Kita sebagai manusia kadang lupa akan tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini, dalam group ini mari kita sama sama saling mengingatkan satu sama lain atas pentingnya Iman, Usaha Atas Iman...tanpa melihat perbedaan diantara kita, kenapa kita tidak sama sama melihat persamaan di dalam ber Iman dan beribadah kepada Alloh SWT. Tidak lain Alloh SWT menciptakan kita sebagai manusia semuanya hanya untuk beribadah kepada Alloh SWT.
Pentingnya Saling Ingat Mengingatkan dan Menyampaikan
PENTINGNYA SALING MENGINGATKAN dan MENYAMPAIKAN...
waltakun minkum ummatun yad'uuna ilaa lkhayri waya/muruuna bilma'ruufi wayanhawna 'ani lmunkari waulaa-ika humu lmuflihuun
[3:104] Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.
qul haadzihi sabiilii ad'uu ilaallaahi 'alaa bashiiratin anaa wamani ittaba'anii wasubhaanallaahi wamaa anaa mina lmusyrikiin
[12:108] Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
Friday, April 16, 2010
Hak anak terhadap orang tua
“Termasuk hak anak yang harus dilaksanakan oleh orang tua ada tiga hal, yaitu : Orang tua hendaknya memberikan nama yang baik ketika anak itu lahir, orang tua mengajarinya kitab Allah (Al-Quran) ketika anak itu mulai bisa menggunakan akalnya, dan orang tua mengawinkannya ketika anak itu telah dewasa.”
Diriwayatkan dari Umar ra, bahwasanya ada seseorang datang kepadanya dengan membawa anaknya, kemudian ia berkata : “Wahai Amirul Mukminin, anakku ini durhaka kepadaku.” Umar ra berkata kepada anak itu : “Apakah kamu tidak takut kepada Allah, di mana kamu berani durhaka kepada ayahmu. Di antara hak orang tua itu adalah begini dan di antara hak anak adalah begini.” Anak aitu bertanya : “Wahai Amirul Mukminin, apakah anak itu mempunyai hak yang harus dilaksanakan oleh ayahnya ?” Umar menjawab : “Ya, haknya, yaitu hendaknya ayahnya memilihkan ibu yang terhormat, artinya ayahnya tidak kawin dengan perempuan yang hina supaya anaknya tidak merasa tercela karena ibunya, hendaknya ayahnya memberikan nama yang bagus, dan hendaknya ayahnya mengajarinya Al Quran.” Anak itu berkata : “Demi Allah, ayahku tidaklah memilihkan ibu yang terhormat untukku, di mana ia membeli budak perempuan dengan harga 400 Dirham, ia tidak memberikan nama yang baik untukku, dan ia tidak mengajari satu ayatpun dari Al Quran. Kemudian Umar ra menoleh kepada ayahnya itu seraya berkata : “Kamu mengatakan bahwa anak ini durhaka kepadamu, padahal kamu telah durhaka kepadanya sebelum ia durhaka kepadamu.”
Nabi Muhammad saw bersabda : “Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada orang tua yang membantu anaknya untuk berbuat baik kepadanya.”
Maksudnya, ia tidak tidak menyuruh sesuatu kepada anaknya yang dikhawatirkan anaknya itu tidak bisa melaksanakannya yang berarti anaknya itu durhaka kepadanya. Diriwayatkan dari salah seorang yang shaleh, bahwasanya apabila ia memerlukan sesuatu, ia tidak menyuruh anaknya, akan tetapi menyuruh orang lain, dan ketika ada orang yang menanyakan kepadanya, ia menjawab : “Bila aku menyuruh anakku, aku khawatir dia tidak bisa mengerjakannya, sehingga dia durhaka kepadaku yang bisa menyebabkan dia masuk neraka, sedangkan aku tidak akan membakar anakku di dalam neraka.” Diriwayatkan dari Khalaf bin Ayyub adanya kisah seperti ini.
