Pentingnya Saling Ingat Mengingatkan dan Menyampaikan

PENTINGNYA SALING MENGINGATKAN dan MENYAMPAIKAN...

waltakun minkum ummatun yad'uuna ilaa lkhayri waya/muruuna bilma'ruufi wayanhawna 'ani lmunkari waulaa-ika humu lmuflihuun

[3:104] Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.

qul haadzihi sabiilii ad'uu ilaallaahi 'alaa bashiiratin anaa wamani ittaba'anii wasubhaanallaahi wamaa anaa mina lmusyrikiin

[12:108] Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Thursday, September 30, 2010

AKHLAK ISLAMI HIASAN INDAH DALAM SEBUAH KEHIDUPAN

Assalamu'alaikum wr. wb.

Istilah “kuno” ataupun “ketinggalan zaman” merupakan gelar atau julukan yang sering dilontarkan oleh kaum muda mudi zaman ini terhadap seseorang yang mereka anggap sok memperhatikan akhlak atau adab Islami. Sebuah kondisi yang sangat disayangkan jika ini terjadi di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Keadaan yang seperti ini akan bertambah parah terkhusus pada saat umat Islam sudah tidak lagi memperdulikan lagi akhlak dan adab Islami, terlebih slogan “siapa cepat dia dapat”, “siapa kuat dia yang menang” dijadikan sandaran dalam mencari berbagai macam keuntungan dunia. Tentunya kondisi yang seperti ini tidak akan menjadikan suasana dalam hidup semakin tenang, bahkan keadaan ini justru menjadi sebab keterpurukan sebuah negeri. Wal’iyadzu billah…(kita berlindung kepada Allah)

Akhlak dan adab dalam agama ini memiliki kedudukan yang tinggi dihadapan Allah ‘Azza wa Jalla dan rasul-Nya Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Tidaklah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam diutus ke dunia ini kecuali sebagai penyempurna akhlak atau budi pekerti yang mulia, sebagaimana Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda


»إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق »

” Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no.45)

Dengan akhlak dan adab yang mulia inilah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menghiasi hidupnya dalam rumah tangganya, keluarga, di hadapan shahabatnya, dan di hadapan umat secara umum. Termasuk para pembesar-pembesar Quraisy yang kafir ketika saat itu, beliau menyikapi mereka di atas koridor akhlak dan adab yang mulia.

Sebuah pengakuan yang begitu indah dari shahabat Anas bin Malik t sebagaimana telah disebutkan oleh Al-Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya:

“Aku telah berkhidmat (menjadi pelayan) Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam selama 10 tahun, beliau tidak pernah mengatakan kepadaku “ah” dan tidak pernah bertanya jika aku telah melakukan sesuatu ‘kenapa kamu melakukannya?’, dan pada sesuatu yang tidak pernah aku lakukan beliau tidak mengatakan ‘mengapa kamu tidak melakukannya?’ Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Al-Bukhari no. 3561/Muslim no. 2309)

Hal tersebut merupakan rahmat dan karunia dari Allah ‘Azza wa Jalla yang telah diberikan kepada Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan besarnya rahmat yang telah diberikan-Nya, sebagaimana firman-Nya :

“Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar niscaya mereka akan menjauh dari sekelilingmu, maka maafkanlah mereka dan mohonkan ampun untuk mereka serta bermusyawarahlah dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah betekad bulat, maka bertawakallah! Karena sesungguhmya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (Ali Imran: 159)

Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khatthab berkata; “Aku menjumpai sifat Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dalam kitab-kitab terdahulu, bahwa beliau tidak pernah berkata kasar, kotor, dan tidak pula berteriak-teriak di pasar serta tidak membalas perbuatan jelek dengan kejelekan, sebaliknya beliau sangat pemaaf“ ( Tafsir Ibnu Katsir 1/516)

Demikianlah akhlak manusia termulia ini. Tidak ada perkara yang lebih indah dalam sebuah kehidupan jika terwarnai dengan kemuliaan akhlak dan budi pekerti, rasa cinta dan kasih sayang, keharmonisan akan terjalin dalam rumah tangga jika setiap individu atau umat Islam menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia.

Wallahu a’lam bishshawab.

Wssalamu'alaikum wr. wb.

Menjauhkan Diri dari Budaya Konsumtif, Bisakah Kita?

Adakah dari Anda yang saat ini terkaget-kaget melihat pengeluaran uang untuk keperluan Idul Fitri kemarin? Yang jumlahnya ternyata sangat besar, diluar perkiraan dan perhitungan Anda. Akibatnya, Anda pun mau tidak mau harus menarik kembali uang tabungan untuk memenuhi kebutuhan sampai akhir bulan ini. Padahal tabungan itu mungkin dana yang tidak boleh diutak-atik karena memang disediakan untuk keperluan masa depan keluarga Anda.

Pada hari-hari besar seperti Idul Fitri, banyak orang yang "mendadak" konsumtif--atau memang pada dasarnya sudah punya sifat konsumtif--membeli apa saja yang diinginkan dan berlindung dibalik alasan "Tak apalah, buat Lebaran, setahun sekali." Banyak orang yang jadi permisif untuk membeli barang-barang yang serba baru; baju, sepatu, taplak meja, gordin jendela, toples kue, dan lain sebagainya, yang terkadang justru menghambarkan makna Idul Fitri itu--atau hari besar Islam lainnya--itu sendiri.

Di luar hari-hari istimewa itu pun, tanpa sadar kita sudah mempraktekkan budaya konsumtif. Apalagi kalau kita sedang mendapatkan rezeki yang berlebih. Islam tidak melarang umatnya untuk mensyukuri rezeki yang diberikanNya dengan memanfaatkan rezeki itu untuk kesenangan diri, tapi Islam juga mengajarkan pemanfaatan rezeki berlebih itu dengan rasa tanggung jawab, yaitu tidak menghambur-hamburkannya secara berlebihan dan menyisihkan sebagiannya untuk kaum duafa.

Kekayaan (harta) dan kemiskinan posisinya sama dalam Islam, sama-sama merupakan ujian bagi manusia. Kekayaan bisa mengantarkan manusia masuk surga, sebagaimana kekayaan juga bisa mengantarkan manusia masuk neraka. Begitu pula dengan kemiskinan.

Masyarakat Muslim berbeda dengan masyarakat Barat non-Muslim yang memandang konsumerisme dan konsumsi sebagai cabang dari budaya kebebasan. Kualitas seorang manusia dalam Islam, bukan dinilai dari seberapa banyak kekayaan dan barang-barang bagus yang dimilikinya, tapi dari ketakwaannya pada Allah Swt. Inilah yang kadang membuat kita lupa, sehingga banyak Muslim yang lebih senang mengumbar kekayaannya untuk memuaskan egonya pada barang-barang mewah, membeli apa saja yang diinginkan meski barang itu sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan..

Rasulullah Muhammad Saw mencontohkan kerendahan hati dan sangat mencintai cara hidup yang sederhana. Beliau menghindari gaya hidup yang materialistis meski kekayaan dan pengaruhnya membuka peluang baginya, misalnya untuk membangun sebuah rumah yang megah dan mewah, namu beliau tinggal di sebuah rumah dengan perabotan yang serba sederhana. Tidak seperti kebanyakan kita saat ini, Rasulullah Saw menjauhkan diri untuk memfokuskan hidupnya untuk mengejar materi.

Budaya konsumtif yang berkembang saat ini, membuat banyak orang menunjukkan kesuksesannya dengan kepemilikan harta benda. Kadang mereka berperilaku ekstrim dengan tidak segan-segan meminjam uang hanya untuk membeli barang mewah yang diinginkannya, untuk kesenangan sesaat dan menampakkan dirinya lebih "berpunya" dari orang lain. Iklan-Iklan aneka barang yang mengepung kehidupan kita dan menjanjikan "kehidupan yang lebih baik" jika kita mau membelanjakan uang yang kita cari dengan susah payah dengan barang-barang tersebut. Kesenangan menghabiskan waktu santai dengan jalan-jalan ke mal ikut memberikan kontribusi bagi kebiasaan hidup konsumtif, karena jika jalan-jalan ke mal, meski rencananya cuma "lihat-lihat" saja, pasti pulangnya membawa satu atau dua barang yang dibeli, tergoda oleh barang-barang keluaran baru yang dipajang di etalase toko atau oleh iming-iming diskon besar yang ditawarkan pusat-pusat perbelanjaan.

Sejatinya, kekayaan materi dan kemewahan adalah penyakit konsumtif yang menimpa banyak orang. Tidak ada vaksin atau imunitas terhadap penyakit konsumtif ini. Tapi seperti kata bijak "mencegah lebih baik daripada mengobati", hanya itu yang bisa dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh dari penyakit budaya konsumtif. Banyak cara yang bisa dilakukan sebagai upaya menjauhkan diri dari konsumerisme, salah satunya tidak tergoda untuk membuat kartu kredit atau kartu keanggotaan yang ditawarkan pusat-pusat perbelanjaan. Kelebihan rezeki dan harta yang kita punya akan lebih bermanfaat jika kita jadikan sedekah untuk mengejar pahala dan bukan materi serta mulai menanamkan pola hidup "nikmati hal-hal yang sederhana dalam hidup ini". (ln/muslimasoasis)

The House Of Allah

Assalamualaikum WRB

Segala puji tak berujung hanya milik Allah swt, yang maha mengatur segala mahlukNya lagi menjamin rezki semua mahluk, Raja diatas segala raja..yang Maha Kekal sebelum segala sesuatunya ada dan tetap kekal setelah segala sesuatunya binasa..

Shalawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita Baginda Rasulullah SAW, ahli keluarga beliau, para sahabat dan ummatnya yang senantiasa mengikuti sunnah-sunnah beliau hingga hari kiamat.

Saudaraku seiman mungkin pernah dihadapkan akan suatu kondisi dimana orang non muslim bertanya kepada kita kenapa Ka'bah begitu dimuliakan orang muslim? apakah engkau menyembah Ka'bah? kenapa sholat harus menghadap Ka'bah? dsb.

Apa itu Ka'bah?

Ka'bah adalah bangunan suci kaum Muslim yang terletak di kota Mekkah di dalam Masjidil Haram. Merupakan bangunan yang dijadikan patokan arah kiblat atau arah patokan untuk hal hal yang bersifat ibadah bagi umat Islam di seluruh dunia seperti sholat. Selain itu, merupakan bangunan yang wajib dikunjungi atau diziarahi pada saat musim haji dan umrah.

Bangunan berbentuk kubus ini berukuran 12 x 10 x 15 meter. Juga disebut dengan nama BaitAllah.

Sebelum peradaban manusia ini diciptakan Allah SWT dan sebelum mereka turun ke bumi. Para malaikat diperintahkan Allah SWT untuk turun ke bumi dan mendirikan ka’bah lalu mereka diperintahkan untuk bertawaf di sekelilingnya.

Hingga datang masa penciptaan Nabi Adam dan penobatan beliau sebagai kalifah di bumi, beliau diturunkan ke bumi di wilayah yang sekarang bernama India. Selanjutnya beliau berjalan mencari istrinya Hawa dan ternyata di sekitar rumah Allah inilah beliau bertemu dan kemudian tinggal lalu beranak pinak. Rumah Allah (ka’bah) ini menjadi tempat untuk beribadah kepada-Nya sepanjang masa, baik masa Nabi Nuh, Ibrahim atau nabi-nabi lainnya.

Ka'bah yang juga dinamakan Baitul Atiq atau rumah tua adalah bangunan yang dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah SWT. Dalam Al-Qur'an, surah 14:37 tersirat bahwa situs suci Ka'bah telah ada sewaktu Nabi Ibrahim menempatkan Hajar dan bayi Ismail di lokasi tersebut.

Kenapa Agama Islam Menyembah Ka'bah?

Sejak zaman Nabi Adam as manusia tahu bahwa ka’bah bukanlah berhala yang disembah. Bahkan hingga masa kehidupan bangsa Quraisy yang terkenal sebagai penyembah berhala dan telah meletakkan tidak kurang dari 360 berhala di seputar ka’bah, mereka pun tidak terpikir untuk menyembah ka’bah.

Bahkan orang arab di masa itu sering membuat tuhan dari makanan seperti roti, kurma dan apapun yang menurut khayal mereka bisa dianggap menjadi tuhan. Tapi tidak dengan ka’bah, karena dalam keyakinan mereka ka’bah memang bukan tuhan atau berhala.

Mereka hanya melakukan ibadah dan tawaf di sekelilingnya. Ka’bah bagi para penyembah berhala itu bukanlah berhala yang disembah, ka’bah bagi mereka adalah rumah Allah SWT untuk melaksanakan ibadah.

