Kita sebagai manusia kadang lupa akan tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini, dalam group ini mari kita sama sama saling mengingatkan satu sama lain atas pentingnya Iman, Usaha Atas Iman...tanpa melihat perbedaan diantara kita, kenapa kita tidak sama sama melihat persamaan di dalam ber Iman dan beribadah kepada Alloh SWT. Tidak lain Alloh SWT menciptakan kita sebagai manusia semuanya hanya untuk beribadah kepada Alloh SWT.
Pentingnya Saling Ingat Mengingatkan dan Menyampaikan
PENTINGNYA SALING MENGINGATKAN dan MENYAMPAIKAN...
waltakun minkum ummatun yad'uuna ilaa lkhayri waya/muruuna bilma'ruufi wayanhawna 'ani lmunkari waulaa-ika humu lmuflihuun
[3:104] Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.
qul haadzihi sabiilii ad'uu ilaallaahi 'alaa bashiiratin anaa wamani ittaba'anii wasubhaanallaahi wamaa anaa mina lmusyrikiin
[12:108] Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
Monday, January 11, 2010
Islamnya Bilal bin Rabah al Habsyi ra dan Penderitaannya
Umayah bin Khalaf adalah seorang kafir yang paling keras memusuhi orang Islam, ia membaringkan Bilal ra di atas padang pasir yang panas membakar ketika matahari sedang terik sambil menindihkan batu besar di atas dadanya, sehingga Bilal ra tidak dapat menggerakkan badannya sedikitpun, Umayah berkata “Apakah kamu bersedia mati dalam keadaan seperti ini ? ataukah kamu mau terus hidup dengan syarat kamu tinggalkan agama Islam ?” walaupun Bilal ra disiksa seperti itu, namun ia berkata “Ahad! Ahad!” (Maksudnya, Allah Maha Esa).
Pada malam harinya, Bilal ra diikat dengan rantai, kemudian dicambuk terus menerus hingga badannya luka-luka. Pada siang harinya, ia dibaringkan kembali di atas padang pasir yang panas. Tuannya berharap Bilal ra akan mati dalam keadaan seperti itu. Orang kafir yang menyiksa Bilal ra silih berganti, suatu kali Abu Jahal, terkadang Umayah bin Khalaf, bahkan orang lainpun turut menyiksanya. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyiksa Bilal ra dengan siksaan yang lebih berat lagi. Ketika Abu Bakar ra melihat penderitaan Bilal ra, ia segera membebaskannya.
Hikmah: Orang Arab Jahiliyah ketika itu menyembah berhala. Karena itulah, Islam mengajarkan ketauhidan untuk mengubah keyakinan mereka, yaitu hanya menyembah Allah Swt. Inilah yang menyebabkan Bilal ra mengucapkan “Ahad ! Ahad !” karena keimanannya yang begitu kuat. Sekarang, seberapa besar keimanan dan kecintaan kita kepada Allah ? Kecintaan inilah yang menyebabkan Bilal ra rela disiksa demi mempertahankan agamanya. Walaupun orang-orang kafir di Makkah terus menyiksanya, namun ia tetap mengucapkan, “Ahad, Ahad”.
Inilah contoh kehidupan yang pernah di alaminya. Sebelum Rasulullah saw wafat, ia bertugas sebagai juru adzan di masjid Nabi. Setelah Rasulullah saw wafat pada mulanya ia tetap tinggal di Madinah Thayyibah. Tetapi karena tidak kuat menahan kesedihan setiap kali melewati makam Rasulullah saw, akhirnya ia meninggalkan Madinah dan pergi bersama pasukan jihad fi sabilillaah. Sampai beberapa waktu lamanya ia tidak kembali ke madinah.
