tidak mau kawin.

Note penulis :

Ini Petani goblok namanya, dia tidak mengerti maksud dari ayat ini. Dia pikir Allah ini pembantu bisa seenak-enaknya disuruh-suruh, sementara dia santai-santai saja. Dia mengharapkan Allah untuk mananam bibit, lalu menumbuhkannya, dan memberikan hasil yang maksimal, tanpa dia buat usaha. Inilah yang namanya kebodohan. Maksimalkan kemampuannya dulu baru Allah kasih hasil yang layak dan sesuai dengan pengorbanan dan kemampuannya. Lakukan dulu apa yang kita mampu sampai batas akhir kemampuan kita, nanti Allah akan melengkapi apa yang kita tidak mampu.

Banyak yang bilang, “Bukankah rizki dan hidayah ditangan Allah. Terserah Allah mau memberikan hidayah atau rizki atau tidak. Kalau Allah inginkan saya keluar, maka saya keluar. Jika Allah tidak inginkan, ya gak tahu ?” Ini kebodohan namanya. Jangan kita menafsirkan Al Qur’an ini dengan Jalan Lain, tetapi harus dengan tafsir Jallalain.

Kargozari Mubayyin :

Ketika di Airport, saya bertemu dengan seseorang dan berkata kepada saya, “Ustadz, saya ini dulu pernah ikut rombongan ustad ini. Sekarang sudah tidak bisa lagi. Bahkan sholatpun kini sudah dikerjakan, karena boss saya ini Cina (non-muslim), jadi tidak ada toleransi dalam jam kerja dan waktu sholat.” Jadi saya katakan kepadanya, “Baik, kalau begitu keadaannya, sekarang sampai jam berapa anda kerja ?” dia jawab, “Saya ini kerja dari jam 8 pagi, sampai jam 5 sore, sehingga sholat dzuhur dan ashar susah saya kerjakan.” Lalu saya katakan, “Kalau begitu sholat subuh, maghrib, isya, andakan lepas hubungan dari dia (bossnya). Jadi yang mampunya anda sekarang ada di subuh, maghrib, dan isya. Ini kemampuan yang pertama dulu. Jika dzuhur dan ashar, anda ditekan oleh boss, jadi untuk tahap awal kerjakan sholat yang tanpa ada tekanan dari boss anda dulu yaitu : sholat subuh, maghrib, dan isya. Ini yang kamu mampu dulu untuk tahap pertama. Kerjakan sholat yang mampu ini dengan baik. Lalu yang tidak mampu bagaimana caranya ? untuk saat ini masih dalam tekanan yaitu sholat dzuhur dan ashar. Maka jika anda kerjakan yang mampu tadi dengan baik, nanti yang tidak mampu kamu terus berusaha sesuai dengan batas kemampuan kamu, dan berdo’a kepada Allah. Nanti Allah mampukan apa yang kamu tidak mampu.” Tetapi jika yang mampu saja tidak dikerjakan : subuh, maghrib, isyanya juga tidak dikerjakan, maka sampai matipun tidak akan Allah mudahkan.

Jadi dalam kemampuan ini apa yang mampu dikerjakan, kita kerjakan dulu. Tetapi kita terus berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan. Maka dalam Ushul Dakwah ini :