Al-Fudlail bin Iyadl berkata : “Orang yang sempurna keperwiraannya adalah orang
yang berbakti kepada kedua orang tuanya, menyambung tali persaudaraan, menghormati saudara-saudaranya dan berakhlak baik terhadap keluarga, anak maupun pelayannya, menjaga agamanya, membersihkan harta kekayaannya, menafkahkan kelebihan hartanya, menjaga lisannya, rajin bekerja dan tidak bergaul dengan orang-orang yang suka membicarakan orang lain.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda :
“Ada empat hal yang termasuk tanda kebahagiaan seseorang, yaitu : Bila istrinya shalihah, anak-anaknya taat, pergaulannya dengan orang-orang shaleh dan rezekinya berada di negerinya sendiri.”
Yazid Ar-Raqqasy meriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bahwasanya ia berkata : Ada tujuh amal perbuatan yang pahalanya terus mengalir sesudah orang yang mengerjakannya meninggal dunia, yaitu :
1. Orang yang membangun masjid, ia akan tetap mendapatkan pahala selama ada seseorang yang mengerjakan shalat di dalamnya.
2. Orang yang mengalirkan sungai, ia akan tetap mendapatkan pahala selama air di sungai itu mengalir dan orang-orang mengambil manfa’at dari air sungai itu.
3. Orang yang menulis mushhaf, ia akan tetap mendapatkan pahala selama ada orang yang membacanya.
4. Orang yang menggali mata air, ia akan tetap mendapatkan pahala selama ada orang yang bisa mengambil manfaat dari mata air itu.
5. Orang yang menanam suatu tanaman, ia akan tetap mendapatkan pahala selama ada orang atau burung yang mengambil buahnya.
6. Orang yang mengajarkan ilmu, ia akan tetap mendapatkan pahala selama ilmu itu diamalkan dan disebarluaskan dan
7. Orang yang meninggalkan anak, yang mana anaknya selalu memohon ampun dan mendoakannya setelah ia meninggal dunia. Apabila seseorang mempunyai anak yang shaleh, di mana ia mengajarkan Al-Quran dan ilmu yang bermanfaat kepada anaknya, maka ayahnya akan memperoleh pahala anaknya itu tanpa mengurangi sedikitpun pahala si anak.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda :
“Apabila seorang hamba itu meninggal dunia, maka terputuslah amal kebaikannya, kecuali tiga, yaitu : shadaqah jariyah, ilmu yang dapat diambil manfaatnya dan anak shaleh yang mendoakan kebaikan untuknya.”
Cuci Gudang
Pada akhir zaman dunia ini, manusia yang diciptakan oleh Allah Swt pun adalah generasi terakhir. Maka diibaratkan zaman cuci gudang. Allah Swt telah mengobral pahala kepada manusia. Satu contoh : Bacaan tasbih seorang mukmin akan menjadi satu pepohonan di Surga. Barangsiapa mengamalkan sunnah Nabi saw akan mendapat pahala 100 mati syahid. Barangsiapa berinfaq di jalan Allah Swt maka akan dilipat gandakan pahalanya sampai 700 ribu kali. Dan masih banyak contoh yang lainnya.
Cuci gudang pahala ini dilakukan karena usia dunia sudah sangat tua dan mendekati akhir. Tidak akan pernah diciptakan lagi generasi manusia setelah hari ini. Pun demikian kerja yang paling besar dan mulia (dakwah) telah di wariskan Nabi saw kepada ummat akhir zaman. Padahal jika kita melihat kondisi kita, sungguh sangat tidak pantas mengemban tugas nubuwwah ini.