Pada suatu hari, ia bermimpi bertemu Rasulullah saw. Dalam mimpinya itu Nabi saw bersabda kepadanya, “Wahai Bilal, apa yang menghalangimu sehingga engkau tidak pernah menjengukku ?” Setelah bangun dari tidurnya, Bilal ra pun segera pergi ke Madinah. Setibanya di Madinah, Hasan dan Husain ra meminta Bilal ra agar mengumandangkan adzan. Ia tidak dapat menolak permintaan orang-orang yang dicintainya itu. Ketika ia mulai mengumandangkan adzan, maka terdengarlah suara adzan seperti ketika zaman Rasulullah saw masih hidup. Hal ini sangat menyentuh hati penduduk Madinah, sehingga kaum wanita pun keluar dari rumah masing-masing sambil menangis untuk mendengarkan suara adzan Bilal ra itu. Setelah beberapa hari lamanya Bilal ra tinggal di Madinah, akhirnya ia meninggalkan kota Madinah dan kembali ke Damaskus dan wafat di sana pada tahun kedua puluh Hijriyah. (Asadul Ghabah)
Jadilah kumbang jangan jadi lalat.
Jadilah seperti kumbang, mencari sesuatu yang halal dan bersih, memberi banyak manfaat untuk orang lain dengan akhlak dan harta kita dan menghasilkan sesuatu yang indah dalam hidupnya yaitu pesona keindahan akhlak yang mampu menjadi magnet dan contoh kebaikan bagi orang lain. Jangan meniru lalat, keberadaannya selalu membuat susah orang lain, menyebarkan bibit-bibit permusuhan dan perpecahan ummat, menambah parah sakit yang diderita ummat. Mulai beraktivitas dari tempat yang kotor, memakan suatu yang kotor dan menyebarkan kekotoran. Pendeknya sangat sulit ditemukan kebaikan pada diri lalat. Maka jadilah kumbang! Jangan menjadi seperti lalat!
Islamnya Abu Dzar al Ghifari ra
Sebelum memeluk Islam, ia mendengar kabar tentang Muhhamad saw, sebagai Nabi dan pesuruh Allah. Kemudian ia meyuruh saudara laki-lakinya pergi ke Makkah untuk menyelidiki lebih mendalam tentang orang yang katanya telah menerima wahyu dari langit itu. Saudara laki-lakinya itu pun segera pergi ke Makkah dan mulai menyelidiki keadaan di sana. Setelah puas, ia kembali dan melaporkannya kepada Abu Dzar ra bahwa Muhammad saw adalah seorang yang berakhlak baik dan terpuji. Ayat-ayat yang disampaikannya kepada manusia bukanlah kata-kata ahli nujum dan bukan pula kata-kata ahli syair.
Abu Dzar al Ghifari ra merasa tidak puas dengan laporan saudaranya itu, lalu ia memutuskan untuk pergi sendiri ke Makkah. Setibanya di Makkah, ia terus me Masjidil Haram. Ketika itu ia belum mengenal wajah Nabi saw dan ia menduga bahwa tidak aman baginya jika menanyakan kepada seseorang tentang Nabi saw. Hingga waktu sore tiba ia masih dalam keadaan demikian.
Menjelang malam Ali bin Abi Thalib ra melihat gerak geriknya. Karena ia seorang musafir yang tidak tahu apa-apa, maka Ali ra tersentuh hatinya untuk menolong dan memenuhi segala keperluannya. Lalu Ali ra mengundang Abu Dzar ra ke rumahnya dan melayaninya dengan baik sebagai seorang tamu. Ali tidak bertanya apa pun kepada Abu Dzar ra dan Abu Dzar ra juga tidak memberitahukan maksud kedatangannya itu.
Keesokan harinya Abu Dzar ra kembali ke Masjidil Haram untuk mengetahui sendiri tentang Nabi Muhammmad saw tanpa bertanya kepada orang lain, tetapi kali ini pun Abu Dzar ra gagal menemui Nabi saw. Hal ini mungkin disebabkan pada waktu itu gangguan kaum kafir terhadap orang-orang Islam telah menjadi berita terkenal, sehingga siapa saja yang berani menemui Nabi saw pasti akan mendapat kesulitan. Abu Dzar pun berpikir bahwa tidak mungkin menanyakan kepada orang lain mengenai keadaan sebenarnya, karena gangguan yang mungkin tiba-tiba menimpanya.