1. Tugas Pertama : “Qobul Al Maujud”
artinya : ”Terima dulu yang ada”.

2. Tugas Kedua : “Matarkiyatil Marbu”
artinya : ”Meningkatkan Kemampuan”

Jadi yang namanya Da’i ini tidak boleh puas hanya dengan satu keadaan, tetapi dia juga tidak boleh tidak terima atau ingkar dengan keadaan yang ada. Terima apa yang ada dulu, lalu tingkatkan sampai kepada yang kita inginkan. Firman Allah : “Fattaqulloh Mastatho’tum”, jadi berimanlah kamu sesuai dengan kemampuan bukan dengan kemauan. “Layukallifullahu nafsan illa wus’aha”, Jadi Allah tidak akan memberikan beban kecuali sesuai dengan kemampuan atau kesanggupannya. Dan Allah ini Maha Tahu kemampuan seseorang ini, jangan dia bohong. Seseorang mampu sholat tahajjud 8 rakaat, tetapi dia hanya melakukan 2 rakaat dengan alasan semampunya, ini berarti dia telah berbohong dengan diri dia sendiri dan membohongi Allah. Sebagaimana sembahyangnya orang dirumah, padahal dia mampu, dengan alasan Allah tidak akan membebani dia diluar kemampuannya, ini berarti dia bohong sama diri sendiri dan bohong sama Allah. Kalau seseorang ini sudah sampai pada batas kemampuan yang terakhir, maka apa yang dia tidak mampu nanti akan Allah sempurnakan. Hari ini orang ingin berangkat ke India, Pakistan, dan Bangladesh, 4 bulan, biayanya 8 juta. Namun yang ada sekarang 5 juta saja. Jadi kemampuan dia yang terakhir berapa ? 5 juta saja. Dia tidak memaksakan, tetapi dia berusaha beramal sesuai dengan kemampuan. Kalau dia paksakan diri berangkat, berarti dia ingin menguji Allah. Sedangkan Allah tidak suka diuji. Kemarin ada seseorang dalam jemaah, agak sedikit marah pada saya (mubayyin). Tetapi saya Ikhlas saja dimarahin, karena saya suka marah juga sama orang. Tetapi marahnya ini galak bukan emosi, tetapi galak saja. Jadi setelah ditafakkud kesiapan dia untuk berangkat, ternyata kita sudah mengkaji biayanya tidak cukup. Lantas dia marah dan berkata, “Ustadz buat apa sih targhib-targhib orang masalah Yakin, ternyata masih menanyakan kepada kami masalah duit cukup atau tidak. Jangan bicara-bicara Yakin kalau masih nanya-nanya lagi masalah duit cukup atau tidak.” Mendengar ini saya sebagai ustadz yang suka mentarghib masalah Yakin ini terpukul juga mendengar jawaban dia. Kita ini harus sabar dalam dakwah ini, tidak boleh emosi dan gunakan nafsu saja, apalagi ketika menemukan keadaan yang seperti ini. Lalu saya katakan kepadanya, “Kami juga pernah bertanya mengenai perkara yang demikian, bukan saya yang bertanya, tetapi Mufti Zainal Abidin bercerita.”

Ceritanya apa :

Jadi ketika Mufti ini memberikan bayan tentang Iman dan Yakin ini sudah seperti keyakinannya sampai kelangit. Lalu ada orang bertanya kepada Mufti Zainal Abidin di airport, “Mufti kenapa sih bayannya kuat sekali mengenai perkara Yakin ini, tetapi ketika keluar orang ditanya lagi masalah kesiapan duitnya, ditafakkud lagi dan lagi kayak gak ada keyakinan aja ?” Inikan seakan-akan bertentangan antara yang Mufti bayankan dengan prakteknya. Apalagi katanya ketika tim taskil berkata, “Jangan lihat kantong, jangan lihat kantong, lihat saja kekuasaan Allah yang tanpa batas.” Tetapi setelah ditafakkud, ditanya juga berapa yang ada di kantong. Maka Mufti Zainal Abidin berfikir sejenak, lalu pandangannya tertuju pada landasan airport yang ada pesawatnya. Dia lihat disana ada pesawat yang besar seperti Boeing 747 itu terbangnya harus hebat, cepat, mantap, dan stabil. Namun sebelum terbang, pesawat ini ada di parkirannya. Pesawat ini ditarik dengan mobil, dibimbing, diposisikan dulu biar pas letakknya. Ditarik mundur dulu dari parkirannya, dibelokkan, baru ditarik maju menuju runaway, tempat lepas landas. Melihat hal ini, Mufti Zainal Abidin katakan, “Coba lihat itu pesawat, dia bisa terbang kelangit, tetapi sebelum terbang, pesawat ini ditafakkud dulu kesiapannya sebelum pesawat ini diletakkan di runaway itu untuk lepas landas. Apa yang ditaffakkud dari : mesinnya, pilotnya, alat-alatnyta, mobil tariknya, dan lain-lain. Sampai pada mobil yang membimbing pesawat ini dipersiapkan hingga ada pada posisi yang di inginkan untuk siap terbang.” Lalu Mufti katakan, “Kamu itu mau seperti itu, di targhib siap terbang, tetapi terbangnya ngaco, malah membahayakan orang lain, ibarat pesawat tidak ikut tafakkud tahu-tahu meleset, mesin rusak atau posisi terbang salah sehingga malah tabrakan. Ini karena tidak ditafakkud dulu sebelum terbang. Jadi untuk mempersiapkan pesawat agar bisa terbang ini, perlu di tafakkud dulu hingga sampai pada kesiapan yang cukup layak untuk terbang. Baru nanti terbangnya mantap, stabil, tidak membahayakan, cepat, dan lancar.” Begitu pula kita, sebelum kita berangkat untuk mendapatkan keyakinan yang sempurna ini, ditafakkud dulu, duitnya berapa, biar tidak ngaco nanti terbangnya. Ini bukannya bertentangan dengan keyakinan, tetapi untuk meletakkan diri kamu di runaway tadi seperti pesawat. Jadi tafakkud ini untuk mempersiapkan keyakinan kita agar diletakkan dengan benar pada tempatnya, seperti membenarkan letakknya pesawat ini di runaway agar siap terbang. Nanti kalau Iman ini sudah sampai di runaway, sudah sampai pada level layak untuk terbang, gak perlu lagi di taffakkud. Masyeikh ini setiap 2 tahun pergi haji, mana ada orang yang datang kepada Syeikh Abdul Wahab, berapa tafakkudnya ? apa kesiapannya ? berapa uang dibawa untuk pergi haji ? cukup atau tidak ? tidak ada ceritanya syekh Abdul Wahab di taffakkud seperti itu. Ini karena para Masyeikh sudah meletakkan diri mereka pada jalan yang sudah tinggal siap terbang saja. Keyakinan mereka sudah sampai kalau terbang ini tidak akan menyusahkan orang lagi, seperti terbangnya pesawat yang tinggal lepas landas dari runaway tadi, tidak akan nabrak-nabrak.