Hal itu bisa menjadi lebih jelas ketika raja Abrahah dari Habasyah menyerbu ka’bah dengan tentara bergajah. Orang-orang Quraisy saat itu tidak merasa takut ka’bah mereka akan hilang, karena dalam diri mereka ada keyakinan bahwa ka’bah itu bukan tuhan, tapi ka’bah adalah rumah Allah, tentu saja Sang Pemilik yang akan menjaganya.
Saat itu Abdul Muttalib paman dari Rasulullah saw justru sibuk mengurus kambing-kambing miliknya yang dirampas sang raja.

Hingga ada seorang Quraisy yang bertanya kepadanya (Kurang lebih) "Wahai Abdul Muttalib mengapa engkau sibuk mengurus kambing-kambing engkau sedang rumah Tuhanmu hendak dihancurkan?" maka Paman Nabi menjawab "Kambing ini kepunyaan saya maka saya menjaganya sedangkan Ka'bah kepunyaan Allah maka Dialah yang menjaganya" beginilah keyakinan orang-orang Quraisy dulu, masalah ka’bah, mereka yakin sekali pasti ada Yang Menjaganya.

Pada masa Nabi Muhammad SAW berusia 30 tahun (Kira kira 600 M dan belum diangkat menjadi Rasul pada saat itu), bangunan ini direnovasi kembali akibat bajir bandang yang melanda kota Mekkah pada saat itu.

Sempat terjadi perselisihan antar kepala suku atau kabilah ketika hendak meletakkan kembali batu Hajar Aswad namun berkat penyelesaian Muhammad SAW perselisihan itu berhasil diselesaikan tanpa pertumpahan darah dan tanpa ada pihak yang dirugikan.

Pada saat menjelang Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi sampai kepindahannya ke kota Madinah. Lingkungan Ka'bah penuh dengan patung yang merupakan perwujudan Tuhan bangsa Arab ketika masa kegelapan pemikiran (jahilliyah) padahal sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa Yahudi serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi, Tuhan tidak boleh disembah dengan diserupakan dengan benda atau makhluk apapun dan tidak memiliki perantara untuk menyembahnya serta tunggal tidak ada yang menyerupainya dan tidak beranak dan diperanakkan (Surat Al Ikhlas dalam Al-Qur'an).

Ka'bah akhirnya dibersihkan dari patung patung ketika Nabi Muhammad mebebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah.

Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya'ibah sebagai pemegang kunci ka'bah dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawwiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan.

Apa itu Hajar Aswad?

Hajar Aswad merupakan sebuah batu yang tertanam di pojok Selatan Kabah pada ketinggian sekira 1, 10 meter dari tanah. Panjangnya sekira 25 sentimeter dan lebarnya sekira 17 sentimeter.

Awalnya Hajar Aswad adalah satu bongkah batu saja, tetapi sekarang berkeping-keping menjadi 8 gugusan batu-batu kecil karena pernah pecah. Hal ini terjadi pada zaman Qaramithah yaitu sekte dari Syiah Ismailiyyah al-Baatiniyyah dari pengikut Abu Thahir al-Qarmathi yang mencabut Hajar Aswad dan membawanya ke Ihsaa pada tahun 319 H, tetapi kemudian dikembalikan lagi pada 339 H.

Gugusan terbesar seukuran satu buah kurma, dan tertanam di batu besar lain yang dikelilingi oleh ikatan perak. Inilah batu yang kita dianjurkan untuk mencium dan menyalaminya.

Kenapa Kita Mencium Hajar Aswad?

Bangsa Arab di masa paganismenya menyembah 360 berhala yang diletakkan di dalam dan di sekeliling ka'bah tapi tidak pernah menyembah ka'bah.
Demikian juga, mereka tidak pernah menyembah batu hitam (hajar aswad).
Yang mereka sembah itu patung yang diukir dan dibuat membentuk dewa-dewa. Tapi mereka tidak pernah menyembah batu sebagai bahan dasar pembuatan patung (seperti yang dijelaskan sebelumnya).

Maka setelah mereka (Orang Arab) memeluk Islam, Rasulullah saw sudah tidak perlu lagi menjelaskan posisi Hajar Aswad dalam hal peribadahan mereka. Bahkan Umar bin Al-Khattab kita kenal dengan ungkapannya yang abadi:
"Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak membahayakan, dan tidak pula dapat memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw. menciummu, maka sekali-kali aku tidak akan menciummu." (H.R. Bukhari).

Rasulullah SAW mencium hajar aswad karena batu itu mulia dan berasal dari surga. Tapi bukan karena kita diajarkan untuk menyembah batu itu.

Dari Ibn Abbas bahwa Nabi Muhammad s.a.w. tidak melambaikan tangan (menyalami) kecuali kepada Hajar Aswad dan Rukun Yamani. dua kota suci, Mekkah dan Madinah.

Bagi kita sendiri ummat Islam sudah jelaslah ketetapan akan hukum-hukum Allah.

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa." [Al Baqarah :21]

"Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." [Al Baqarah :22]

Saudaraku seiman, memang sangat banyak musuh-musuh Islam yang sekuat tenaga mencari-cari cara untuk melemahkan Iman kita, dan inilah bukti kedangkalan ilmu mereka yang mengambil kesimpulan tanpa analisa terlebih dahulu atas kajian yang mereka tulis.

Dan terlebih bodoh lagi seseorang yang dianugrahi Iman dan Islam tapi tidak mau belajar lagi masa bodoh akan ilmu pengetahuan Agama dan akhirnya terjerumus dalam kebodohan dan tipuan dunia.

Semoga Allah swt senantiasa menjaga dan melindungi kita semua ummat akhir zaman ummat dari kekasih Allah swt hingga di hari perjumpaan kita dengan Beliau.

"Celakalah orang yang pernah bertemu Rasulullah tapi tidak bersama Beliau di surgaNya Allah..dan terlebih celaka lagi orang yang tidak pernah bertemu Rasulullah dan nantinya tidak bertemu Beliau".

Ada benarnya datangnya dari sang Khalik Allah swt dan apabila ada kekurangan itu semata-mata dari kebodohan dan kekurangan ilmu saya.

..Subhanallah wabihamdi AsyaduAllahilaha Illallah Anta Astagfiruka wa'atubu Ilaik Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Sunday, September 26, 2010

Sabar itu Setengah Iman

Ketahuilah kiranya, bahwa iman itu pada suatu kali, disandarkan secara mutlak kepada tasdiq dengan pokok-pokok agama, dan pada suatu kali lainnya dengan amal shalih yang datang dari tasdiq itu, dan pada suatu kali lainnya lagi keduanya sekaligus: iman dan amal shalih.

Adapun “sabar itu setengah iman” berdasarkan dua pandangan dan atas kehendak dua pemakaian kata. Pandangan pertama, iman itu dikatakan secara mutlak kepada semua tasdiq dan amalan. Lalu iman itu mempunyai dua sendi (rukun). Yang satu yakin dan yang lain sabar.
Yang dimaksudkan dengan yakin ialah ma’rifah-ma’rifah yang diyakini kepada pokok-pokok agama. Dan yang dimaksudkan dengan sabar ialah amal (berbuat) menurut yang dikehendaki oleh keyakinan. Keyakinan tersebut, misalnya, mengajarkan bahwa maksiat itu mendatangkan melarat dan tha’at itu mendatangkan manfaat. Dan tidak mungkin meninggalkan perbuatan maksiat dan rajin kepada taat, selain dengan sabar. Maka adalah sabar itu separuh iman dengan pandangan ini. Dan karena itulah, rasulullah s.a.w. mengumpulkan di antara keduanya, dengan sabdanya:

“Di antara yang paling sedikit yang diberikan kepada kamu ialah yakin dan keras kesabaran”.
Pandangan kedua, iman itu dikatakan secara mutlak kepada ahwal yang membuahkan amal, dan bukan ma’rifah-ma’rifah. Dan ketika itu, terbagilah semua yang ditemui oleh hamba dalam hidupnya, kepada yang bermanfaat kepadanya di dunia dan di akhirat atau yang mendatangkan melarat kepadanya di dunia dan akhirat. Dan hamba itu dengan dikaitkan kepada yang mendatangkan melarat kepadanya mempunyai hal (sifat) syukur. Maka syukur itu dengan pandangan ini adalah salah satu dari dua bagian iman, sebagaimana yakin adalah salah satu dari dua bagian itu, menurut pandangan pertama di atas.

Dengan pandangan tersebut, Ibnu Mas’ud r.a. berkata:

“Iman itu dua paruh (nishfu), separuh sabar dan separuh syukur”.

Buah Mengembalikan Urusan Kepada Allah dan Bersabar

Dalam hidup ini setiap muslim kadang menghadapi ujian, cobaan dan bencana. Karena itu, ketika diuji, hendaknya ia bersabar dan mengharapkan pahala kepada Allah atas musibahnya. Jika demikian, tentu Allah tidak akan menyia-nyikan sesuatu pun untuknya, bahkan Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang hilang darinya.

Dalam Shahih-nya, Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah ra, bahwasanya ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw, 'Tidaklah seorang muslim yang tertimpa suatu musibah, lalu ia mengatakan apa yang diperintahkan Allah, 'Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah aku pahala karena musibah ini, dan gantikanlah untukku sesuatu yang lebih baik darinya,' kecuali Allah akan memberinya ganti yang lebih baik.' Ummu Salamah berkata, 'Ketika Abu Salamah meninggal dunia, aku berkata, 'Siapakah orang Islam yang lebih baik dari Abu Salamah?, (penghuni) rumah yang pertama kali hijrah kepada Rasulullah saw? Lalu aku mengucapkan perkataan diatas, kemudian Allah menggantikan untukku Rasulullah saw sebagai suami'."

Wahai ummat Islam, ketahuilah! Sesungguhnya barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik dari padanya. Siapa yang meninggalkan dari menampar pipi sendiri, mengoyak-ngoyak pakaian dan berteriak-teriak meratap serta kemungkaran yang sejenisnya, kemudian ia memohon pahala di sisi Allah atas musibahnya serta mengembalikan semuanya kepada Allah, niscaya Allah akan menggantikanya dan sungguh Allah adalah sebaik-baik Pemberi ganti.

Perbedaan antara Ujian dan Hukuman

Segala puji hanya bagi Allah SWT dan shalawat serta salam bagi Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT menguji hamba-Nya dengan hal yang baik dan hal yang buruk, dengan kekurangan dan kekayaan. Ujian ini dimaksudkan untuk memberikan mereka balasan dan menaikkan derajatnya di Surga nanti. Ujian ini banyak terjadi pada para Nabi dan Rasul dan orang-orang shalih. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Orang-orang yang mendapatkan kemalangan adalah para Nabi, lalu orang-orang shalih dan sesudahnya orang-orang yang terbaik sesuai dengan kebaikannya.”

Terkadang penderitaan itu mungkin adalah buah dari dosa seseorang dan karena dirinya makin menjauh dari Allah. Dalam hal ini Al-Qur'an menjelaskan, (Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)) (Ash-Shura 42:30).

ulama Islam yang cukup terkenal Sheikh Muhammad Iqbal Nadvi, direktur dan imam Pusat Islam Al-Falah, Oakville, Ontario, Canada, menjelaskan:

Hidup itu sendiri adalah cobaan dan ujian. Allah SWT berfirman, (Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun) (Al-Mulk 67:2).

Jadi terkait dengan ujian-ujian maka Allah menguji seseorang untuk mengetahui kadar keimanannya. Allah SWT memberikan berbagai macam situasi dan kondisi untuk melihat sejauh mana kadar keimanannya dalam segala kondisi tersebut. Allah SWT ingin memastikan jika keimanan orang tersebut tulus atau tidak.

Ujian yang kedua adalah melalui berbagai macam kesusahan dalam rangka menaikkan derajatnya. Semakin ia beriman maka akan semakin banyak ujian yang harus ia hadapi.

Ujian yang ketiga adalah melalui kesengsaraan dalam rangka untuk menghilangkan dosa-dosa dan perbuatan jahatnya. Sabda Nabi Muhammad SAW, "Menakjubkan urusan seorang mu'min, jika ia mendapatkan ni'mat, maka ia bersyukur dan syukur itu sangat baik baginya. Dan jika ia ditimpa musibah, maka ia bersabar dan sabar itu sangat baik baginya." (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Bentuk keempat dari ujian adalah fitnah, yang berguna untuk menghilangkan sakit dan kekurangan dari beberapa orang atau menjadikan mereka contoh bagi yang lain. Allah SWT berfirman, (supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang merugi.) (Al-Anfal 8:37).