Yah..pahala telah di obral. Cuci gudang sedang berlangsung untuk zaman akhir ini. Hanya kita mesti pandai-pandai memilah barang mana yang benar-benar berkualitas dan barang mana yang “BS” atau bermutu rendah. Segalanya ada di cuci gudang akhir zaman ini. Jika kita pandai memilih keberuntungan terbesar yaitu jaminan kesuksesan masa depan kehidupan akhirat yang haqiqi dan selama-lamanya. Tapi jika kita memilih kehidupan dunia dan terbius olehnya maka bersiaplah menerima kualitas barang paling buruk yaitu adzab neraka yang pedih dan tak kenal henti. “Silahkan pilih.”
Amalan Nurani
Amalan-amalan nurani adalah ajaran-ajaran dan sunnah-sunnah baginda Nabi Muhammad saw yang dikerjakan semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah Swt. Amalan-amalan itu hendaklah dikerjakan sebanyak-banyaknya sambil berusaha agar mendapat khusyu’ dan tenang, sehingga prilaku anda terus-terus menjadi amalan nurani.
Amalan-amalan nurani itu ialah :
1. Dakwah dengan penuh keikhlasan untuk mendapatkan keimanan dan keyakinan. Dakwah adalah tugas para Nabi a.s yang paling utama sekali, dan dakwah itu merupakan sumber kebaikan dan kebahagiaan bagi makhluk-makhluk Allah Swt.
2. Ibadah, terutama shalat – termasuk dzikir, tilawah al Quran, do’a, dan istigfar.
3. Ta’lim wa ta’allum (mempelajari ilmu dan mengajarkannya), termasuk ilmu yang menyatakan natijah (akibat) baik dan buruknya amal perbuatan manusia di alam akhirat.
4. Akhlak yang sempurna, yakni akhlak yang diajarkan oleh baginda Rasulullah saw yang kesimpulannya ialah supaya kita berkelakuan baik dan bermoral tinggi terhadap makhluk-makhluk Allah Swt dengan tujuan hanya untuk mendapatkan keridhaan-Nya.
Amalan-amalan di atas itulah yang disebut amalan-amalan nurani.
Jika dikerjakan sebanyak-banyaknya secara istiqamah, niscaya akan menghasilkan nur, sehingga kehidupan akan berubah menjadi nurani. Oleh sebab itu anda sekalian hendaklah memperbanyak amalan-amalan tersebut.
Belajar dari Air
Lihatlah air ! Pelajarilah air ! Bergurulah pada air! Air senantiasa mengalir dan bergerak yang dengan pergerakannya menjadikannya suci dan mensucikan untuk thaharoh (bersuci). Dalam pergerakannya air selalu mencari tempat yang rendah (dalam hidupnya selalu tawadhu dan berkaca pada kehidupan orang yang berada di bawahnya).
Jangan sekali-kali menghambat pergerakan air karena jika air menggenang ia akan menjadi sumber penyakit, menjadi tidak suci untuk digunakan bersuci, menyebarkan bau busuk dan merusak struktur tanah yang digenanginya. Air bergerak menuju lautan. Dari sungai atau selokan manapun asal air mengalir, ujung-ujungnya akan menuju lautan. Dari sungai atau selokan manapun asal air mengalir, ujung-ujungnya akan menuju lautan, bergabung dengan kekuatan jamaahnya di lautan. Walaupun dalam perjalanannya air terhambat batu, sementara air akan mencoba melewatinya sekalipun sementara waktu berpencar dengan teman-temannya tapi kemudian akan berpadu kembali sebagai kekuatan baru.
Jika air menempati sebuah wadah atau apa saja, ia akan mengisinya sama rata, penuh keadilan. Dalam pergerakannya, air senantiasa mencari celah untuk menerobos, tidak pernah putus asa. Kekuatan air jika sengaja dibendung oleh manusia mampu menjadi sumber tenaga listrik, irigasi dan bermacam kegunaan lainnya. Falsafat air memang bergerak dan bergerak. Selama ia bergerak maka akan mendatangkan banyak manfaat.