Ada kisah tentang Nabi Isa AS ketemu Iblis LA, cerita ini agar kita ini tidak meniru iblis tadi. Bahaya kalau kita ikuti jejak Iblis, masuk neraka nanti akhirnya. Dakwahnya Iblis ini kuat, sebagaimana Dakwahnya Nabi. Kehebatan Iblis ini adalah Keikhlasannya. Jadi Nabi Ikhlas dan Iblispun juga Ikhlas, sama-sama Ikhlas. Cuman yang satu mengajak ke Surga, dan yang satu mengajak ke Neraka. Iblis gak pernak mengajak orang supaya dia, iblis ini, menjadi gubernur atau bupati, ketua partai, atau presiden, tidak ada. Tetapi murni mengajak orang agar masuk kedalam neraka bersama dia, itu saja, tanpa ada embel-embel lain. Dia, Iblis ini, tidak mau apa-apa dari dunia ini selain orang ikut sama dia ke neraka saja, sudah cukup itu saja bagi dia. Inilah dakwahnya Iblis, ikhlas tidak minta apa-apa, hanya ingin manusia masuk neraka saja. Jadi kalau Da’i ini masih mengharapkan sesuatu dalam dakwah berarti lebih goblok dari iblis. Kalah oleh Iblis dalam hal keikhlasan, bagaimana akan bisa menang. Iblis berkata kepada Nabi Isa AS, “Wahai Isa tahukah kamu bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan itu adalah Allah”, Isa bilang, “Ya tahu saya itu, dan yakin sekali.” Lalu Iblis berkata kepada Isa AS, “Sekarang kamu naik ke gunung, nanti kalau engkau sudah sampai dipuncaknya sana, kau lompat. Untuk membuktikan keyakinan kamu, bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Allah.” Sekarang coba posisikan diri kita seperti Nabi Isa AS. Seandainya ada karkun 4 bulan IPB, baru pulang lagi Jos, di tempatkan dalam keadaan seperti Nabi Isa tadi bagaimana ? kita di targhib Iblis masalah keyakinan seperti Nabi Isa, apa yang akan kita lakukan ? Kita diminta Iblis untuk naik ke atas gedung lalu kita disuruh lompat, iblis nantang, kan kita sudah yakin katanya bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Allah. Bagaimana ? berani atau tidak kita menjawab tantangan iblis tadi ? apa kata iblis ini misalnya kepada kita, “Kamu ini bicara yakin-yakin sekarang coba tantang kereta api yang lagi jalan, kamu tunggu di rel.” Berani tidak kita ? untuk membuktikan bahwa hidup dan mati ini ditangan Allah. Tetapi apa jawab Nabi Isa ketika ditantang oleh Iblis seperti ini, “Wahai Iblis, yang berhak menguji itu Allah. Bukan kamu.” Allah yang menguji hamba, atau hamba yang menguji Allah ? Jelas disini Allahlah yang berhak menguji hambanya, bukan hambanya yang menguji Allah. Misalnya diatas gunung tadi ada orang yang sedang mengembalakan kambing. Dibawah gunung tadi ada sekelompok da’i melihat hal itu, sehingga mereka bermusyawarah memilih orang untuk naik ke atas gunung untuk mendakwahkan islam kepada si pengemala kambing tadi. Maka karkun yang terpilih tadi berdasarkan musyawarah, pergi naik ke gunung, dalam perjalan dia terpeleset, jatuh ke jurang, maka matinya adalah mati syahid. Tetapi kalau kita ikut kemping, pramuka, naik ke gunung, jatuh ke jurang, mati, ini namanya bukan mati syahid, tetapi mati sangit. Walaupun dia seorang karkun 4 bulan, mau menguji Allah, lompat dari gunung, maka perintahnya adalah orang Alim tidak boleh mensholati jenazahnya. Jadi kalau ada orang mati bunuh diri, perintahnya orang Alim jangan sholat, biar orang-orang awam saja yang mensholati. Kalau tidak di sholatkan sama sekali, berdosa semuanya, tapi yang menyolatkan jangan orang yang terkemuka seperti Ulama, Bupati, Tokoh masyarakat, cukup orang awam saja. Jadi kalau dia terjun lalu mati ini dia menguji Allah, tetapi jika dia naik karena dakwah, lalu terjatuh, ini dia diuji Allah namanya.