Kita akan dapat membedakan mana ujian yang ditujukan untuk hukuman dan mana ujian yang dimaksudkan untuk yang lain. Jika seseorang melakukan perbuatan baik dan masih mengalami penderitaan maka itu adalah ujian untuk meningkatkan derajatnya. Diriwiyatkan bahwa Aisyah RA telah diberitahukan oleh seseorang tentang sakitnya Abu Bakar meski dia telah tiada. Lalu dia berkata, "Allah ingin menaikkan derajatnya (Abu Bakr) meskipun dia telah tiada."

Namun jika seseorang tidak melakukan suatu kesalahan dan setelahnya dia mendapatkan masalah maka itu adalah cobaan. Diriwayatkan seseorang dibawa kehadapan Umar RA setelah tertangkap tangan melakukan kejahatan. Orang tersebut lalu meminta kepada Umar untuk memaafkannya atas perbuatannya itu karena ia baru pertama kali melakukannya, lalu Umar menjawab, "Tidak, Allah menempatkan anda dalam keadaan itu setelah Dia memberikan anda begitu banyak pilihan untuk menyesali.


Wallahu'alam...semoga bermanfaat... ^_^

siapakah yang paling dekat dengan Allah?

Allah adalah Nur (cahaya di atas segala cahaya)

kalau matahari di siang hari bersinar dengan terangnya dan rumah2 yang terbuka jendala2nya dan sinar matahari masuk kedalam nya maka orang2 yang ada di dalam rumah bisa dengan mudah melakukan pekerjaan2 mereka, dan ketika matahari bersinar akan tetapi orang2 yang ada di dalam rumah menutup jendala rapat2 sehingga tidak sedikitpun cahaya yang masuk ke dalamnya, sehingga rumah tersebut gelap gulita dan menyebabkan orang2 yang berada di dalamnya tidak bisa bekerja, ini semua bukan kekurangan atau kesalahan matahari akan tetapi kekurangan dan kesalahan orang2 yang berada di dalam rumah tersebut, karena tidak mau membuka jendela2 rumahnya….

Allah adalah Nur(cahaya yang lebih baik/di atas segala cahaya) yang terang utk dirinya sendiri dan menerangi yang lainnya…

dan beruntunglah orang2 yang mau membuka jendela2 rumah(hati)nya, sehingga bisa menikmati rahmat dan kasih sayangNya…..

ada beberapa contoh yang bisa kita pakai untuk mengukur bagaimana kedekatan kita kepada Allah dan apakah Allah jauh dari kita itu berarti Allah tinggal jauh dari kita….

ada sebuah perbandingan antara 5 orang yang mana dinatara dari mereka adalah orang yang paling dekat dengan Alquran… orang2nya adalah sebagai berikut dan mereka semua membawa Alquran:

orang:

1) tidak bisa membaca alQuran akan tetapi Al-quran di tangannya…

2) bisa membaca al-Quran akan tetapi tidak bisa mengartikannya (al-quran jg berada di tangannya)….

3) bisa membaca al-Quran dan bisa mengartikannya , akan tetapi tidak bisa menafsirkannya (al-quran jg berada di tangannya)….

4) bisa membaca al-Quran, bisa mengartikannya dan bisa menafsirkannya akan tetapi tidak bisa mengamalkannya (al-Quran juga berada di tangannya)….

5) bisa membaca al-Quran, bisa mengartikannya, bisa menafsirkannya dan bisa jg mengamalkannya (al-Quran berada di tangannya)…

dalam pengelihatan secara dhohiri al-quran sama2 berada di tangan mereka (5 orang) semua akan tetapi secara maknawi orang kelima yang paling dekat dengan al-Quran karena bisa benar2 bicara dengan al-Quran, dan bisa memahami al-Quran dng sempurna………..

Allah bersama kita dimana saja kita berada..

Allah lebih dekat kepada kita dari pada urat nadi kita kepada kita…..

Allah lebih dekat kepada kita daripada kita dengan nyawa kita……

tapi secara maknawi seberapa dekatkah kita kepada Allah?

contoh yang ada di atas bisa kita pakai untuk mencontohkan seberapa kedekatan kita dengan Allah….

apakah kita telah mengetahui Allah?

apakah kita telah mengenal Allah?

apakah kita telah mengetahui untuk apa Allah menciptakan kita?

apakah kita telah mengetahui apa yang diinginkan Allah dari kita?

apakah kita telah mengetahui apa2 yang mengeluarkan kita dari agama Allah sehingga kita bisa menjaga diri dari itu semua?

==== SALAM SABAR ===

8 Pengertian Cinta Menurut Qur’an

Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai’an katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai’an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga : (1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, (2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan (3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri. Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Alloh SWT, maka ia lebih suka berbicara dengan Alloh SWT, dengan membaca firman Nya, lebih suka bercengkerama dengan Alloh SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Alloh SWT daripada perintah yang lain.

Dalam Qur’an cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:

1. Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.

2. Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.

3. Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.

4. Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.

5. Cinta ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).

6. Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)

7. Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi

8. Cinta kulfah..yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286).

==== SALAM SABAR ====

Peran Pemimpin Menanggulangi Krisis Bangsa

Al-Qur’an mengabadikan dalam banyak ayat-ayatnya sejumlah nama tokoh/pemimpin masyarakat dari ummat-ummat terdahulu, bukan saja pemimpin, pahlawan perjuangan kebenaran dan keadilan seperti para nabi dan rasul, tetapi juga diabadikan nama tokoh-tokoh pemimpin kezaliman (ketidakbenaran dan ketidakadilan) seperti Fir‘aun, Haman, Qorun, Namrud dan lain sebagainya. Kita semua ummat zaman akhir ini diajak berfikir dan mengambil pelajaran dari sejarah masa lalu itu, di antaranya betapa perilaku yang berubah dalam diri para pemimpin (dari komitmen idealisme ke penyelewengan) berujung pada merajalelanya kezaliman dan penindasan (ketidakbenaran dan ketidakadilan), dan akhirnya menyeret mereka bersama-sama dengan ummatnya ke dalam suatu perubahan total dimana rakyat ditelan oleh krisis, yang disadari atau tidak mereka para pemimpin telah menjadi faktor penyebabnya. Al-Qur’an kemudian menjelaskan bahwa hal yang demikian —yakni kehidupan jaya yang mereka nikmati berubah menjadi derita— terjadi disebabkan perubahan yang mereka lakukan atas sikap hidup dan perilakunya yang berujung pada kezaliman dan penindasan (Dzalika bi anna Allah lam yaku mughayyiran ni‘matan ’an‘amaha ‘ala qaumin hatta yughayyiru ma bi anfusihim, al-Anfal ayat 53).

Dengan merujuk petunjuk Al-Qur’an tersebut di atas, dapat kita lihat betapa faktor peran pemimpin menjadi penting dalam suatu perubahan yang terjadi atas sesuatu masyarakat dari suatu kondisi positif beralih ke kondisi negatif. Oleh karena itu, upaya penanggulangan krisis moral yang disadari menjadi pangkal krisis-krisis lainnya yang sedang melanda bangsa dan negara kita dewasa ini, haruslah bertitik tolak dari reformasi moral kepemimpinan. Upaya ini harus dimulai dari pembersihan niat, perilaku dan moralitas pemimpin-pemimpin masyarakat/pemegang kendali di sektor-sektor kehidupan masyarakat (ulama dan umara). Mereka diharapkan mampu mengembangkan dalam kehidupan pribadinya masing-masing, pola hidup Bersih, Sederhana, dan Mengabdi. Yang lebih penting lagi bagi ulama dan umara adalah upaya menjadikan dirinya (kehidupan pribadinya) suatu keteladanan dan pencerminan yang meyakinkan bahwa penerapan pola kehidupan yang Bersih, Sederhana dan Mengabdi yang merupakan wujud nyata dari moralitas luhur (Akhlak Mulia) itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.

Dengan demikian, maka masyarakat akan percaya kepada pemuka atau pemimpinnya. Pola hidup BSM (Bersih, Sederhana dan Mengabdi) itu yang perlu dimasyarakatkan dengan kepeloporan para ulama dan umara hingga menjadi moral ekonomi, moral politik dan moral hukum, dan terus diupayakan pengembangannnya di sektor-sektor kehidupan lainnya sehingga pada saatnya menjadi Akhlak Bangsa dan Moral Nasional sebagai landasan Pembangunan Nasional. Umara (Pemimpin Pemerintahan) perlu berupaya menciptakan suatu iklim yang kondusif bagi pemasyarakatan dan penyebarluasan pesan-pesan moral (yang terutama ditangani para ulama). Juga dipandang perlu, ulama dan umara secara bersama-sama menyatakan perang terhadap korupsi dalam suatu kampanye anti korupsi, yang membina terus-menerus upaya menegakkan kedaulatan moral menjadi bagian dari kedaulatan rakyat. Insya Allah, taufiq dan ma‘unah-Nya akan senantiasa menyertai bangsa Indonesia.

Wassalam,

Bahaya Dengki

Diantara penyakit yang merusak pahala puasa adalah dengki, dalam bahasa Arab disebut hasad. Dengki adalah perasaan tidak senang atas keberuntungan orang lain disertai usaha menghilangkan dan memindahkan keberuntungan itu kepada diri sendiri (an tatamanna zawala ni`mat al mahsud ilaika). Adapun menginginginkan hal yang serupa dengan yang diperoleh orang lain tidak termasuk dengki, karena al Qur’an bahkan menyuruh kita berlomba meraih kebajikan (fastabiq al khoirat).

Mengapa orang mendengki ? Dasar dari sifat dengki adalah adanya keinginan orang untuk menjadi orang nomor satu, menjadi orang yang terhebat, terkaya, terhormat dan ter-ter yang lain, yang berkonotasi rendah. Dalam bahasa agama, dunia dengan segala urusannya adalah sesuatu yang rendah. Dalam bahasa Arab, dun ya artinya dekat atau rendah atau hina. Jadi orang hanya mendengki manakala yang diperebutkan itu sesuatu yang rendah, hina dan berdimensi jangka pendek, ibarat `orang yang memasuki lorong sempit yang hanya muat satu orang. Ruang sempit itulah yang menyebabkan para peminat harus berdesakan dan saling menyikut. Selanjutnya jika ada satu orang yang telah berhasil memasuki lorong dan berhasil menduduki kursi duniawi yang diperebutkan, kursi presiden misalnya, maka orang yang belum berhasil memandang orang yang telah berhasil sebagai hambatan yang harus disingkirkan, sementara orang yang telah berhasil menduduki kursi itu memandang orang lain yang berminat sebagai ancaman yang juga harus dihambat.

Adapun jika memperebutkan sesuatu yang besar, mulia dan berdimensi panjang hingga akhirat, maka diantara para peminat justeru terdapat hubungan. Orang yang merindukan derajat takwa misalnya, ia akan senang jika ada orang lain yang bermaksud sama. Demikian juga orang yang ikhlas berdekah, maka ia sangat senang jika ada orang lain yang juga gemar bersedekah. Jika diantara orang yang ingin menjadi orang dekat presiden terdapat saling iri, saling menjegal dan sebagainya, hal itu adalah karena sempitnya ruang untuk menjadi orang dekat presiden, Tetapi jika ingin menjadi orang yang dekat dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, maka seberapapun banyaknya orang yang menginginkan, disana tersedia ruangannya, karena Allah Maha Luas rahmat Nya.

Dengki itu sangat berbahaya, bukan hanya bagi diri pemiliknya tetapi juga bagi masyarakat luas. Dengki itu kata hadis nabi ibarat setitik api yang dapat membakar kayu bakar seberapapun banyaknya. Ia juga bagaikan pisau cukur yang bisa mencukur bersih amal seseorang. Kata Nabi, hanya dua hal orang boleh iri; yakni jika ada orang yang dikaruniai ilmu banyak, ia dapat mengajarkan kepada orang lain dan juga yang bersangkutan mengamalkannya. Kedua, jika ada orang yang dianugerahi banyak harta, tetapi ia membelanjakannya di jalan yang benar hingga habis, Wallohu a`lamu bissawab.

Wassalam,

Cukuplah Allah Menjadi Penolong Kami

Bila kita sedang menghadapi berbagai ujian, cobaan, musibah barulah menyadari kita memerlukan pertolongan. Kita baru tersadar bila kita tertimpa ujian dan cobaan yang bertubi-tubi, seolah terlempar ke dunia yang terasa begitu berat membuktikan bahwa kita makhluk yang lemah, tidak berdaya, kita memerlukan bantuan, kita memerlukan bantuan. Namun kepada siapa kita meminta pertolongan? Bukankah disekeliling kita juga membutuhkan pertolongan? Secercah harapan dalam hidup kita hadir bila kita menyakini 'Hasbunallah wanikmal wakil' (QS. Ali Imran: 173). Artinya, 'Cukuplah Allah menjadi penolong kami.'