Pada malam kedua Ali ra kembali mengajak Abu Dzar ra ke rumahnya. Kali ini pun Ali ra tidak bertanya tentang kedatangan Abu Dzar ra. Baru pada malam ketiga Ali bertanya, “Apa tujuan engkau datang ke kota ini ? Sebelum menjawab Abu Dzar ra meminta Ali untuk menjawab setiap pertanyaannya dengan jujur. Kemudian dia bertanya kepada Ali ra mengenai Nabi Muhammad saw. Ali karramallahu wProxy-Connection: keep-alive
Cache-Control: max-age=0
hah berkata, “Sesungguhnya beliau adalah Rasul Allah. Besok, apabila saya pergi, ikutilah saya. Saya akan membawamu untuk menjumpainya. Tetapi waspadalah, kita akan celaka apabila orang-orang yang menentangnya mengetahui hubungan kita. Oleh karena itu, agar tidak dicurigai, saya akan berpisah agak jauh darimu jika bahaya mengancam, engkau pura-pura buang air kecil atau membetulkan sepatu, agar perjalanan kita tidak diketahui orang.”
Keesokan harinya Ali ra mengantarkan Abu Dzar ra menemui Nabi saw dan saat itu pula ia memeluk Islam. Karena khawatir mendapat perlakuan buruk dari orang-orang kafir, Nabi saw menasehatinya supaya jangan menceritakan ke-Islamannya kepada khalayak ramai. Rasulullah saw menasehatinya, “Pulanglah kepada kaummu secara sembunyi-sembunyi. Engkau boleh kembali apabila kami telah mendapat kemenangan.” Tetapi Abu Dzar ra menjawab, “Wahai Rasulullah, saya bersumpah demi Allah yang menguasai nyawa saya, saya akan mengucapkan kalimah syahadat di hadapan para kafir musyrikin itu.”
Dia pun menepati janjinya. Setelah meninggalkan Rasulullah saw ia segera pergi ke Masjidil Haram dan dengan suara lantang mengucapkan dua kalimah syahadat di hadapan para musyrikin :
“Saya bersaksi tiada Ilah (Sembahan) selain Allah dan saya bersaksi Muhammad itu adalah pesuruh Allah.”
Ketika mendengar ucapannya itu, orang-orang kafir berdatangan dari empat penjuru dan memukulinya, sehingga ia menderita luka-luka di tubuhnya. Untunglah paman Nabi saw, yaitu Abbas yang ketika itu belum memeluk Islam segera datang dan mencegah perbuatan kaumnya. Abbas berrkata kepada orang-orang yang memukuli Abu Dzar ra, “Kalian sungguh zhalim ! Tidak tahukah kalian siapa orang ini ? Ia adalah salah seorang kabilah Ghifar, satu kabilah yang terletak di antara jalan yang menuju ke Syam. Kafilah-kafilah kita yang berdagang ke Syam pasti melewati perkampungan mereka. Kalau ia dibunuh, mereka tentu akan menutup jalur perdagangan kita ke negeri Syam.”
Hari berikutnya Abu Dzar ra kembali mengucapkan kalimah syahadat di hadapan kafir Quraisy dan pada saat itu juga ia dianiaya, tetapi diselamatkan lagi oleh Abbas ra.
Hikmah : Keberanian Abu Dzar ra mengucapkan kalimah syahadat di hadapan kafir Quraisy sungguh luar biasa bila dihubungkan dengan nasehat Nabi kepadanya. Apakah dapat dikatakan bahwa ia mengingkari perintah Nabi ? Tentu tidak. Ia sadar bahwa Nabi saw sedang mengalami penderitaan berupa gangguan dalam usahanya menyebarkan agama. Ia hanya hendak mencontoh Nabi. Walaupun ia mengetahui dengan berbuat demikian dapat menghantarkan dirinya ke dalam bahaya. Semangat ke-Islaman seperti inilah yang menyebabkan para sahabat mencapai puncak kejayaan lahir maupun batin. Keberanian Abu Dzar ra selayaknya dicontoh oleh umat Islam dalam rangka usaha mendakwahkan Islam. Kekejaman, penganiayaan serta penindasan tidak sampai melemahkan semangat mereka yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat.
