Bahasa seperti apa yang dapat menjadi nasehat untuk pengobat rasa sakit hati ketika sudah sampai dipuncaknya? Ketika kita dihadapkan pada sebuah pengkhianatan manusia yang nyata- nyata sudah kita titipkan kepercayaan kepadanya.
Logika seperti apa yang bisa menjelaskan tentang kesedihan manusia ketika telah melingkupi kehidupannya. Sesuatu yang disayang, dijaga dan dirawatnya...suaminya... hilang begitu saja. Tiba- tiba seperti mimpi, dia dihadapkan pada kenyataan bahwa bukan saja kita harus kehilangan, tapi kita juga harus berbagi. Perasaan wanita yang memang sangat mendominasi pikirannya akan mengatakan, bahwa ini sangat tidak masuk akal. Dalam pikirannya, pernikahan adalah tentang kamu dan aku, kita, dan bukan dia. Bagaimana kiranya sebuah rumah tangga bisa bahagia ketika ada orang ketiga yang memasukinya?
Kalimat apa yang bisa menyegarkan kembali kepedihan seorang ibu yang harus kehilangan anaknya? Anak yang begitu disayang dan dikasihinya terbujur kaku didepan matanya terbungkus dalam kain kafan, dan siap untuk berkalang tanah.
Bahasa manusia seperti apapun tak dapat menjangkau dan menampung semua itu. Kesedihan, sakit hati dan kehilangan sering kali secara nyata menghilangkan akal sehat manusia. Hal itu pula yang menghapus kalimat- kalimat arif dalam pikiran dan hatinya sebagai sarana pelipur dukanya.
Dalam keterpurukan seperti itu, ternyata masih ada sedikit asa yang membahagiakan. Bahasa iman dapat merangkulnya kembali menuju kebenaran dan logika yang menentramkan. Bahasa iman ternyata adalah melampaui batas nalar berpikir manusia. Karena iman kita menjadikan sesuatu yang sangat tidak logis menjadi logis, karena iman kita tetap tak bergeming untuk tetap berjalan menggerakkan sendi kehidupan walaupun menurut orang lain hal itu sangatlah aneh atau tidak lazim. Bahasa iman bukan tentang selera, tapi tentang pengabdian kepada yang Maha hidup dan pelepasan ego manusia.
Tapi ajaibnya, iman tidak menjadikan manusia terisolasi dalam dunia aneh yang sempit. Iman membawa kita justru kepada sebuah kedamaian.Dengan iman manusia mengerti sesungguhnya hakekat kebahagiaan dan pengabdian. Ketika kita berlari menjauhinya, bisa saja kita bertahan, tapi sampai kapan? Sesuai fitrahnya, hati manusia akan selalu berkata dan berjalan untuk selalu dekat dengan tuhannya, kecuali bagi hati yang keras dan atau dikunci mati oleh Allah Subhanahu Wata`ala.
Bahasa iman mengantarkan kita pada pemikiran di luar kotak masalah tersebut. Bahasa iman menawarkan sudut pandang yang lain dalam melihat sebuah problema hidup. Tapi pada akhirnya, bahasa iman tetap berakhir di stasiun kedamaian. Karena imanlah kita mengenal dan mempercayai Allah, dan kepada Allah lah semuanya berasal dan akan kembali.
Manusia akan terasa terbebas dari beban, dan dengan enteng bernafas dan melangkah dimuka bumi ini, ketika dia punya iman. Semua masalah dan kepenatan dunia hanyalah sebagai pembelajaran penaikan level derajat kemuliaannya. Hatinya begitu luas walaupun berada dalam tempat yang sempit. Sebagai akibatnya ketenangan dan ketajaman berpikir serta mengolah rasapun didapatnya. Manusia berbondong- bondong mengasihinya, dan rejekipun mengalir kepadanya. Lalu dimana letak kejelekan bahasa iman tersebut sehingga kita tidak lagi mengakrabinya kini?
No comments:
Post a Comment