Ketika Nabi Ibrahim Alaihi Salam dilempar ke dalam kobaran api, beliau mengucapkan 'Hasbunallah wanikmal wakil' Allah menjadikan api yang panas menjadi dingin sehingga Nabi Ibrahim selamat dari kobaran api yang membara. Demikian juga ketika Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Salam dan para sahabatnya mendapatkan ancaman juga mengucapkan 'Hasbunallah wanikmal wakil' yang membuatnya selamat dari marabahaya.

'Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Dia sebaik-baiknya pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.' (QS. Ali Imran : 173-174).

Kita tidak akan bisa mampu melawan bencana, menaklukkan semua derita dan mencegah musibah yang datangnya setiap saat dengan cara kita sendiri sebab kita memiliki kemampuan yang terbatas, kita diwajibkan berikhtiar untuk menyelesaikan setiap masalah bagaimana hasilnya selebihnya kita menyerahkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Jika tidak demikian, adakah jalan keluar yang lebih baik untuk kita tempuh disetiap kita menghadai ujian dan cobaan?

'Dan bertawakallah engkau hanya kepada Allah, jika engkau orang-orang yang beriman.' (QS. al-Maidah : 23).

Teman yang berbahagia, bertawakallah kepada Allah yang Maha Kuat dan Maha Sempurna yang kekuatannya begitu teramat besar tak terbatasi, jadikanlah 'Hasbunallah wanikmal wakil' sebagai amalan yang bermakna dalam setiap langkah kita. jika anda sedang terlilit hutang, menghadapi cobaan yang beruntun, kehilangan pekerjaan, rizki yang seret, dikhianati orang yang anda cintai, sedang dalam keadaan sakit parah, jika anda takut terhadap perlakuan orang berbuat dzalim, mengadu dan berharaplah kepada Allah dengan mengucap 'Hasbunallah wanikmal wakil' Insya Allah, ujian, cobaan, penderitaan dan masalah kita selesai dengan pertolongan Allah. Amin..

Wassalam,

Keajaiban Bersyukur

Pernah di Rumah Amalia, saya kedatangan tamu, seorang bapak yang baru saja terkena PHK. Menurut penuturannya di kantor tempatnya bekerja sedang ada pengurangan tenaga kerja dan dirinya salah satu orang yang terkena PHK. Ada informasi bahwa masa kerja dibawah 10 tahun hanya akan mendapatkan 1 setahun gaji pesangon.

Dengan wajah yang penuh senyuman beliau mengatakan, 'Alhamdulillah, saya yakin ada rencana Allah yang terindah untuk saya dan keluarga saya dibalik PHK ini, Itulah sebabnya saya niatkan bershodaqoh untuk anak-anak Amalia agar PHK ini mendapatkan keberkahan Allah Subhanahu Wa Ta'ala bagi saya dan keluarga saya.' Ucap beliau penuh keyakinan. Mungkin PHK menjadi momok bagi orang lain namun keyakinannya ada hikmah dibalik PHK yang dialaminya, membuat hati beliau menjadi kokoh dan disandarkan hidupnya kepada Allah semata.

Hampir satu minggu menunggu kepastian uang pesangon akhirnya cair juga, yang didapatkan 75 juta. Uang itu digunakannya untuk usaha, alhamdulillah, rizki yang Allah berikan semakin melimpah dengan usaha yang sekarang dikelola semakin maju dan berkembang bahkan sudah memiliki ruko sendiri. Begitulah gambaran orang yang senantiasa bersyukur . Bersyukur adalah melihat kepada Sang Pemberi nikmat, bukan melihat kepada nikmat, Itulah keajaiban bersyukur.

'Dan barangsiapa bersyukur pasti Kami akan menambah nikmat Kami kepada kalian.' (QS. Ibrahim : 7).

Wassalam,

Ikhlas Itu Indah

Hujan rintik-rintik membasahi bumi, udara berhembus terasa segar. Seorang pemuda telah selesai menunaikan sholat dzuhur berjamaah di masjid. Pandangannya menyapu ke arah halaman masjid, tidak jauh darinya ada seorang perempuan tua yang duduk ditengah lapangan menarik perhatiannya. Tiba-tiba sebuah tas kecil dari tempat nenek itu terbang tertiup angin kencang. Segera pemuda itu memperhatikan teriakan nenek itu minta tolong, ingin tasnya diambilkan.

Merasa terpanggil pemuda itu segera berlari mengejar tas kecil, terlihat tas itu telah melesat jauh, dia berlari dengan terengah-engah kelelahan. Berlarilah pemuda itu sekuat tenaga dan tas kecil itu berhasil juga dipegangnya. Nampak keringat bercucuran, dengan hati penuh kebahagiaan dia berlari kecil mengantarkan tas kecil. Terlintas didalam hatinya lelah yang dirasakan tentunya akan disambut dengan senyuman dan ucapan terima kasih sang nenek sudah cukup sebagai balasan atas kebaikan yang telah dilakukannya.

Namun diluar didugaannya, sang nenek segera merebut tas kecil itu dan membalikkan tubuhnya dengan wajah yang cemberut, sepintas seperti marah. Pemuda terkejut bukan main. Jangankan senyuman dan ucapan terima kasih, wajah ramahpun tidak terlihat. Pemuda itu kebingungan. 'Apa dosaku ya?' ucapnya lirih. Dia tak bisa bergerak, malu, kesal, kecewa tercampur aduk.

Berkali-kali pemuda istighfar, siang itu dirinya menemukan pelajaran yaitu makna ikhlas. Ya tentang keikhlasan. Keikhlasan berarti tidak pernah berharap apapun, bahkan balasan walaupun berupa senyuman dari yang kita perbuat. Lakukanlah segala perbuatan baik semata-mata karena Allah. Itulah yang disebut dengan ikhlas. Siang itu dihalaman masjid, pemuda itu mendapatkan pelajaran bahwa ikhlas itu indah.

'Dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka, tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakan.' (QS. At-Thuur : 21).

Wassalam,

Saturday, September 25, 2010

Menuju Pintu Ampunan Allah

Pada hakikatnya, setiap orang beriman mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Allah SWT. Dia berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, (maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat.” (QS Al-Baqarah [2]: 186).

Kedekatan seorang Mukmin dengan Allah, mendatangkan manfaat sangat besar. Tidak ada doanya yang tidak dikabulkan, tidak ada dosanya yang tidak diampuni, tidak ada kesulitannya yang tidak dimudahkan. Bahkan, gerak ibadahnya terasa nikmat karena didasarkan pada rasa cinta kepada Zat Yang Maha agung.

Karena itu, setiap Mukmin hendaknya menjaga kedekatan dengan-Nya. Memang istiqamah di jalur ini berat. Bahkan, bagi sebagian orang teramat berat. Imam Al-Ghazali dalam bukunya Minhaj Al ‘Abidin mengingatkan, menjaga kedekatan dengan Allah tidaklah mudah. Godaan setan dan gejolak hawa nafsu akan terus menghadang.

Begitu pandai setan menggoda, hingga banyak muncul lelucon bahwa dosa kecil adalah biasa, sedangkan dosa besar dapat dihapus di hari tua dengan giat ibadah.

Dalam sebuah riwayat Ibnu Mas’ud mengatakan, “Orang yang benar-benar beriman, ketika melihat dosa-dosanya, ia seperti duduk di bawah gunung. la khawatir kalau puncak gunung itu jatuh menimpanya. Adapun orang munafik, ia memandang dosanya seperti menghalau lalat di ujung hidungnya.” (HR Bukhari).

Al-Ghazali berpendapat, hanya dengan pertolongan Allah SWT, seorang Mukmin dapat selamat melewati ujian-ujian tadi. Dan, bagi yang berhasil, akan memperoleh kedudukan tinggi di hadapan Allah, dan berbahagia selamanya.

Dengan demikian, sifat Allah yang rahman dan rahim senantiasa memberikan harapan akan magfirah-Nya jika ia benar-benar berbenah. Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan, “Barang siapa yang mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepadanya satu hasta. Barang siapa yang mendekat kepada-Ku satu hasta, Aku akan mendekat kepadanya satu depa. Barang siapa yang mendekat kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan menyongsongnya dengan berlari kecil.” (HR Bukhari).

Hadis ini pun sangat baik untuk pelajaran. Sebuah riwayat dalam Shahih Muslim menceritakan betapa gembiranya lelaki yang berada di tengah gurun pasir. Tiba-tiba ia kehilangan untanya yang membawa semua perbekalannya.

Karena rasa lapar dan haus, ia tertidur. Ketika bangun, ia mendapati untanya telah kembali lengkap dengan perbekalannya. Betapa gembira hatinya sampai-sampai ia salah ucap, “Ya Allah, Engkau hambaku dan aku tuan-Mu!”

Terlepas dari kesalahan ucap itu, sungguh kegembiraan Allah terhadap orang yang bertaubat kembali ke jalan-Nya, jauh lebih besar dari kegembiraan orang yang menemukan lagi kebutuhan hidupnya.

==== SALAM SABAR ===

Manusia Hidup dalam 3 Waktu

Begitulah poin penting dalam petikan khutbah jum’at hari ini (4/1) di Mesjid Jami’ Besar Peusangan. Dan sangat kebetulan juga yang mengisi sang khatib hari ini adalah orang nomor dua di Bireuen, siapa lagi kalau bukan Wakil Bupati Bireuen Drs. Busmadar.

Hal yang menjadi pembuka khutbah singkat ini memang sedikit beda, mungkin sedikit saya ceritakan mengenai keadaan Bireuen selama setahun belakangan ini khususnya ketika Pilkada bulan Juni tahun lalu. Hal-hal yang biasa sudah tidak terbayang lagi selama 2 tahun belakangan ini mencuat di Kabupaten Bireuen. Terlebih masalah kriminalitas (pembunuhan, penembak misterius, perampokan, penculikan, dll) serta tindakan korupsi. Walaupun khutbah jum’at tidak boleh membawa nama-nama bernuansa politisi, namun sang khatib dengan sedikit bijak ikut mengomentari masalah kabupatennya sendiri dengan dasar yang berhubungan erat dengan agama.

Dengan nada yang sangat tegas dan lantang khatib mengingatkan banyak manusia yang berlaku ingkar antara sesama manusia karena hal-hal duniawi adalah mereka yang telah tertutup hatinya dan menganggap Allah tidak pernah melihat perbuatan dan pekerjaan mereka. (nauzdubillahi minzdalik)

Tema kali ini memang tidak begitu jauh dengan tema jum’at sebelumnya tentang kematian manusia serta pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Versi kali ini memang lebih fokus kepada akan nikmat dan syukurnya manusia terhadap waktu yang Allah berikan kepada manusia mulai dari hitungan besar (lama) sampai hitungan kecil (mili detik) begitulah kiranya.

Hal menarik yang dapat saya simpulkan dari khutbah jum’at ini bahwa manusia hidup dalam 3 waktu, sebagaimana Nabi bersabda dalam sebuah hadist yang artinya kurang lebih seperti ini, “Wahai sahabatku, kuberitahukan kepadamu bahwa kita ini diberikan Allah 3 waktu/hari dalam hidup ini. Hari pertama adalah hari kemarin yang sudah kita lalui, yang pasti kita tidak akan pernah berjumpa dengan hari itu lagi. Hari besok adalah hari yang kita akan jumpai besok dan tentunya hanya Allah yang maha mengetahui untuk hari besok itu. Dan yang hari yang ketiga adalah hari ini, hari dimana kita hidup pada saat ini. Lalu para sahabat pun bertanya, ya Rasulullah, apa yang harus kami lakukan untuk hari ini. Hanya satu yang Allah anjurkan adalah basahi mulut mu sampai berbusa dengan dzikrullah (Subhanallah, Alhamdulillah, Lailahaillallah dan Allahu Akbar).” Begitulah kurang lebihnya yang saya tangkap.

Namun, dibalik itu semua ternyata masih ada lagi hadits yang lain yang lebih mendetailkan waktu kita hidup di dunia ini dalam kuadran jam. Hampir sama seperti hadist di atas. Manusia itu hidup di antara 3 jam, dimana jam pertama adalah jam yang telah dilaluinya. Kemudian jam selanjutnya adalah yang belum dilaluinya kedepan. Dan jam yang terakhir adalah jam yang sedang dilaluinya sekarang.