Selama bergerak dengan kekuatan jamaah maka ia menjelma menjadi satu kekuatan dahsyat sebagaimana air di bendungan atau topan badai di lautan ! sebaliknya jika air berhenti bergerak, diam stagnan maka menjadi penyebab datangnya penyakit. Jika ummat bergerak secara ijtima’I dalam dakwah ke seluruh alam maka Islam sebagai satu kekuatan hidup kembali akan diamalkan oleh kaum muslimin, menjadi kekuatan perubah bagi wajah dunia sehingga orang-orang kafir ketika berhadapan dengannya hanya mempunyai dua piProxy-Connection: keep-alive
Cache-Control: max-age=0
han :
“Diberikan Hidayah oleh Allah Swt untuk masuk Islam atau dihancurkan oleh-Nya.
Ketabahan dalam menghadapi kesulitan
Mungkin tidak terbayangkan oleh kita bagaimana penderitaan, kesusahan dan jerih payah yang telah dialami Rasulullah saw ketika menyebarkan agama ini. Untuk mencapai taraf seperti usaha dan semangat mereka, kita yang bodoh ini sudah pasti akan mendapatkan kesulitan. Kisah kehidupan mereka telah banyak ditulis dalam kitab-kitab sejarah, namun sangat jauh untuk diamalkan dalam kehidupan kita. Bahkan sekedar mengetahuinya saja kita tidak mau berusaha.
Dakwah Rasulullah saw ke Tha’if
Setelah Sembilan tahun Muhammad saw diangkat sebagai Rasulullah, beliau masih menjalankan dakwah di kalangan kaumnya sendiri di sekitar kota Makkah untuk memperbaiki pola hidup mereka.Tetapi hanya sebagian kecil saja yang bersedia memeluk agama Islam atau bersimpati kepadanya, selebihnya selalu berusaha dengan segala cara untuk mengganggu dan menghalangi beliau dan pengikut-pengikutnya. Di antara mereka yang bersimpati dengan perjuangan Nabi adalah Abu Thalib, paman beliau sendiri, namun sayang ia tidak pernah memeluk Islam sampai akhir hayatnya.
Pada tahun kesepuluh setelah kenabian, Abu Thalib wafat. Dengan wafatnya Abu Thalib ini, pihak kafir Quraisy merasa semakin leluasa mengganggu dan menentang Nabi saw.
Tha’if adalah kota terbesar kedua di kawasan Hijaz. Di sana terdapat Bani Tsaqif, satu kabilah yang cukup kuat dan besar jumlah penduduknya. Rasulullah saw pun berangkat ke Tha’if dengan harapan dapat membujuk Bani Tsaqif untuk menerima Islam, dengan demikian beliau akan mendapatkan tempat berlindung bagi pemeluk-pemeluk Islam dari gangguan kafir Quraisy. Beliau pun berharap dapat menjadikan Tha’if sebagai pusat kegiatan dakwah.
Setibanya disana, Rasulullah saw mengunjungi beberapa tokoh Bani Tsaqif secara terpisah untuk menyampaikan risalah Islam. Namun yang terjadi, mereka bukan saja menolak ajaran Islam, bahkan mendengar pembicaraan Nabi saw pun tidakProxy-Connection: keep-alive
Cache-Control: max-age=0
au. Rasulullah saw diperlakukan secara kasar dan biadab. Sikap kasar mereka itu sungguh bertentangan dengan adab orang Arab yang selalu menghormati tamunya. Dengan terus terang mereka mengatakan bahwa mereka tidak senang dengan Rasulullah saw dan pengikutnya tinggal di kota mereka. Semula Rasulullah saw membayangkan akan mendapat perlakuan yang sopan diiringi tutur kata yang lemah lembut, tetapi ternyata beliau diejek dengan kata-kata kasar.
Salah seorang di antara mereka berkata sambil mengejek, “Benarkah Allah telah mengangkatmu menjadi pesuruh-Nya ?”
Yang lain berkata sambil tertawa, “Tidak dapatkah Allah memilih manusia selain kamu untuk menjadi pesuruh-Nya ?”