Jadi orang yang tadi hendak pergi ke IPB (India, Pakistan, Bangladesh), taffakkudnya 8 juta. Orang ini punya uang 10 juta, 2 juta untuk istri, dan 8 juta untuk berangkat. Lalu sampai di Malaysia ini duitnya hilang, berarti dia ini diuji Allah. Maka tetesan air mata dia ini lebih disukai oleh Allah, dan mendapat pertolongan Allah. Ada orang punya duit 100 juta, bawa duit 5 juta, di tafakkud, dia bilang udah gak usah takutlah. Tim taskil bilang, “Apa yang menyebabkan anda tidak punya duit memaksakan diri ?” dia bilang, “Tidak usah tanya-tanya saya.” Sampai di Malaysia punya duit tinggal 3 juta. Di Malaysia kata Amir rombongan kumpul uang buat khidmat, dengan alasan Iqrom tidak usah ditentukan, ada orang yang memasukkan uang ke dalam sorban minim sekali, ada yang hanya memasukkan tangan saja. Orang macam ini adalah pendusta dan pengkhianat. Orang seperti ini bukanlah seorang Da’i tetapi pengkhianat, makan duit orang, copot saja jadi amir, kembalikan ke markaz. Tidak ada kerja dakwah yang macam itu, kalau uang habis, pulang saja, kerja lagi, jangan menipu teman-teman dia. Menipu dengan alasan agama, targhib tentang pentingnya Iqromul Muslimin.

Kargozari :

Ada jemaah pergi dengan taffakud Rp. 200.000, - untuk 40 hari. Tetapi baru 4 hari jalan sudah pulang. Ditanya kenapa pulang, dia bilang, “Duit habis.” Ditanya lagi, “Kenapa habis ?”, dia bilang, “Habis Amir shaf targhib kita harus Iqrom kepada saudara-saudara kita. Sehingga saya harus kasih 50 Ribu setiap hari. Jadi 4 hari sudah habis.” Lalu ditanya lagi, “Yang lain bagaimana setorannya ?” dia jawab, “Cuman masukkan tangan saja.”

Padahal Allah sudah memberikan garisan :

“ Watujahiduna fisabillillahi bi amwalikum wa anfusikum…”

artinya : “Berjuang di jalan Allah dengan harta dan diri kamu sendiri….”

Berarti orang seperti ini, yang memanfaatkan orang lain dengan alasan agama, telah menipu orang. Penipu macam ini tidak akan bisa berhasil dalam kerja agama. Justru penipu-penipu macam inilah yang merusak kerja agama, merusak kerja Nabi SAW. Orang macam ini tidak mau ditaffakkud, tetapi mau menipu dengan alasan agama.

Kargozari :

Kemarin ketika saya di Cianjur, saya ditanya oleh seseorang, “Ustadz boleh tidak berpuasa ketika keluar di jalan Allah ?” lalu saya katakan, “Mengapa tidak boleh ? silahkan saja puasa. Bahkan ada jemaah masturoth dari pakistan dapat Visa 2 bulan, tidak bisa diperpanjang lagi. Mereka ke Singapore, selama disana lebih kurang 2 minggu, mereka berpuasa, suami-istri. Sehingga mereka bisa dapat Visa lagi. Jadi silahkan aja berpuasa. Tetapi dengan catatan jangan makan benda yang haram dalam puasa.” Dia bertanya, “Maksudnya benda haram bagaimana ?”