Ilmu Ma’a Dzikir
Segala petunjuk yang datangnya dari Allah Swt melalui baginda Rasulullah saw.
Dzikir artinya :
Mengingat Allah sebagaimana Agungnya Allah
Maksud dan tujuan Ilmu Ma’a Dzikir :
Mengamalkan perintah-perintah Allah Swt dalam setiap saat dan keadaan dengan menghadirkan keagungan Allah dalam hati kita, serta dilakukan dengan cara Rasulullah Saw.
Keuntungan Ilmu :
Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah untuk diberi kebaikan, maka Allah akan memberinya kepahaman dalam agama.” (HR. Muttafaq ‘alaih)
“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (HR.Muslim, Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim dari Abu Hurairah ra)
Rasulullah saw bersabda kepada Abu Dzar ra :
“Wahai Abu Dzar! Sesungguhnya kepergianmu untuk mempelajari satu ayat dari kitab Allah, itu lebih baik bagimu daripada melakukan shalat 100 rakaat. Dan sesungguhnya kepergianmu untuk mempelajari satu bab ilmu, apakah dapat diamalkan atau tidak dapat diamalkan, itu lebih baik bagimu daripada melakukan shalat 1000 rakaat.”
(HR.Ibnu Majah dengan sanad hasan dari Abu Dzar ra)
Keuntungan Dzikir:
Nabi saw bersabda:
“Perumpamaan orang yang mengingat Allah dan orang yang tidak mengingat Allah, bagaikan orang hidup dan orang mati.” (HR. Bukhari dari Abu Musa ra)
Firman Allah Swt :
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
(QS.ar-Rad,13:28)
“Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku pun ingat kepada-Mu.”
(QS.al-Baqarah,2:152)
Ilmu terbagi menjadi dua :
1. Ilmu fadha’il (Keutamaan-keutamaan amal)
2. Ilmu Masa’il (Ilmu Fiqih)
Cara mendapatkan hakikat Ilmu Fadha’il :
1. Selalu mendakwahkan pentingnya ilmu fadha’il
2. Latihan mendapatkan ilmu fadha’il dengan cara :
- Memperbanyak duduk dalam majelis ta’lim ilmu fadha’il
- Menghadirkan fadhilah (keutamaan/keuntungan amal) dalam setiap beramal.
3. Berdo’a kepada Allah agar diberi hajat (perasaan butuh) kepada ilmu fadha’il.
Cara mendapatkan hakikat Ilmu Masa’il :
1. Selalu mendakwahkan pentingnya Ilmu masa’il.
2. Latihan mendapatkan Ilmu masa’il deProxy-Connection: keep-alive
Cache-Control: max-age=0
an cara :
- Sering duduk dalam majelis ta’lim ilmu masa’il.
- Selalu bertanya kepada ulama tentang masalah dunia dan masalah agama.
- Berkunjung kepada ulama.
3. Berdo’a kepada Allah agar diberi hajat (perasaan butuh) kepada Ilmu Masa’il.
Cara mendapatkan hakikat dzikir :
1. Selalu mendakwahkan pentingnya dzikir.
2. Latihan dzikir dengan cara :
- Istiqamah membaca al-Quran setiap hari.
- Berdzikir Tasbihat tiap pagi dan petang dengan istiqamah, yaitu membaca Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallaah, Allaahu Akbar sekurang kurangnya 100 kali, sambil berusaha menghadirkan ke-Maha-Sucian Allah dalam hati.
- Bershalawat kepada baginda Rasulullah saw sekurang-kurangnya 100 kali, sambil menghadirkan perasaan ke dalam hati kita betapa besar jasa dan pengorbanan Rasulullah saw kepada kita.
- Beristigfar (mohon ampun) kepada Allah sekurang-kurangnya 100 kali sambil menghadirkan perasaan dalam hati betapa banyak dosa-dosa kita dan betapa Allah Maha Pengampun.