Tidak hanya sebatas jam ternyata saudaraku yang seiman dan seaqidah, manusia juga hidup diantara 3 nafas yang dihirupnya setiap hari. Sungguh kekuasaan Allah itu sangat luar biasa untuk memberikan perhatian kepada manusia agar selalu ingat kepada-Nya. Namun, sayang kita ini sering melupakan-Nya dan khilaf.

Kalau dibayang memang kita tidak kan pernah berkurang rasa syukur ini terhadap-Nya bila tiap nafas yang kita hirup ini akan selalu berlalu dan tidak akan terulangi lagi. Belum lagi nafas selanjutnya yang akan kita hirup, dan belum tentu juga nafas yang kita hirup selanjutnya masih dizinkan Allah untuk kita.

MERAIH SORGA DENGAN KAKI PINCANG..

Namanya Ahmad. Dari wajahnya terlukis semangat yang tinggi untuk tersebarnya dakwah islam ke seluruh penjuru dunia. Ia sangat mendambakan kehidupan islami hadir dalam diri setiap muslim.

Seperti biasa, setiap usai shalat Isya ia tampil di hadapan jamaah untuk membacakan ta'lim, 2 atau 3 hadits dari kitab Riyadus Solihin yang disusun oleh Imam Nawawi. Setelah membacakan hadits, ia mengulasnya dan menjelaskan maksud hadits tersebut. Kata-katanya begitu sanggup menghujam hati yang hadir. Walau ringkas, namun mengesankan.

Di keningnya ada tanda hitam, bekas sujud. Wajahnya seakan bercahaya dengan senyum yang tak pernah bosan tampil dari raut mukanya. Siapa yang berdekatan dengannya akan merasakan gelora semangat dakwah yang ia miliki.
Ia tidak pernah absen mengerjakan shalat berjama`ah di mesjid. Ia selalu bersemangat untuk datang ke mesjid. Cintanya pada mesjid seakan telah terhujam kuat di dalam lubuk hatinya.

Ia bukanlah seperti kebanyakan lelaki yang lain, ia tidak sempurna, ia pincang. Berjalan dengan menggunakan tongkat penyangga.
Keadaannya yang pincang tidak menghalanginya untuk menjaga shalat berjama`ah di mesjid. Walau ia harus turun-naik tangga dari apartemennya. Banyak kita lihat orang-orang yang telah dianugerahkan Allah nikmat kaki, namun mereka lebih sering membawanya ke tempat maksiat. Dan seakan begitu berat untuk melangkah ke rumah Allah.

Kisah Ahmad mengingatkan pada salah seorang sahabat Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam yang bernama Amr bin Jamuh radhiyallahu 'anhu. Ia juga adalah seorang lelaki yang pincang. Ia mempunyai empat orang anak lelaki yang selalu menyertai Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam dan mereka juga mengambil bagian dalam peperangan.

Ketika perang Uhud terjadi, Amr radhiyallahu 'anhu sangat ingin mengikuti peperangan itu. Tetapi orang-orang mencegahnya, “Engkau telah dikecualikan karena kakimu pincang, engkau tidak perlu menyertai pertempuran ini.”
Amr menjawab, “Sungguh sangat menyedihkan, anak-anakku masuk surga sedangkan aku ketinggalan di belakang.”
Kemudian Amr radhiyallahu 'anhu pergi menemui Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam dan menjelaskan pada beliau, “ Sesungguhnya aku sangat menginginkan gugur sebagai syahid di medan pertempuran, tetapi saudara-saudaraku selalu melarangku untuk menyertai peperangan itu. Wahai Rasulullah, aku tidak dapat lagi menahan keinginanku ini. Izinkanlah aku menyertai peperangan itu. Aku berharap dapat berjalan-jalan di surga dengan kakiku yang pincang ini.”

Rasulullah saw memberitahu, “Wahai Amr, kamu mempunyai suatu uzur. Karena itu tidak mengapa sekiranya kamu tidak ikut serta.”

Tetapi Amr radhiyallahu 'anhu terus mendesak Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam dan akhirnya karena keinginan dan cintanya yang mendalam terhadap syahid, maka Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam pun mengizinkannya menyertai peperangan itu.

Abu Talhah radhiyallahu 'anhu menceritakan, “Aku melihat Amr radhiyallahu 'anhu berjuang, beliau berjalan sesuka hatinya sambil berteriak, ‘Demi Allah aku ini sangat mencintai surga’.” Salah seorang anaknya mengikuti di sampingnya. Kedua anak dan ayah itu berjuang dengan gigih hingga keduanya syahid di medan pertempuran itu.

Begitulah semangat dan kegigihan Amr bin Jamuh radhiyallahu 'anhu dalam berjuang di jalan Allah. Ia adalah orang yang jujur dengan cintanya pada Allah dan akhirat. Kondisi fisik yang lemah dan terbatas tidak menghalangi langkah dan semangatnya untuk mati sebagai syahid. Semangatnya patut kita contoh dan teladani.
Amr bin Jamuh, Ahmad, dan orang-orang seperti mereka yang lainnya adalah para pecinta Allah sejati. Para pecinta akhirat. Orang-orang yang ingin sukses di akhirat. Orang-orang yang selalu ingin mempersembahkan yang terbaik untuk Allah. Semangat mereka begitu menggebu. Tekad mereka bulat dan keyakinan mereka pada akhirat sungguh sangat kuat. Bagi mereka berjuang di jalan Allah adalah kebahagiaan yang tidak ada tandingannya.

Surga adalah impian mereka. Yang didalamnya ada kesenangan yang abadi dan terus bertambah. Mereka tidak tertipu dan terlena dengan kesenangan dunia yang sesaat dan menipu. Mereka adalah orang-orang cerdas sebagaimana yang diterangkan Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam, “Orang-orang yang lebih banyak mengingat mati dan lebih baik persiapannya untuk sesudah kematian, mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Malik, Ibnu Majah, dan Baihaqi)

Mereka sangat sedih bila tidak bisa ikut berjuang di jalan Allah, bila tidak bisa memberikan apa yang mereka miliki untuk tegaknya agama Allah. Mereka adalah orang-orang yang selalu berlomba-lomba untuk kebaikan. Semoga semangat yang mereka miliki menjadi dorongan bagi kita untuk terus dan lebih giat berjuang demi tegaknya islam di muka bumi ini.

amin ya Allah...

Keinsyafan terhadap Allah sebagai tujuan akhir hidup (kata lain dari mengimani kehidupan akhirat) akan mendorong seseorang untuk bertindak dan berpekerti sedemikian rupa sehingga kelak akan kembali kepada Allah dengan penuh perkenan dan diperkenankan...

HIKMAH DI BALIK SAKIT

Hidup ini tidak lepas dari cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian merupakan sunatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik dengan perkara yang tidak disukainya atau bisa pula pada perkara yang menyenangkannya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (Al Anbiyaa’: 35). Sahabat Ibnu ‘Abbas -yang diberi keluasan ilmu dalam tafsir Al Qur’an- menafsirkan ayat ini: “Kami akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan”. (Tafsir Ibnu Jarir). Dari ayat ini, kita tahu bahwa berbagai macam penyakit juga merupakan bagian dari cobaan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Namun di balik cobaan ini, terdapat berbagai rahasia/hikmah yang tidak dapat dinalar oleh akal manusia.

1. Sakit Menjadi Kebaikan bagi Seorang Muslim jika Dia Bersabar

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

2. Sakit Akan Menghapuskan Dosa

Ketahuilah wahai saudaraku, penyakit merupakan sebab pengampunan atas kesalahan-kesalahan yang pernah engkau lakukan dengan hati, pendengaran, penglihatan, lisan dan dengan seluruh anggota tubuhmu. Terkadang penyakit itu juga merupakan hukuman dari dosa yang pernah dilakukan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, ”Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syuura: 30). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya.” (HR. Muslim)

3. Sakit akan Membawa Keselamatan dari Api Neraka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang mukmin mencaci maki penyakit yang dideritanya, menggerutu, apalagi sampai berburuk sangka pada Allah dengan musibah sakit yang dideritanya. Bergembiralah wahai saudaraku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api Neraka.” (HR. Al Bazzar, shohih)

4. Sakit akan Mengingatkan Hamba atas Kelalaiannya

Wahai saudaraku, sesungguhnya di balik penyakit dan musibah akan mengembalikan seorang hamba yang tadinya jauh dari mengingat Allah agar kembali kepada-Nya. Biasanya seseorang yang dalam keadaan sehat wal ‘afiat suka tenggelam dalam perbuatan maksiat dan mengikuti hawa nafsunya, dia sibuk dengan urusan dunia dan melalaikan Rabb-nya. Oleh karena itu, jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah, dia baru merasakan kelemahan, kehinaan, dan ketidakmampuan di hadapan Rabb-Nya. Dia menjadi ingat atas kelalaiannya selama ini, sehingga ia kembali pada Allah dengan penyesalan dan kepasrahan diri. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (Al An’am: 42) yaitu supaya mereka mau tunduk kepada-Ku, memurnikan ibadah kepada-Ku, dan hanya mencintai-Ku, bukan mencintai selain-Ku, dengan cara ta’at dan pasrah kepada-Ku. (Tafsir Ibnu Jarir)

Terdapat Hikmah yang Banyak di Balik Berbagai Musibah

Wahai saudaraku, ketahuilah di balik cobaan berupa penyakit dan berbagai kesulitan lainnya, sesungguhnya di balik itu semua terdapat hikmah yang sangat banyak. Maka perhatikanlah saudaraku nasehat Ibnul Qoyyim rahimahullah berikut ini: “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah (yang dapat kita gali, -ed). Namun akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia di bawah sinar matahari.” (Lihat Do’a dan Wirid, Yazid bin Abdul Qodir Jawas)

Ingatlah saudaraku, cobaan dan penyakit merupakan tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan.” (HR. Tirmidzi, shohih). Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami keyakinan dan kesabaran yang akan meringankan segala musibah dunia ini. Amin.

Memaafkan itu Menyehatkan

Penelitian menggunakan teknologi canggih pencitraan otak seperti
tomografi emisi positron dan pencitraan resonansi magnetik fungsional
berhasil mengungkap perbedaan pola gambar otak orang yang memaafkan
dan yang tidak memaafkan.

Orang yang tidak memaafkan terkait erat dengan sikap marah, yang
berdampak pada penurunan fungsi kekebalan tubuh. Mereka yang tidak
memaafkan memiliki aktifitas otak yang sama dengan otak orang yang
sedang stres, marah, dan melakukan penyerangan (agresif).

Demikian pula, ada ketidaksamaan aktifitas hormon dan keadaan darah
si pemaaf dibandingkan dengan si pendendam atau si pemarah. Pola
hormon dan komposisi zat kimia dalam darah orang yang tidak memaafkan
bersesuaian dengan pola hormon emosi negatif yang terkait dengan
keadaan stres. Sikap tidak memaafkan cenderung mengarah pada tingkat
kekentalan darah yang lebih tinggi. Keadaan hormon dan darah
sebagaimana dipicu sikap tidak memaafkan ini berdampak buruk pada
kesehatan.

Raut wajah, daya hantar kulit, dan detak jantung termasuk yang juga
diteliti ilmuwan dalam kaitannya dengan sikap memaafkan. Sikap tidak
memaafkan memiliki tingkat penegangan otot alis mata lebih tinggi,
daya hantar kulit lebih tinggi dan tekanan darah lebih tinggi.
Sebaliknya, sikap memaafkan meningkatkan pemulihan penyakit jantung
dan pembuluh darah.

Kesimpulannya, sikap tidak mau memaafkan yang sangat parah dapat
berdampak buruk pada kesehatan dengan membiarkan keberadaan stres
dalam diri orang tersebut. Hal ini akan memperhebat reaksi jantung
dan pembuluh darah di saat sang penderita mengingat peristiwa buruk
yang dialaminya. Sebaliknya, sikap memaafkan berperan sebagai
penyangga yang dapat menekan reaksi jantung dan pembuluh darah
sekaligus memicu pemunculan tanggapan emosi positif yang menggantikan
emosi negatif.

Nampaknya, ilmu pengetahuan modern semakin menegaskan pentingnya
anjuran memaafkan sebagaimana diajarkan agama. Di dalam Al Qur’an,
Hadits maupun teladan Nabi Muhammad SAW, memaafkan dan berbuat baik
kepada orang yang mendzalimi merupakan perintah yang sangat kuat
dianjurkan. Salah satu ayat berkenaan dengan memaafkan berbunyi:

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi
barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat
jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-
orang zalim.”
(QS. Asy Syuuraa, 42:40). Anda mau sehat? Belajarlah memaafkan mulai
hari ini.

