Pentingnya Saling Ingat Mengingatkan dan Menyampaikan

PENTINGNYA SALING MENGINGATKAN dan MENYAMPAIKAN...

waltakun minkum ummatun yad'uuna ilaa lkhayri waya/muruuna bilma'ruufi wayanhawna 'ani lmunkari waulaa-ika humu lmuflihuun

[3:104] Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.

qul haadzihi sabiilii ad'uu ilaallaahi 'alaa bashiiratin anaa wamani ittaba'anii wasubhaanallaahi wamaa anaa mina lmusyrikiin

[12:108] Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Wednesday, December 23, 2009

Fadhilah Ramadhan 2


Fadhilah Ramadhan 2

Setelah menyebutkan tentang Shaum dan Tarawih, Rasulullah saw mengalihkan perhatiannya kepada kepentingan ibadah-ibadah fardhu dan nafil, yaitu pahala bagi satu amalan nafil pada bulan Ramadhan sama dengan pahala mengerjakan amalan fardhu pada bulan lainnya dan pahala bagi satu amalan fardhu pada bulan Ramadhan menyamai pahala mengerjakan 70 amalan fardhu pada bulan yang lain. Di sini penting sekali untuk mermikirkan ibadah-ibadah kita, berapa banyak perhatian kita terhadap pelaksanaan ibadah-ibadah fardhu pada bulan yang berkah ini dan berapa banyak peningkatan serta penambahan ibadah-ibadah nafil kita.

Sebagai contoh sikap kita terhadap amalan fardhu pada saat ini, yaitu dalam shalat Shubuh, biasanya setelah makan sahur kita tidur lagi, sehingga banyak di antara kita yang mendirikan shalat shubuh secara qadha, minimal sering tertinggal shalat Shubuh berjamaah. Seharusnya mensyukuri nikmat makan sahur itu dibuktikan dengan menunaikan kewajiban yang paling penting, tetapi malah kita abaikan dengan cara mengqadhanya atau pun kurang sempurna dalam mengerjakannya. Padahal ahli-ahli ushul telah menetapkan mengenai kurang sempurnanya shalat yang dikerjakan tanpa berjamaah. Begitu juga Pernyataan Rasulullah saw dalam suatu riwayat bahwa tidak sempurna shalat bagi orang yang tinggal berdekatan dengan masjid, kecuali di masjid.

Dalam kitab Mazhahirul Haq disebutkan, apabila seseorang tidak memiliki alasan yang kuat untuk tidak shalat berjamaah, maka ia tidak akan mendapatkan pahala shalat, walaupun kewajibannya telah gugur.

Begitu pun mengenai shalat-shalat fardhu lainnya, misalnya shalat Maghrib, sering ditinggalkan secara berjama’ah di masjid karena alasan berbuka shaum. Jangan ditanya mengenai takbiratul ula (takbir pertama), bahkan sampai tertinggal rakaat pertama. Begitu juga shalat Isya, banyak orang yang mendirikannya sebelum waktunya dan menganggapnya sebagai pengganti kebaikan-kebaikan dalam shalat Tarawih.
Inilah keadaan shalat fardhu kita pada bulan Ramadhan yang penuh berkah itu. Hanya karena ingin melaksanakan sat amalan fardhu, lalu kita menyia-nyiakan tiga amalan fardhu lainnya. Kelalaian terhadap shalat fardhu pada umumnya terjadi pada tiga waktu ini. Bahkan shalat Zhuhur pun sering tertinggal berjama’ah karena tidur siang (qailulah), juga shalat Ashar karena sibuk membeli dan mempersiapkan aneka macam makanan untuk berbuka shaum.
Begitu juga kewajiban-kewajiban lainnya, hendaknya kita memikirkan, berapakah yang kita kerjakan dengan sungguh-sungguh pada bulan Ramadhan yang berkah ini. Jika amalan yang fardhu saja keadaanya seperti itu, bagaimana dengan sunnah ?
Kita sering meninggalkan shalat Isyraq dan Dhuha pada bulan Ramadhan karena tertidur. Begitupun shalat awwabin, bagaimana mungkin dapat dilaksanakan ? Sekarang sibuk berbuka dan sebentar kemudian shalat Tarawih yang panjang, waktu Tahajjud dipakai untuk makan sahur, kapan lagi kita akan dengan leluasa mengerjakan amalan-amalan sunnah ? Tetapi semua ini terjadi karena ketidak pedulian dan kemalasan kita untuk melaksanakannya.

Jika engkau tidak mau, maka seribu alasan akan engkau kemukakan.

Banyak sekali hamba-hamba Allah yang mendapatkan keleluasaan untuk mengamalkan semua itu dalam waktu-waktu mereka. Saya melihat guru saya, Maulana Khalil Ahmad dalam berbagai Ramadhan walaupun dalam keadaan lemah dan tua, ia membaca atau memperdengarkan seperempat juz dalam shalat nawafil setelah magrib. Setelah itu, setengah jam untuk makan dan kebutuhan lainnya. Ia meluangkan waktu 2 ¼ jam untuk mendirikan shalat Tarawih ketika tinggal di India, dan 3 jam ketika tinggal di Madinah al Munawwarah. Kemudian setelah itu ia tidur selama dua atau tiga jam, sesuai dengan musim pada saat itu. Sekali lagi dalam Tahajjud ia membaca al Quran. Ia makan sahur setengah jam sebelum shubuh, kemudian meneruskan membaca al Quran atau Wazifah (wirid) sampai shubuh. Seytelah waktu shubuh tiba ia mendirikan shalat Shubuh dan terus berada dalam muraqabah sampai waktu Isyraq.

Setelah shalat Isyraq kemudian istirahat sekitar satu jam. Setelah itu hingga pukul 12.00 bila musim panas hingga pukul 13.00 ia menulis kitabnya Badzlul Majhud dan menanggapi surat-surat yang ada serta membalasnya. Kemudian istirahat sampai Zhuhur, dari Zhuhur hingga Ashar membaca al Quran dan dari Ashar sampai Maghrib sibuk bertasbih dan bercakap-cakap dengan orang yang ada di sana. Setelah melanjutkan penulisan kitab Badzlul Majhud, kemudian membaca al Quran atau membaca kitab-kitab agama, kebanyakan waktunya digunakan untuk mengulas kembali kitab Badzlul majhud dan Wafa ‘ul Wafa.

Beginilah amalan sehari-hari ada bulan Ramadhan, tidak pernah berubah. Amalan-malan sunnahnyapun terus menerus seperti ini dan ia selalu menjaga amalan nawafil itu sepanjang tahun. Khusus pada bulan Ramadhan ia meningkatkan jumlah rakaat shalat-shalat sunnatnya dan shalat dengan rakaat yang lebih panjang.

Para ulama besar yang lain juga sangat memperhatikan amalan-amalan mereka pada bulan Ramadhan, bahkan lebih hebat lagi, sehingga sulit bagi orang-orang biasa untuk mengikutinya. Syaikh al Hind Maulana Mahmud al Hassan rah.a pernah mengerjakan shalat nafil setelah Tarawih hingga fajar dan mendengarkan bacaan al Quran dari beberapa hafizh seorang demi seorang. Maulana Syah Abdur Rahim Raipuri sibuk membaca al Quran siang dan malam sepanjang Ramadhan sehingga tidak ada waktu yang tersisa untuk surat menyurat atau bertemu dengan tamu-tamunya. Hanya sahabat-sahabatmya saja yang dapat bertemu dengannya setelah shalat tarawih sekadar meminum secangkir teh.

No comments:

Post a Comment