Ada juga yang berkata, “Jika engkau benar-benar seorang Nabi, aku tidak ingin berbicara denganmu, karena perbuatan demikian itu akan mendatangkan bencana bagiku. Sebaliknya jika kamu seorang pendusta, tidak ada gunanya aku berbicara denganmu.”
Menghadapi perlakuan ketiga tokoh Bani Tsaqif yang demikian kasar itu, Rasulullah saw yang memiliki sifat bersungguh-sungguh dan teguh pendirian, tidak menyebabkannya mudah putus asa dan kecewa. Setelah meninggalkan tokoh-tokoh Bani Tsaqif yang tidak dapat diharapkan itu, Rasulullah mencoba mendatangi rakyat biasa, kali ini pun beliau mengalami kegagalan. Mereka mengusir Rasulullah dari Tha’if dengan berkata, “Keluarlah dari kampung ini !” Dan pergilah ke mana saja kamu suka !”
Ketika Rasulullah mnyadari bahwa usahanya tidak berhasil, beliau memutuskan untuk meninggalkan Tha’if. Tetapi penduduk Tha’if tidak membiarkan beliau begitu saja, mereka terus mengganggunya dengan melempari batu dan kata-kata penuh ejekan. Lemparan batu yang mengenai Nabi saw demikian hebat, sehingga tubuh beliau berlumuran darah.
Dalam perjalanan pulang, Rasulullah saw menjumpai suatu tempat yang dirasa aman dari gangguan orang-orang jahat itu, kemudian berdoa :
“Ya Allah, kepada Engkaulah saya mengadukan kelemahan tenagaku dan kekurangan daya upayaku pada pandangan manusia. Wahai Rabb Yang Maha rahim, Engkaulah Rabbnya orang-orang yang lemah dan Engkaulah Rabb saya. Kepada siapa Engkau menyerahkan diri saya ? Kepada musuh yang akan menerkamku atau kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusan saya, tidak ada keberatan bagi saya asakan Engkau tidak marah kepada saya. Sedangkan afiat-Mu lebih luas dari pada saya. Saya berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang mulia yang menyinari langit dan menerangi segala yang gelap dan atas-Nyalah teratur segala urusan dunia dan akhirat. Dari Engkau menimpakan atas diriku kemarahan-Mu atau dari Engkau turun atas saya azab-Mu. Kepada Engkaulah saya mengadukan perihal saya sehingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan Engkau .”
Demikian sedihnya doa ini, sehingga Allah mengutus malaikat Jibril as untuk menemuinya. Setibanya di hadapan Nabi, Jibril as memberi salam seraya berkata, “Allah mengetahui apa yang terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu.: Sambil berkata demikian Jibril memperlihatkan para malaikat itu kepada Rasulullah saw.
Kata malaikat-malaikat itu, “Wahai Rasulullah, kami siap untuk menjalankan perintah engkau. Jika engkau mau, kami sanggup untuk membenturkan gunung-gunung di sekitar kota itu, sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung itu mati tertindih. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap melaksanakannya.
Mendengar tawaran malaikat itu, Rasulullah saw dengan sifat kasih sayangnya berkata, “Walaupun mereka menolak ajaran Islam, saya berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya.
Hikmah : Perhatikanlah teladan muliayang dicontohkan oleh Nabi saw. Kita semua mengaku sebagai pengikutnya, tetapi dalam kehidupan sehari-hari jika keinginan kita ditolak atau tidak disetujui, dengan cepat merasa tersinggung dan memaki-maki, bahkan kadang-kadang ingin membalas dendam. Padahal, sebagai pengikutnya hendaknya kita mencontoh beliau. Setelah menerima penghinaan dari penduduk Tha’if, beliau hanya berdoa dan tidak memarahi mereka, tidak mengutuk mereka, dan tidak mengambil tindakan balas dendam walaupun diberi kesempatan untuk itu.