=== SALAM SABAR ===

Pemaaf

Dalam surah Al-Baqarah: 109 misalnya, Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw agar tetap menjunjung tinggi akhlak mema’afkan kepada setiap yang beliau temui dalam perjalanan dakwahnya. Allah swt berfirman, “Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Salah satu Akhlak Nabi Muhammad saw yang patut kita teladani adalah sifat pemaaf, didalam kitab suci Al Qur’an allah swt berfirman yang artinya :
Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”. (Al-A’raaf: 199)

Ayat ini menurut para ulama ayat ayat ini adalah ayat yang lengkap tentang bangunan akhlak yang mulia, karena bangunan sebuah akhlak yang terpuji tidak lepas dari tiga hal yang disebutkan oleh ayat diatas, yaitu mema’afkan atas tindakan dan prilaku yang tidak terpuji dari orang lain, senantiasa berusaha melakukan dan menyebarkan kebaikan, serta berpaling dari tindakan yang tidak patut.

Berdasarkan tematisasi ayat yang berbicara tentang akhlak mema’afkan, maka ayat yang mengandung perintah mema’afkan ternyata ditujukan khusus untuk Rasulullah saw sebagai teladan dalam sifat ini. Dalam surah Al-Baqarah: 109 misalnya, Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw agar tetap menjunjung tinggi akhlak mema’afkan kepada setiap yang beliau temui dalam perjalanan dakwahnya. Allah swt berfirman, “Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Bahkan dalam surah Ali Imran: 159, Allah menggambarkan rahasia sukses dakwah Rasulullah saw yang dianugerahi nikmat yang teragung dari Allah swt yaitu nikmat senantiasa bersikap lemah lembut, lapang dada dan mema’afkan terhadap perilaku kasar orang lain , “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. Mema’afkan disini bisa diartikan sebagai sikap berlapang dada, tidak membalas prilaku buruk orang, bahkan mendoakan kebaikan untuk mereka.

Bahkan sesungguhnya dalam keseharian kita, di sekeliling kita, tipologi orang-orang jahil, orang-orang yang mengabaikan aturan, norma dan nilai-nilai kebaikan Islam akan sering kita temui. Jika sikap yang kita tunjukkan kepada mereka juga mengabaikan aturan Allah swt, maka bisa jadi kita memang termasuk kelompok orang-orang jahil seperti mereka. Namun kita berharap, mudah-mudahan nilai spritualitas dan moralitas yang telah tertanam selama proses madrasah Ramadhan masih tetap membekas dan mewarnai sikap dan prilaku kehidupan kita, sehingga tampilan akhlak yang mulia senantiasa menyertai ucapan, sikap dan tindakan kita terhadap sesama, untuk kebaikan bersama umat. Allahu A’lam. (As).

==== SALAM SABAR ===

ANCAMAN NABI MUHAMMAD SAW KEPADA PARA ORANG TUA...

Selama ini kita dengar anak bersalah kepada orang tua tapi sadarlah
sebuah hadis menyatakan ANCAMAN NABI MUHAMMAD SAW KEPADA PARA ORANG TUA
Kemapanan adalah alasan yang kerap dikemukakan orangtua atau wali kala menerima atau menolak pinangan seorang laki-laki terhadap putrinya. Mereka berargumen, kemapanan calon suami menjadi kunci utama dari kebahagiaan putrinya. Bagaimana dengan keteladanan salafus shalih dalam hal ini?
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al- Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa’ no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022)

Abu Hatim Al-Muzani radhiyallahu 'anhu juga menyampaikan hadits yang sama namun dengan lafadz sedikit berbeda:
“Apabila datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkannya dengan wanita kalian. Bila tidak, akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan.” (HR. At-Tirmidzi no. 1085, hadits ini derajatnya hasan dengan dukungan hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu di atas)

Ketika para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami tetap menerimanya walaupun pada diri orang tersebut ada sesuatu yang tidak menyenangkan kami?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab pertanyaan ini dengan kembali mengulangi hadits di atas sampai tiga kali.

Ucapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits di atas ditujukan kepada para wali, "Apabila datang kepada kalian" yakni bila seorang lelaki meminta kepada kalian agar menikahkannya dengan wanita yang merupakan anak atau kerabat kalian, sementara lelaki tersebut kalian pandang baik sisi agama dan pergaulannya, maka nikahkanlah dia dengan wanita kalian. "Bila tidak," yakni bila kalian tidak menikahkan orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya tersebut dengan wanita kalian, malah lebih menyukai lelaki yang meminang wanita kalian adalah orang yang punya kedudukan/kalangan ningrat, memiliki ketampanan ataupun kekayaan, niscaya akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar. Karena bila kalian tidak mau menikahkan wanita kalian kecuali dengan lelaki yang berharta atau punya kedudukan, bisa jadi banyak dari wanita kalian menjadi perawan tua dan kalangan lelaki kalian menjadi bujang lapuk (lamarannya selalu ditolak karena tidak berharta dan tidak punya kedudukan). Akibatnya banyak orang terfitnah untuk berbuat zina dan bisa jadi memberi cela
kepada para wali, hingga berkobarlah fitnah dan kerusakan. Dampak yang timbul kemudian adalah terputusnya nasab, sedikitnya kebaikan dan sedikit penjagaan terhadap kehormatan dan harga diri. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab An-Nikah, bab Ma Ja’a: Idza Ja’akum Man Tardhauna Dinahu Fa Zawwijuhu)

Kenapa kita bawakan hadits di atas dalam rubrik ini? Ya, karena tak jarang kita dapati pihak kerabat dari seorang wanita yang punya hak perwalian terhadapnya mempersulit pernikahan si wanita. Setiap lelaki yang datang meminang si wanita, mereka tolak bila tidak sesuai dengan kriteria mereka, walaupun si wanita senang dan mau menikah dengan si pelamar. Kalau lelaki yang melamar tersebut seorang yang pendosa, terkenal suka bermaksiat, memang sangat bisa diterima bila wali si wanita menolaknya. Permasalahannya sekarang, orang yang jelas baik sisi agamanya dan bagus akhlaknya pun ikut ditolak dengan berbagai alasan. Terhadap para wali yang berlaku demikian, kita hadapkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia di atas kenapa saya angkat tema ini karena saya pandang hal ini perlu di bahas karena banyak sekali pemuda / pemudi yang menjadi korban keserakahan dan ketamakan atau ketidak pahaman tentang syariat agama islam para orang tua nya sedangkan yang selama ini banyak di bahas oleh para penda’wah adalah tentang ahlak anak keduhakaan anak dll jarang di bahas ahlak orng tua kedurhakaan orang tua kalo kembali kita pikir aturan islam menyaeluruh bukan untuk anak saja tapi untuk semua aspek mencakup semua propesi pria/ wanita orang tua /anak yang muda dan yang tua dll semua dalam islam mempunyyai aturan tapi mereka tidak menyadari meneliti apa alasan kenapa anak anak berbuat dan lakukan hal yang banyak sekarang kita lihat karna setiap perkara pasti ada sebabnya, taakan ada asap kalo tak ada api, mungkin kita sebagai seorang tua sebaiknya kita ber introkpeksi demi kemaslahatan bersama karna kita sebagai orang tua yang pertama akan di Tanya dan bertanggung jawab dei hadapan Alloh SWT

Sadarlah wahai sodaraku
semasih hidup didunia
semuanya masih ada waktu
sebelum maut datang kepadamu
dimana tiada satu dosa pun yang tidak di ampuni
kecuali ketika maut menjemputmu
tertutup rapatlah semua pintu tobat untukmu

Kenapa kita harus ada???

Tujuan Diciptakannya manusia

Allah adalah pencipta kita.
Kita adalah makhluk
Alam semesta, hewan, tumbuhan, jin, malaikat, manusia adalah makhluk.
Makhluk bergantung pada Rabb.
Rabb tidak bergantung pada makhluk.
Rabb menciptakan makhluk supaya Rabb dipanggil Rabb.
Tidak ada definisi Rabb apabila tidak diciptakan makhluk.
Meskipun Allah selalu ada dan tetap ada namun dia tidak akan disebut Rabb seandainya Ia tidak menciptakan makhluk.
Sifat-sifat Allah saat tidak menciptakan makhluk hanya: Hidup,Wujud, Ada, Kekal, Berdiri Sendiri.
Sifat-sifat Allah saat menciptakan makhluk menjadi bertambah sebagaimana yang Ia berikan kepada makhluknya misalnya: Rahman, Rahim, Qayyum dan seterusnya sebagaimana tercantum pada Asmaul Husna.
Sifat Rahman Allah tidak terdefinisi saat tidak ada makhluk, dst.
Sifat-sifat Allah adalah sebanyak makhluk dan hukum yang Ia ciptakan (sifat inilah yang kita kenal dengan ilmu Allah dan salah satu sifat Allah yaitu Maha Luas). Mis: Maha Pembuat Atom, Maha Pengatur Revolusi Bumi, Maha Pembuat Gravitasi, Maha Pencipta Galaksi, Maha Pemilik Rumus Matematika, Maha Pembuat Ikan Hiu, Maha Pembuat Gurita dll.
Jadi inilah poinnya. Allah tidak membutuhkan apapun dari makhluknya, ketaqwaan dan kedurhakaan manusia tidak menambah atau mengurangi kekuasaannya.
Tetapi Allah akan memberikan penghargaan kepada siapa yang mengakui Dia sebagai Rabb, dan menghukum siapa saja yang tidak mengakui Dia sebagai Rabb.
Penghargaan Allah bagi siapa yang mengakuiNya adalah dengan memberikan semua keinginan dan kesenangan bagi makhluknya.
Hukuman Allah bagi siapa yang mengingkariNya adalah dengan memberikan semua yang tidak diinginkan oleh makhluknya.

Orang yang cerdas dalam berdzikir adalah :
1. Orang yang menggunakan hawa nafsu untuk mensyukuri nikmat Allah.
2. Orang yang menggunakan kesenangan dunia untuk memuji Allah.
3. Orang yang menggunakan musibah digunakan untuk memohon pertolongan kepada Allah.
4. Orang yang menggunakan dosa untuk bertobat kepada Allah.
5. Orang yang memanfaatkan kesempitan untuk memohon kelapangan kepada Allah.
6. Orang yang memanfaatkan kesedihan untuk memohon kegembiraan pada Allah.
7. Orang yang memanfaatkan kebodohan untuk memohon kepandaian kepada Allah.
8. Orang yang memanfaatkan kemiskinan harta untuk memohon rizki kepada Allah.
9. Orang yang memanfaatkan harta untuk dinafkahkan di jalan Allah.
10. Orang yang memanfaatkan ilmu untuk mengajari orang untuk mengingat Allah.

Noted :
. Kenalilah Allah dengan akalmu.
2. Setelah engkau kenal gaulilah Ia dengan hatimu tidak lagi dengan akalmu. Insya Allah Ia akan menyambutmu, melimpahimu dengan banyak rahmat, karunia dan ilmu.
3. Saat engkau bergaul dengan Allah dengan akalmu, maka sempit Rahmat dan KaruniaNya kepadamu, karena akal adalah suatu ruang yang sempit, sehingga rahmat dan karunia Allah tidak akan tertampung di dalamnya.
4. Ruang dalam diri yang luas adalah hati/qalbu/nafsulmutmainah/ruh, panggilah ia dari dirimu, maka dia akan hadir. Perintahkan hati untuk menerima nur, hidayah, karunia Allah, maka hidupmu selalu berada kendali Allah. Kendali Allah mengantarkan kepada jalan ketaqwaan, keselamatan dan kebahagian nan abadi di dunia dan akhirat.

SIAPAKAH?

Siapakah orang yang paling sibuk?
> Orang yang paling sibuk adalah orang yang suka menyepelekan waktu sholatnya, seolah-olah ia harus mengurus kerajaan sebesar kerajaan Nabi Sulaiman a.s

Siapakah orang yang manis senyumannya?
> Orang yang mempunyai senyuman yang manis adalah orang yang ditimpa musibah lalu dia berkata “Inna lillahi wainna illaihi rajiuun.” Lalu sambil berkata,”Ya Rabb, Aku ridha dengan ketentuanMu ini”, sambil mengukir senyuman.

Siapakah orang yang kaya?
> Orang yang kaya adalah orang yang bersyukur dengan apa yang ada dan tidak lupa akan kenikmatan dunia yang sementara ini.