Contohnya saya berikan :

Kumpul duit Rp.3000,- satu hari. Nanti pada waktu sahur bilang sama Khidmat, “Besok saya mau puasa, tolong beli 2 bungkus supermie.” Lalu dibelikan supermie 2, berapa harganya ? Rp. 2000. Ditambah lagi telor 3, Rp. 3000,-. Nanti mau buka minta dibelikan kurma dengan alasan sunnah Nabi SAW, jadi dibeli kurma ½ Kg harganya Rp. 10.000,-. Sementara dia nyetor duit istima’i Rp.3000,- sedangkan makannya untuk puasa saja Rp.15.000,-. Ini berarti Puasa dia tidak diterima oleh Allah Ta’ala, karena puasa memakan benda yang haram. Benda haram apa ? Uang teman dia dimakan untuk menutupi ongkos puasa dia. Kalau mau puasa jangan memesan melebihi target daripada uang yang di setor untuk istima’iyat. Jadi kalau mau puasa, berikan uang kepada khidmat yang diluar budget istima’iyat, secara infirodhi dengan uang dia sendiri mencukupi keperluan dia puasa. Atau orang khidmat Iqrom, menggunakan uang dia sendiri untuk menyenangkan temannya yang sedang berpuasa, dengan keikhlasan dia, bukan makan uang Istima’iyat.

Jadi usaha agama ini adalah untuk meletakkan diri kita pada runaway seperti pesawat yang akan lepas landas. Jadi apa yang mampu, kita usahakan, lalu seiring waktu kita tingkatkan lagi pengorbanan. Jadi kalau ada orang cuman ada 5 juta untuk pergi ke IPB, tidak mencukupi taffakkudnya, maka keluar saja jalan kaki di dalam negeri, atau 4 bulan dalam negeri. Jangan sampai taffakkud tidak cukup ke IPB, malah tidak keluar sama sekali, padahal dia mampu mencari jalur alternatif.

Nabi SAW katakan mahfum :

“ Sesuatu yang tidak bisa dicapai itu, jangan ditinggalkan semuanya…”

Kalau buat kerja dengan ketaqwaan yang sudah sampai disana, barulah fadhilah dari orang bertaqwa ini akan Allah beritahukan :

“Wamai yatakilloha yaj’alahu makhroja. Wayarzukhu min haisu la yahtasib”

artinya : “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.”

Jadi nanti Allah berikan jalan keluar kepada orang bertaqwa tadi, jika ketaqwaannya sudah sampai disana, yaitu dibatas ketaqwaan yang Allah kehendaki, dan akan mendapatkan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah berfirman : “Inta takulloh yaja’alahu furqon…”, maksudnya apa ? jadi semakin dia bertaqwa nanti Allah akan berikan dia petunjuk yang hebat sehingga dia dapat membedakan mana yang haq dan yang bathil. Ini kalau kita sudah memilih jalan ketaqwaan. Kalau kita sudah mencapai derajat ketaqwaan tadi baru datang pertolongan Allah. Jadi orang yang sholat dirumah tadi tidak bisa mendapatkan pertolongan Allah.


Jalur ini ada yang namanya :

1. Fatwa Jalan yang paling ringan atau Minimum Requirement
2. Taqwa Amal yang terbaik atau batas akhir kemampuan untuk beramal

Kargozari :