3. Berdo’a kepada Allah agar diberi hajat (perasaan butuh) kepada dzikir.
Ikramul Muslimin
Memuliakan sesama saudara muslim.
Maksud dan tujuannya :
Menunaikan hak-hak saudara muslim tanpa menuntut hak-hak kita dari mereka.
Keuntungannya :
Rasulullah saw bersabda :
“…Allah senantiasa menolong hamba-Nya selagi hamba-Nya itu menolong saudaranya…”
(HR.Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi dari Abu Hurairah ra)
“Barangsiapa menutupi aib saudaranya (orang muslim), maka Allah akan menutupi aibanya pada hari kiamat. Dan barangsiapa membuka aib saudaranya (yang muslim), maka Allah akan membuka aibnya, sehingga Allah akan mempermalukan dirinya disebabkan aibnya di rumahnya sendiri.”
(HR.Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi dari Abu Hurairah ra)
“Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu…”
(HR.Tirmidzi dari Abu Dzar ra)
Cara mendapatkan hakikat ikramul muslimin :
1. Selalu mendakwahkan pentingnya ikramul muslimin.
2. Latihan memuliakan sesama muslim dengan cara :
- Memuliakan alim ulama, menghormati orang yang lebih tua, menghargai yang sebaya dan menyayangi yang lebih muda.
- Memberi salam baik kepada orang yang kita kenal maupun kepada orang yang tidak kita kenal.
- Bergaul dengan orang-orang yang berbeda-beda wataknya.
- Berdo’a kepada Allah agar dikaruniai sifat Ikramul muslimin.
Hak ke dua orang tua 4
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku ! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”
(QS.Al Israa,17:23-24)
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan untuk tidak bertauhid kepada selain-Nya, tidak mentaati seseorang dalam maksiat, akan tetapi taatilah Allah dalam segala apa yang diperintahkan kepada kita. Yang dimaksud bahwa kita harus berbakti kepada orang tua, adalah bahwasanya kita selalu berbuat baik dan lemah lembut kepada kedua orang tua, dan bila keduanya atau salah satu di antara keduanya itu telah tua renta janganlah sekali-kali mengatakan “ah”, artinya jangan sampai mengucapkan kata-kata yang bisa menyakitkan hati. Bila orang tua kita sudah jompo dan memerlukan bantuan di dalam buang air besar, maka janganlah kita merasa malas atau bermuka masam di dalam melayani orang tua kita. Ingatlah bahwa keduanya telah berupaya membesarkan kita dengan susah payah. Kita harus selalu bersikap sopan terhadap keduanya dan berbicara dengan lemah lembut, serta mendoakan keduanya terutama setelah selesai sholat.
Diriwayatkan dari sebagian ulama tabi’in, bahwasanya dia berkata : “Barang siapa yang mendoakan kedua orang tuanya lima kali setiap hari, maka ia telah menunaikan hak keduanya; karena Allah Swt berfirman :
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” (QS.Luqman,31:14)
Maka bersyukur kepada Allah itu adalah dengan mengerjakan shalat lima kali setiap hari, dan bersyukur kepada kedua orang tua adalah dengan mendoakan keduanya lima kali setiap hari.
Dikatakan bahwa kedua orang tua itu mempunyai 10 hak dari anaknya, yaitu :
1. Apabila orang tua membutuhkan makanan, maka anaknya harus memberikan makanan kepadanya.
2. Apabila orang tua membutuhkan pakaian, maka anaknya harus memberikan pakaian kepadanya apabila anaknya mampu untuk memberikannya.
3. Apabila orang tua membutuhkan pelayanan, maka anaknya harus melayaninya.
4. Apabila orang tua memanggilProxy-Connection: keep-alive
Cache-Control: max-age=0
naknya, maka anaknya harus menjawab dan datang kepadanya.
5. Apabila orang tua memerintahkan sesuatu, maka anaknya harus mematuhinya selama tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat dan menggunjing.