Siapakah orang yang miskin?
> Orang yang miskin adalah orang yang tidak puas dengan nikmat yang ada, selalu menumpuk numpukkan harta.

Siapakah orang yang rugi?
> Orang yang rugi adalah orang yang sudah sampai usia pertengahan namun masih berat untuk melakukan ibadah dan amal-amal kebaikan.

Siapakah orang yang paling cantik?
> Orang yang paling cantik adalah orang yang mempunyai akhlak yang baik.

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang paling luas?
> Orang yang mempunyai rumah yang paling luas adalah orang yang mati membawa amal-amal kebaikan di mana kuburnya akan diperluaskan sejauh mata memandang.

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang sempit lagi dihimpit?
> Orang yang mempunyai rumah yang sempit adalah orang yang mati tidak membawa amal-amal kebaikan lalu kuburnya menghimpitnya.

Siapakah orang yang mempunyai akal?
> Orang yang mempunyai akal adalah orang-orang yang menghuni syurga kelak
karena telah menggunakan akal sewaktu di dunia untuk menghindari siksa neraka.

Salam Ikhlas!

Pesan Baginda Rasulullah SAW

Assalamualaikum WRB

Segala Puji hanya milik Dzat yang Maha Mulia, yang memberikan mahlukNya begitu banyak nikmat yang Allah SWT sendiri nyatakan "menghitung-hitung nikmatKu pun engkau tidak akan mampu"..
Terlebih lagi nikmat "Iman dan Islam" yang akan mengantarkan kita ke negeri kekal lagi abadi yaitu SurgaNya Allah SWT tapi sangat sedikit kita bersyukur..

Shalawat dan Salam kepada Baginda Rasulullah SAW, Kekasih Allah juga para ahlul bait dan para sahabat2 beliau yang kita sebagai ummatnya, saudara seIman mereka di masa sekarang ini belum pernah melihatnya tapi tetap merasakan kehadirannya dan senantiasa merindukan perjumpaan dengannya.

Saudaraku seiman..Baginda Rasulullah saw nabi yang kita cintai tidak henti-hentinya fikir, risau bagaimana kita semua ummatnya, sahabatnya, saudaranya seiman agar bisa terlepas dari murka Allah swt.

berbagai tips dari cara menghadapi cobaan hidup dan solusi agar Allah swt senantiasa Ridho kepada kehidupan keseharian kita.

Dalam setiap amalan..hanya Ikhlas saja yang kita senantiasa ragu dalam mengambil tindakan juga menerima cobaan dari Allah swt..dan hanya inilah yang berat karena Allah swt tidak akan menerima amalan yang kita tidak Ikhlas mengerjakannya..

Karena sekecil apapun amal seseorang Allah swt tetap perhitungkan walaupun sebesar biji sawi..dan begitu juga dengan Iblis laknattullah 'alaih..sekecil apapun amal kita apalagi amalan yang besar maka ia akan berbuat apa saja untuk membuat kita tidak ikhlas mengerjakannya.

Maka Rasulullah saw berpesan..
Jika ia datang kepadamu dan berkata : "Anakmu mati". Katakan
kepadanya: "Sesengguhnya mahluk hidup diciptakan untuk mati, dan
penggalan dariku (putraku) akan masuk surga. Dan hal itu membuatku
gembira".

Jika ia datang kepadamu dan berkata : "Hartamu musnah".Katakan
kepadanya: "Segala puji bagi Allah Zat Yang Maha Memberi dan
Mengambil, dan menggugurkan atasku kewajiban zakat".

Jika ia datang kepadamu dan berkata : "Orang-orang menzalimimu
sedangkan kamu tidak menzalimi seorang pun".Maka, katakan
kepadanya :"Siksaan akan menimpa orang-orang yang berbuat zalim
dan tidak menimpa orang-orang yang berbuat kebajikan ( Mukhsinin)".

Dan jika ia datang kepadamu dan berkata :"Betapa banyak
kebaikanmu", dengan tujuan menjerumuskan untuk bangga diri
(Ujub). Maka ia katakan kepadanya :"Kejelekan-kejelekanku jauh
lebih banyak dari pada kebaikanku".

Dan jika ia datang kepadamu dan berkata :"Alangkah banyaknya
shalatmu". Maka katakan :"Kelalaianku lebih banyak dibanding
shalatku".

Dan jika ia datang dan berkata :"Betapa banyak kamu bersedekah
kepada orang-orang". Maka katakan kepadanya :"Apa yang saya
terima dari Allah jauh lebih banyak dari yang saya sedekahkan".

Dan jika ia berkata kepadamu :"Betapa banyak orang yang
menzalimimu". Maka katakan kepadanya :"Orang-orang yang
kuzalimi lebih banyak".

Dan jika ia berkata kepadamu :"Betapa banyak amalmu". Maka
katakan :"Betapa seringnya aku bermaksiat".

Dan jika ia datang kepadamu dan berkata :"Minumlah minuman
keras!" Maka katakan :"Saya tidak akan mengerjakan maksiat".

Dan jika ia datang kepadamu dan berkata :"Mengapa kamu tidak
mencintai dunia ?" Maka katakan :"Aku tidak mencintainya dan telah
banyak orang lain yang tertipu olehnya".

Semoga setiap amal yang kita kerjakan membuat Allah swt Redho kepada kita karena tiada seorangpun yang bisa menggantikan surga penuh kenikmatan dengan Sholat ataupun puasa juga amal-amalnya yang lain. semua amal-amal kita ini hanya jembatan untuk membuat Allah swt Redho kepada kita, kasihan kepada kita hambaNya yang lemah dan dhaif..

Maka Insya Allah setiap kita beramal libatkanlah Allah didalamnya.

..Subhanallah wabihamdi AsyaduAllahilaha Illallah Anta Astagfiruka wa'atubu Ilaik Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Fadhilah al Quran 1

Dari Abu Sa’id ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman, “Barangsiapa yang disibukkan oleh al Quran sehingga tidak menpunyai waktu lagi untuk berdzikir dan memohon kepada-Ku, maka Aku akan mengaruniakan kepadanya sesuatu yang lebih utama daripada yang Aku berikan kepada orang yang Aku berikan kepada orang yang memohon kepada-Ku. Keutamaan kalam Allah di atas seluruh perkataan adalah seumpama kemuliaan Allah di atas seluruh makhluk-Nya.” (HR. Tirmidzi)

Ketinggian kalam Allah di atas segala perkataan adalah seperti ketinggian Allah di atas segala ciptaan-Nya (makhluk). Dengan demikian, orang yang sibuk belajar al Quran atau menghafal dan memahaminya sehingga tidak mempunyai waktu lagi untuk berdoa, akan memperoleh ganjaran yang lebih utama dibandingkan dengan orang yang memohon kepada Allah.

Kita dapat melihat, apabila seseorang ditugaskan untuk membagi-bagikan sesuatu kepada orang lain, maka sebagian akan disimpan untuk orang yang tidak hadir karena bertugas membagi-bagikan yang diberikan oleh pemiliknya. Dalam hadits lain yang semakna dengan hadits di atas dinyatakan bahwa Allah akan mengaruniakan kepada orang itu ganjaran yang lebih utama daripada yang Dia berikan kepada hamba-Nya yang selalu bersyukur.

Kumpulan Hadist 2

26. Paling afdol (utama) shalat seorang (adalah) di rumahnya kecuali (shalat) yang fardhu (lima waktu). (HR. Bukhari dan Muslim)

27. Hati manusia kadangkala maju dan kadangkala mundur. Apabila sedang mengalami kemajuan shalatlah nawafil (sunah ba'diyah, qobliyah dan tahajjud) dan bila sedang mengalami kemunduran shalatlah yang fardhu-fardhu saja (lima waktu). (Ath-Thahawi)

28. Barangsiapa sesudah shalat (fardhu) mengucapkan zikir "Subhanallah" (Maha Suci Allah) 33 kali dan "Alhamdulillah" (Segala puji bagi Allah) 33 kali dan "Allahu Akbar" (Allah Maha Besar)
33 kali lalu digenapkan yang keseratusnya dengan (membaca): "Laailaaha illallah wahdahu la syariika lahu, lahulmulku walahul hamdu wa huwa 'alaa kulli syai'in Qodir" (Tidak ada Tuhan kecuali Allah yang Maha Esa yang tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nyalah segala kekuasaan dan pujian. Dan Dia atas segala sesuatu Maha Kuasa), maka akan terampuni dosa-dosanya (walaupun) sebanyak buih di lautan. (HR. Muslim)

29. Rasulullah Saw berkata kepada Muadz Ra, "Ya Muadz, jangan meninggalkan sehabis tiap shalat ucapan:" Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat Engkau dan banyak bersyukur kepada-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan baik." (HR. An-Nasaa'i dan Abu Dawud)

30. Perbanyaklah sujud kepada Allah, sesungguhnya bila sujud sekali Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapus satu dosamu. (HR. Muslim)

31. Tiga orang yang shalatnya tidak sampai melampaui telinganya, yaitu seorang budak yang melarikan diri sampai dia pulang kembali, seorang isteri yang semalaman suaminya murka kepadanya, dan seorang imam yang mengimami suatu kaum sedangkan kaum itu tidak menyukainya. (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

32. Apabila seorang shalat hendaklah mengenakan pakaian rangkap. Sesungguhnya Allah lebih berhak (dihadapi) dengan keindahan pakaian. (HR. Ath-Thabrani)

33. Rasulullah Saw bila menghadapi suatu dilema (situasi yang sukar dan membingungkan) beliau shalat. (HR. Ahmad)

34. Malaikat selalu berpesan kepadaku tentang shalat tengah malarn sehingga aku mengira bahwa umatku yang terbaik ialah yang sedikit tidurnya. (Abu Hanifah)

35. Rasulullah Saw apabila bangun tengah malam untuk shalat malam (Tahajjud) beliau mengucapkan: "Tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Maha suci Engkau, ya Allah, aku mohon ampunanMu atas dosaku dan aku mohon rahmatMu. Ya Allah, tambahlah ilmu bagiku dan jangan Engkau memalingkan hatiku setelah Engkau memberiku hidayah (petunjuk) dan karuniakanlah dari sisimu rahmat. Sesungguhnya Engkau Maha pemberi rahmat." (HR. Abu Dawud)

36. Umatku yang termulia ialah penghafal Al Qur'an dan yang selalu shalat tengah malam (tahajud). (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi). Penjelasan: Hamalatul Qur'an artinya penghafal Qur'an, memahami artinya, sekaligus mengajarkan dan mengamalkan isinya.

37. Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar dengan sengaja maka Allah akan menggagalkan amalannya (usahanya). (HR. Bukhari).

38. Apabila seorang mengantuk saat shalat Jum'at di masjid maka hendaklah pindah tempat duduknya ke tempat duduk lainnya. (HR. Al Hakim dan Al-Baihaqi)

39. Bila seorang masuk ke masjid hendaklah shalat (sunnat) dua rakaat sebelum duduk. (HR. Ahmad)

40. Apabila seorang isteri minta ijin suaminya untuk pergi ke masjid maka janganlah sang suami melarangnya. (HR. Bukhari)

41. Sebaik-baik masjid (tempat bersujud) untuk wanita ialah dalam rumahnya sendiri. (HR. Al-Baihaqi dan Asysyihaab)

42. Tidak ada shalat bagi tetangga masjid, selain dalam masjid. (HR. Adarqathani)

43. Apabila kamu melihat orang yang terbiasa masuk masjid maka saksikanlah bahwa dia beriman karena sesungguhnya Allah telah berfirman dalam surat At taubah ayat 18: Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah lah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka mereka lah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

44. Beritakanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan kaki di malam gelap-gulita menuju masjid bahwa bagi mereka cahaya yang terang-benderang di hari kiamat. (HR. Al Hakim dan Tirmidzi)

45. Barangsiapa membangun untuk Allah sebuah masjid (mushola) walaupun sebesar kandang unggas (rumah gubuk) maka Allah akan membangun baginya rumah di surga. (HR. Asysyihaab dan Al Bazzar)

46. Nabi Saw bertanya kepada malaikat Jibril As, "Wahai Jibril, tempat manakah yang paling disenangi Allah?" Jibril As menjawab, "Masjid-masjid dan yang paling disenangi ialah orang yang pertama masuk dan yang terakhir ke luar meninggalkannya." Nabi Saw bertanya lagi," Tempat manakah yang paling tidak disukai oleh Allah Ta'ala?" Jibril menjawab, "Pasar-pasar dan orang-orang yang paling dahulu memasukinya dan paling akhir meninggalkannya." (HR. Muslim)