Ada seseorang bertanya kepada saya, “Pak ustadz, apakah fatwanya untuk merokok ini, haram atau makruh ?” Jadi saya jawab, “Fatwa yang levelnya paling rendah ini, bagi Iman yang paling rendah, adalah Makruh. Kalau yang Imannya keblinger, Iman yang kacau, rokok ini halal. Bahkan ada yang bilang bahwa rokok ini wajib lagi, Na’udzubillah min dzalik. Hampir saya tampar orang yang mengatakan rokok ini wajib kepada saya.” Jadi ketika selesai bayan orang ini bertanya kepada saya, “Rokok ini haramkah, makruhkah, wajibkah ?” lalu saya bilang, “Adik (karena lebih muda dari saya jauh), baru kali ini saya dengar rokok ini wajib, darimana dalilnya ?” Kata dia, “Sopir bis antar kota ini yang perokok kalau dia menyetir, sambil merokok, maka dia akan tegar dan penumpang bisa selamat semua. Tetapi kalau dia tidak merokok, bisa mengantuk, lalu mobil bisa tabrakan nantinya karena tidak tegar, dan penumpang bisa celaka. Jadikan wajib jadinya ngerokok itu.” Lalu saya jawab,”Itu supir mana dulu, saya ada pengalaman supir dari suatu daerah ini, kalau dia nyetir agar bisa terjaga dia minum Khamar, Brandy atau Bir. Kalau dia minum Brandy itu, 3 hari 3 malam dia bisa nyetir, tegar dan tidak ngantuk, artinya penumpangkan bisa selamat. Kalau tidak minum, bisa hilang ketegaran, jadi suka ngantuk-ngantukan, mobil bisa celaka, penumpang bisa tidak selamat. Kalu gitu minum Khamar ini atau Brandy ini, wajib atau tidak dalam kondisi seperti ini ?” Dia bilang, “Bukan begitu caranya stadz, jelas itu tidak boleh.” Lalu saya katakan,”Makanya otak kamu jangan di ikut-ikutkan orang kafir sana, seenak-enaknya buat fatwa.” Jadi jangan sembarangan membuat-buat perumpamaan, mentang-mentang hebat ilmunya ushul fiqihnya, jangan, tidak boleh itu.

Kalau seseorang ini memilih Fatwa saja, tidak memilih jalur Taqwa, seperti contoh tadi yang mengatakan ngerokok itu makruh, maka orang seperti ini jika dia mendapatkan masalah, Allah tidak akan berikan way out, atau jalan keluar, Allah tidak akan tolong dia. Tetapi kalau orang tadi lebih memilih jalur Taqwa, tidak merokok, baru Allah akan berikan dia way out atau pertolongan.

Kargozari :

Ada seseorang bertanya kepada saya, “Pak Ustadz, yang namanya purdah itu betul-betul wajib atau sunnah saja ?” Lalu saya katakan, “Itu wajib, sebagaimana banyak para ulama menafsirkan demikian.” Tetapi banyak ulama-ulama sekarang yang kacau fatwanya mengatakan bahwa cadar itu tidak ada di Qur’an, yang ada Jilbab, seperti dalam ayat yang artinya mahfum : “Hendaklah mereka menurunkan Jilbabnya.” Sehingga ulama yang ngaco ini menafsirkan bahwa cadar ini tidak ada di Qur’an, yang ada Jilbab. Jilbab itu sebenarnya yang ada di Indonesia, yang dipakai kebanyakan wanita disini, itu kerudung namanya, bukan Jilbab, dalam bahasa arab namanya Shima. Sedangkan Jilbab yang sebenarnya itu adalah baju yang lebar diturunkan dari atas tubuh dia, ini baru namanya jilbab.

Fatwa untuk level yang paling rendah tadi adalah sampai muka saja, tidak ada purdah. Tetapi kalau Fatwa dari ulama kita ini, untuk ukuran Iman yang kuat, adalah tetap pakai purdah bagian muka ini. Sekarang kita pilih ketaqwaan, jika dia masih saja memilih jalan Fatwa tadi, maka jika dia mendapatkan kesulitan, Allah tidak akan berikan pada dia tadi jalan keluar. Bahkan semakin hari Allah tidak akan bukakan pada dia hijab, penghalang, untuk membedakan mana yang Haq dan mana yang bathil. Seperti firman Allah : “Inta taqulloh yaja’alahum furqona”, kalau kamu betul-betul memilih Taqwa, maka Allah akan memberikan kepada kamu ini Furqon, penglihatan yang bisa membedakan antara yang Haq dan yang Bathil, antara yang Halal dan yang Haram. Bahkan kenikmatan beragama tidak akan Allah berikan dalam diri dia. Demi Allah 3x, selama istri tidak pakai purdah, maka dia tidak akan merasakan nikmatnya hadits Nabi SAW. Dusta, bohong, kalau orang mengatakan bahwa saya bisa merasakan kenikmatan manisnya Iman kalau istrinya belum pakai purdah.

Nabi SAW katakan mahfum :

“Sebaik-baik istri ini yang kalau kamu pandang menarik hati kamu.”

Inilah ilmunya Nabi SAW, kalau istri kamu ini khusus untuk menarik pandangan kamu saja. Istri kamu cantik, kalau dia pakai purdah akan tetap seperti itu, cantiknya tidak akan berkurang. Kalau orang lain menganggap istri kita ini seperti ninja, hantu, malu karena tampangnya jelek, biar saja, gak menarik, tidak apa-apa, memang itu yang diinginkan. Memang tujuannya itu agar kita saja yang menikmatinya. Tetapi kalu dirumah, MasyaAllah, biar suaminya saja dan Allah yang tahu kenikmatannya melihat istri melepas purdahnya dirumah. Tetapi kalau istri kita mukanya tidak ditutup purdah, maka jelas akan menarik pandangan orang lain. Seorang ulama mesir, pernah ke mesjid ini, lalu dia berkata bahwa istri Nabi ini yang namanya Ummu Salamah R.ha ini hebat dan pintar sekali orangnya. Beliau ini, Ummu Salamah R.ha, bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasullullah, jika laki-laki ini tidak boleh dipanjangkan bajunya, sedangkan perempuan harus dipanjangkan, maka sampai dimana panjangnya ya Rasullullah SAW ?” Maka jawab Nabi SAW ini adalah, “Zirroh ( satu genggam dari batas kaki / dibawah mata kaki )” Padahal kaki ini adalah bagian terburuk dari anggota badan, dan sedangkan yang paling hebat adalah muka. Jika bagian tubuh yang paling jelek saja, yaitu kaki, takut terlihat orang lain, bagaimana dengan muka. Ummu Salamah R.ha ketakutan kakinya terlihat orang, padahal bagian yang paling buruk dari badan ini, yang jarang orang mau melihatnya, bagaimana dengan muka. Jadi kalau kita memilih jalan Ketaqwaan, baru Furqon akan Allah berikan.

Contoh :

Seseorang mengamalkan 2.5 jam amal maqomi, pergi 3 hari, dan 40 hari, ini baru Fatwa tingkatannya. Jika ini terus yang kita pertahankan, tidak ada peningkatan, maka wayout atau fadhilah orang bertaqwa tidak akan Allah berikan. Tetapi kalau sudah memilih ketaqwaan, ditingkatkan lagi menjadi 10 hari, lalu ditingkatkan lagi sampai dibatas kemampuan dia yang terakhir, maka orang seperti ini akan Allah berikan jalan keluar berupa pertolongan dan akan mendapatkan fadhilahnya orang bertaqwa. Walaupun dia belum pernah masuk ke Universitas, tetapi karena Allah telah berikan dia Furqon, tetapi untuk menjawab segala permasalahan pandai dia. Walaupun dia tidak bisa bahasa inggris, tidak bisa ilmu eksak dan ilmu pasti lainnya, tetapi Allah beri dia kemampuan untuk mengatasi masalah.

Kisah Sahabat :

Suatu hari Sayidina Ali RA ditantang oleh seorang Yahudi, “Hei Ali jawab 3 pertanyaan saya.” Kata Ali RA,”Silahkan tanyakan apa yang hendak kamu tanyakan.” Si Yahudi memberikan 3 pertanyaan :

1. Tunjukkan kepada saya binatang yang bertelor kemudian menetas, kemudian binatang yang langsung beranak, coba sebutkan ?

2. Berapa jarak antara Timur dan Barat ?

3. Berapa jarak antara langit dan bumi ?

Untuk ukuran kita ini pertanyaan susah sekali, sekalipun dia sekolah di Universitas Indonesia ataupun di Harvard Amerika, belum tentu bisa menjawab. Tetapi Ali RA mudah saja jawabnya, apa dia katakan :

1. Jawaban Pertama : Kalau binatang itu telinganya besar atau nampak, maka binatang itu beranak langsung. Kalau telinganya tidak ada seperti ikan atau ayam, bertelor dulu.

2. Jawaban Kedua : Jarak Timur dan Barat adalah perjalanan matahari satu hari.

3. Jawaban Ketiga : Jarak antara bumi dan langit adalah jarak do’a seorang mukmin yang mustajab.

Yahudi bertanya lagi, “Wahai Ali dimana engkau belajar ?” kalau kita ditanya “Dari universitas mana lulusnya ?” Ali RA katakan dari firman Allah :

“Wattaqulloha wayu’allimuhu kumullah”

Maksudnya : “Taqwalah kamu terus kepada Allah, maka Allah akan ajarkan kamu ilmu apa saja”

Kenapa seorang suami sampai sekarang belum bisa mengatasi istrinya, berarti ketaqwaannya belum benar. Maka terus perbaiki ketaqwaan kita kepada Allah, dan kemampuan ini ditingkatkan terus. Kalau seorang karkun ini 3 hari terus tiap bulan, tidak ada peningkatan, sampai kapan dia mau terus jadi wanita ? mengapa demikian ? Tertib 3 hari, 40 hari, 4 bulan seumur hidup ini tertib perempuan ( yaitu 1/10 waktu ) :