Kumpulan Hadist 1

1. Yang pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik maka dia beruntung dan sukses dan apabila shalatnya buruk maka dia kecewa dan merugi. (HR. An-Nasaa'i dan Tirmidzi)

2. Paling dekat seorang hamba kepada Robbnya ialah ketika ia bersujud maka perbanyaklah do'a (saat bersujud) (HR. Muslim)

3. Perumpamaan shalat lima waktu seperti sebuah sungai yang airnya mengalir dan melimpah dekat pintu rumah seseorang yang tiap hari mandi di sungai itu lima kali. (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Abdullah ibnu Mas'ud Ra berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, amal perbuatan apa yang paling afdol?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." Aku bertanya lagi, "Lalu apa lagi?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Berjihad di jalan Allah." (HR. Bukhari)

5. Shalat dua rakaat (yakni shalat sunnah fajar) lebih baik dari dunia dan segala isinya. (HR. Tirmidzi)

6. Barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja maka dia kafir terang-terangan. (HR. Ahmad)

7. Suruhlah anak-anakmu shalat bila berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun dan pisahlah tempat tidur mereka (putera-puteri). (HR. Abu Dawud)

8. Barangsiapa lupa shalat atau ketiduran maka tebusannya ialah melakukannya pada saat dia ingat. (HR. Ahmad)

9. Apabila seseorang mengantuk saat akan shalat hendaklah ia tidur sampai hilang ngantuknya, sebab bila shalat dalam keadaan mengantuk dia tidak menyadari bahwa ketika beristighfar ternyata dia memaki dirinya.(HR. Bukhari)

10. Janganlah melakukan shalat pada saat hidangan makanan sudah tersedia dan jangan pula memulai shalat dalam keadaan menahan kencing dan buang air (termasuk kentut). (HR. Ibnu Hibban)

11. Apabila diserukan untuk shalat datangilah dengan berjalan dengan tenang. Apa yang dapat kamu ikuti shalatlah dan yang tertinggal lengkapilah. (HR. Ahmad) Penjelasan: Tidak boleh tergesa-gesa dan berlari-larian menuju masjid.

12. Allah Ta'ala tetap (senantiasa) berhadapan dengan hambaNya yang sedang shalat dan jika ia mengucap salam (menoleh) maka Allah meninggalkannya. (HR. Mashabih Assunnah)

13. Allah 'Azza wajalla berfirman (hadits Qudsi): "Tidak semua orang yang shalat itu bershalat. Aku hanya menerima shalatnya orang yang merendahkan diri kepada keagunganKu, menahan syahwatnya dari perbuatan haram laranganKu dan tidak terus-menerus (ngotot) bermaksiat terhadapKu, memberi makan kepada yang lapar dan memberi pakaian orang yang telanjang, mengasihi orang yang terkena musibah dan menampung orang asing. Semua itu dilakukan karena Aku." "Demi keagungan dan kebesaranKu, sesungguhnya bagiKu cahaya wajahnya lebih bersinar dari matahari dan Aku menjadikan kejahilannya kesabaran (kebijaksanaan) dan menjadikan kegelapan terang, dia berdoa kepada-Ku dan Aku mengabulkannya, dia mohon dan Aku memberikannya dan dia mengikat janji dengan-Ku dan Aku tepati (perkokoh) janjinya. Aku lindungi dia dengan pendekatan kepadanya dan Aku menyuruh para Malaikat menjaganya. BagiKu dia sebagai surga Firdaus yang belum tersentuh buahnya dan tidak berobah keadaannya." (HR. Ad-Dailami)

14. Nabi Saw ditanya tentang shalat, "Bagaimana shalat yang paling afdol?" Beliau menjawab, "Berdiri yang lama." (HR. Muslim)

15. Nabi Saw bila mendengar seruan azan, beliau menirukan kata-kata dan seruannya. (HR. Ath-Thahawi)

16. Barangsiapa mengucapkan (do'a) setelah mendengar suara muazzin: "Ya Allah, Robb seruan (azan) yang sempurna ini dan shalat yang ditegakkan, karuniakanlah kepada Muhammad derajat dan kemuliaan yang tinggi dan kedudukan yang terpuji yang Engkau janjikan untuknya." Maka patut baginya memperoleh syafaat (ku) pada hari kiamat. (HR. Bukhari)

17. Maukah aku beritahu apa yang dapat menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat?" Para sahabat menjawab: "Baik ya Rasulullah." Beliau berkata, "Berwudhu dengan baik, menghilangkan kotoran-kotoran, banyak langkah diayunkan menuju mesjid, dan menunggu shalat (Isya) sesudah shalat (Maghrib). Itulah kewaspadaan (kesiagaan)." (HR. Muslim).

18. Sebaik-baik shaf (barisan) laki-laki adalah yang paling depan dan yang terburuk ialah barisan paling akhir. Namun seburuk-buruk barisan wanita adalah yang paling depan dan yang terbaik ialah yang paling belakang. (HR. Muslim)

19. Rapikan barisanmu, sesungguhnya merapikan barisan termasuk mendirikan shalat. (HR. Ibnu Hibban)

20. Shalat jama'ah pahalanya melebihi shalat sendiri-sendiri dengan dua puluh tujuh derajat. (Mutafaq'alaih)

21. Apabila seorang mengimami orang-orang hendaklah meringankan shalat karena di antara mereka terdapat anak-anak, orang tua, yang lemah, yang sakit clan yang punya hajat (keperluan), dan bila shalat sendirian dapat ia lakukan sesukanya. (HR. Bukhari)

22. Tiga orang yang diridhoi Allah yaitu seorang yang pada tengah malam bangun dan shalat, suatu kaum (jama'ah) yang berbaris untuk shalat dan suatu kaum berbaris untuk berperang (fisabilillah). (HR. Abu Ya'la)

23. Barangsiapa berjamaah dalam shalat subuh dan Isya maka baginya dua kebebasan, yaitu kebebasan dari kemunafikan dan kebebasan dari kemusyrikan. (Abu Hanifah)

24. Ada empat orang tidak diwajibkan shalat jum'at yaitu wanita, budak, orang yang sakit dan musafir (bepergian). (Abu Hanifah)

25. Barangsiapa meninggalkan shalat jum'at karena meremehkannya tanpa suatu alasan maka Allah Tabaroka wata'ala akan mengunci hatinya. (HR. Bukhari dan Muslim)
ya dan paling akhir meninggalkannya." (HR. Muslim)

Sedekahnya Aisyah r.ha

Pada suatu ketika Munkadir rah.a (baca : rahmatullahi ‘alaih) dating kepada Aisyah r.ha untuk mengutarakan keperluannya yang sangat mendesak yakni untuk meminta bantuan dalam maslah keuangan. Aisyah r.ha berkata “maaf, pada saat ini saya tidak mempunyai apa apa. Seandainya saya mempunyai sepuluh ribu dirham, semuanya tentu akan saya berikan kepadamu. Akan tetapi sekarang ini saya tidak mempunyai apa apa.” Kemudian Munkadir rah.a pulang tetapi tidak lama kemudian datinglah Khalid bin Asad r.hu(baca : rodhiallahu ‘anhu) memberi hadiah uang sebesar sepuluh ribu dinar atau dirham kepada Aisyah r,ha. Aisyah r.ha berkata “Saya sedang diuji dengan ucapan saya kepada Munkadir.” Kemudian ia segera mengirimkan seluruh uang yang di terimanya itu kepada Munkadir rah.a. Dengan uang seribu dirham pemberian Aisyah r.ha. itu, Munkadir rah.a membeli seorang hamba sahaya perempuan yang kemudian dinikahinya. Dari pernkahan itu ia mendapatkan 3 orang anak yakni Muhammad, Abu Bakar, dan Umar. Ketiga orang itu terkenal ke solehannyadi kota Madinah Munawaroh. (Tahdzbihut-Tahdzib).

Sudah barang tentu Aisyah r.ha mendapat bagian segala keutamaan dari keutamaan ketiga anak tersebut. Dialah penyebab lahirnya ketiga anak itu. Kisah kedermawanan Aisyah r.ha banyak sekali di ceritakan, sebagaimana kisah kedermawanan ayahnya Abu Bakar r.hu. yang sangat terkena. Kami telah menceritakan sebuah kisah dalam kitab Hayatus Shahabah dimana ia telah membagikan bagikan dua kantong penuh berisi uang, yang berjumlah lebih dari seratus ribu dirham untuk di bagi bagikan kepada fakir miskin tanpa meninggalkan satu dirham pun, padahal ia membutuhkannya untuk berbuka puasa. Kisah semacam ini juga terdapat dalam riwayat lain yang menyebutkan besarnya uang dalam kantong yang di berikan kepada akir miskin sebesar 180.000 dirham. Tamim bin Urwah .r.hu. berkata “ Pada suatu ketika saya melihat Aisyah r.ha, bibi ayah saya, membagi bagikan uang sebanyak 70.000 dirham, padahal saat itu ia mengenakan pakaian yang bertambal.” (Ithaf)

Fakta Aisyah Ra Menikah Tidak Di Usia 7 atau 9 Tahun (Bag 03)

BUKTI #8: IJIN DALAM PERNIKAHAN

Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi sah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang layak dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi sahnya sebuah pernikahan. Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia tujuh tahun tidak dapat dijadikan dasar sebagai validitas sebuah pernikahan.

Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakar, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis tujuh tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia lima puluh tahun. Serupa dengan ini, Nabi saw tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadits dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah saw.

KESIMPULAN:

Rasulullah saw tidak menikahi gadis berusia tujuh tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan Islami tentang kuasa persetujuan dari pihak istri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi saw menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

RINGKASAN:

Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia sembilan tahun. Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia sembilan tahun.

Orang-orang Arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.
Jelas nyata, bahwa riwayat pernikahan Aisyah pada usia sembilan tahun oleh Hisham ibnu `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain.

Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibnu `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibnu `Urwah selama di Iraq adalah tidak benar. Pernyataan dari Tabari, Bukhari, dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah.

Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri.

Jadi, riwayat usia Aisyah sembilan tahun ketika menikah adalah tidak dapat diyakini karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.

Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah sembilan tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tersebut dan lebih layak disebut sebagai mitos semata.

Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab.

Epilog
Tak ada dalam masyarakat Arab tradisi menikahkan anak perempuan yang baru berusia 7 atau 9 tahun.
Demikian juga tak pernah terjadi pernikahan Nabi dengan ‘Aisyah yang masih berusia kanak-kanak.
Artinya, masyarakat Arab yang kritis kala itu tidak pernah keberatan atau mempermasalahkan pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah Ra, karena memang pernikahan mereka bukanlah antara seorang yang usianya sudah tua dengan seorang anak kecil.

Riwayat pernikahan ‘Aisyah pada usia 7 atau 9 tahun oleh Hisyam bin ‘Urwah tak bisa dianggap valid dan reliable mengingat sederet kontradiksi dengan riwayat-riwayat lain dalam catatan klasik. Lebih ekstrim, dapat dikatakan bahwa informasi usia ‘Aisyah yang masih kanak-kanak saat dinikahi Nabi hanyalah mitos semata.

Nabi adalah seorang gentleman. Dia takkan menikahi bocah ingusan yang masih kanak-kanak. Umur ‘Aisyah telah dicatat secara kontradiktif dalam literatur hadis dan sejarah Islam klasik. Karenanya klaim sejumlah pihak yang menikahi gadis di bawah umur dengan dalih meneladani sunnah Nabi itu bermasalah, baik dari sisi normatif (agama) maupun sosiologis (masyarakat).

DAN JIKALAU, ANDAIKATA, SEUMPAMA pun.. riwayat-riwayat seputar pernikahan Nabi dengan ‘Aisyah yang masih kanak-kanak itu valid, itu juga tak bisa serta-merta dijadikan sandaran untuk mencontohnya. Tidakkah Nabi itu memiliki previlige (hak istimewa) yang hanya diperuntukkan secara khusus untuknya, tapi tidak untuk umatnya. Contoh yang paling gamblang adalah kebolehan Nabi untuk menikah lebih dengan 4 isteri!?

Sumber:
http://zensudarno.wordpress.com/2009/05/28/meluruskan-fakta-aisyah-ra-menikah-tidak-di-usia-7-atau-9-tahun/

semoga pesan ini menjadi renungan bagi kita untuk senantiasa belajar dan belajar untuk mengetahui pribadi sesungguhnya dari Nabi kita yang kita cintai.

..Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma wabihamdika AsyaduAllahilaha illa Anta Astagfiruka wa'atubu Ilaik Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..