1. 3 Hari setiap bulan Tertib Haid perempuan
2. 40 Hari setiap tahun Tertib Cuti wanita setelah melahirkan
3. 4 Bulan seumur hidup Tertib Masa Iddah ketika suami meninggal

Kita ini harus memakai tertib laki-laki ( tertib Umar RA : 1/3 waktu ) yaitu :

1. 8 Jam Setiap Hari
2. 10 Hari tiap Bulan
3. 4 Bulan Setiap Tahun (minimal)

Jika kita sudah tingkatkan ketaqwaan kita ini sampai pada derajat ketaqwaan laki-laki ini, baru nanti Allah akan ajarkan kepada kita ilmu untuk menyelesaikan masalah. Kalau Ketaqwaan kita ini sudah tinggi pasti hatinya ini akan takluk hanya pada perintah Allah saja. Orang bertaqwa ini tidak akan mencari perkelahian, dia tidak akan mau berkelahi.

“ Innaladzina amanu waamilan sholihat saidjaro man hudjan”

Maksudnya : “Kasih sayang ini akan datang dengan keimanan dan ketaqwan tadi, yaitu dengan amal sholeh.“

Kenapa menjadi berbencian satu sama lain, ini karena ketaqwaan kita lemah. Makanya kalau kita ini sudah bergerak, dan menambah kecepatan dari pada gerak amal kita ini, inilah yang namanya ketaqwaan.

Contoh :

Seperti kipas angin, yang mempunyai 3 batang kipas, dan speednya ada 3. Jika kipas ini hanya pada kecepatan 1, pelan saja, maka belum bisa memberikan kenyamanan. Tetapi kalau kipas ini berputar dengan speed, kecepatan, yang jos, kecepatan 3, baru bisa memberikan kenyamanan.

Jadi kalau umat ini sudah mau memberikan ketaqwaan, bukan jalan fatwa lagi, sampai pada level batas akhir kemampuan, dan lalu dia tingkatkan lagi kemampuannya, maka Allah akan berikan kekuatan pada umat ini, mampu untuk menghilangkan segala khilafiyah yang ada. Segala perbedaan, atau warna pada umat ini akan hilang melalui ketaqwaan tadi.

Contoh :

Kipas ini kalau kita beri warna yang berbeda pada setiap batang kipas, maka ketika berputar pada speed, kecepatan yang pelan, maka walaupun kipas berputar tetapi masih nampak warna dan perbedaannya. Tetapi jika kipas ini berputar pada kecepatan yang jos, yang paling cepat putarannya, maka ketika itu semua warna atau perbedaan akan hilang, warna itu akan menyatu bersama dengan kecepatan. Ketika dengan menggunakan speed yang jos, yang nampak hanya putih saja. Begitu juga dengan umat ini jika dibawa geraknya dalam kecepatan yang jos, speed yang tercepat, maka semua khilafiyah yang ada pada umat ini akan hilang. Jadi kalu umat ini tidak di gerakkan, satu di pesantren NU, satu di pesantren Muhammadiyah, satu Universitas Islam IAIN, satu di pengajian Salafi, maka akan kelihatan perbedaannya, dan khilafiyahnya. Warnanya akan masih nampak jika tidak bergerak, masih terlihat sifat Assobiyahnya. Seperti orang yang menggolong-golongkan ini dayak, ini madura, ini jawa, ini sumatra, yang nampak hanya perbedaan saja, warna saja. Tetapi kalau semuanya sudah digerakkan dalam dakwah dengan speed yang jos, tidak akan lagi terlihat warnanya atau perbedaannya, hanya ada satu warna saja. Jadi yang nampak hanya satu warna saja yaitu warna seorang hamba Allah dan ummatnya Rasullullah SAW.

Kisah Sahabat :

Sangking cepatnya dan tingginya kecepatan gerak dan amal di jaman Nabi SAW, sehingga ada seseorang datang ke mesjid nabi, melihat Nabi dan para Sahabat, dia bertanya, “Siapakah diantara kalian ini yang namanya Rasullullah ?” sampai seorang Nabi saja sudah tidak dikenal lagi dikalangan ummat. Ini karena apa, warnanya sudah satu, asbab josnya kecepatan gerak amal Nabi dan Sahabat RA waktu itu.