6. Anak harus berbicara dengan sopan dan lemah lembut, tidak boleh berbicara kasar kepada orang tuanya.
7. Anak tidak boleh memanggil nama orang tuanya.
8. Anak harus berjalan di belakang orang tuanya.
9. Anak harus membuat kesenangan kepada orang tuanya sebagaimana ia membuat kesenangan kepada dirinya sendiri, dan menjauhkan segala apa yang dibenci orang tuanya, sebagaimana ia menjauhkan diri dari apa yang dibenci oleh dirinya sendiri.
10. Anak harus memohonkan ampun untuk kedua orang tuanya kepada Allah selama ia berdoa untuk dirinya sendiri.
Allah menceritakan tentang Nabi Nuh as, di mana ia berdoa :
“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku.”
Demikian pula doa Nabi Ibrahim as :
“Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan hari kiamat.” (Qs.Ibraahiim,14:40-41)
Diriwayatkan dari sementara sahabat ra, bahwasanya ia berkata : “Meninggalkan doa kepada kedua orang tua itu menyebabkan sempitnya rezeki bagi si anak.”
Apakah mungkin seseorang dapat menyenangkan kedua orang tua setelah keduanya meninggal dunia ? Dikatakan kepadanya : “Ya, ia dapat menyenangkan kedua orang tuanya dengan tiga hal, yaitu :
1. Ia sendiri menjadi anak yang shaleh, karena menjadi anak yang shaleh itu adalah sesuatu yang paling disenangi oleh kedua orang tuanya.
2. Ia mempererat tali persaudaraan dengan kerabat dan kenalan orang tuanya.
3. Ia memohonkan ampun dan mendoakan kedua orang tuanya, serta bershadaqah untuk keduanya.
Al-‘Ala’ bin Abdur Rahman meriwayatkan dari ayahnya dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi saw bersabda :
“Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu : Shadaqah jariyah, ilmu yang dapat diambil manfaatnya, dan anak shaleh yang memohonkan ampun untuknya.”
Diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda :
“Janganlah kamu memutuskan orang yang dulunya biasa dihubungi oleh ayahmu, karena yang demikian itu bisa memadamkan cahayamu, karena sesungguhnya kasih sayangmu adalah kasih sayang ayahmu.”
Disebutkan bahwasanya ada seseorang dari Bani Salimah datang kepada Nabi saw berkata :
“Sesungguhnya kedua orang tuaku sudah meninggal dunia, maka apakah masih ada jalan untuk berbuat baik kepada keduanya itu ?” Beliau bersabda : “Ya, yaitu memohonkan ampun untuk keduanya, melaksanakan janji wasiat keduanya, menghormati teman-teman keduanya, dan mempererat tali persaudaraan yang tidak dilakukan melainkan, karena keduanya.”
Wallaahu a’lam.
Hak ke dua orang tua 3
Diceritakan bahwa ada seseorang datang kepada Nabi saw lantas berkata :
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku mengigau di tempatku, kemudian aku memberinya makan dan minum dengan tanganku, serta aku mewudhuinya dan mengangkatnya di atas bahuku, maka apakah yang demikian itu berarti aku membalasnya ?” Beliau bersabda : “Belum, belum satu persen pun. Akan tetapi kamu telah berbuat baik, dan Allah akan memberi pahala yang banyak terhadap amalmu yang sedikit itu.”
Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari ayahnya, di mana ia berkata : “Tertulis di dalam hikmah ; “Terkutuklah orang yang mengutuk ayahnya. Terkutuklah orang yang mengutuk ibunya. Terkutuklah orang yang menjauhkan diri dari jalan yang benar, atau orang yang menyesatkan jalan terhadap orang yang buta. Terkutuklah orang yang menyembelih binatang dengan tidak menyebut nama Allah. Terkutuklah orang yang merubah batas-batas tanah.”
Yang dimaksud dengan seseorang mengutuk ayahnya atau mengutuk ibunya adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang menjadikan ayah atau ibunya dikutuk oleh orang lain, sehingga seolah-olah ia mengutuk langsung ayah dan ibunya. Diriwayatkan dari Rasulullah saw di mana beliau bersabda :
“Sesungguhnya di antara dosa besar adalah bila seseorang mencaci maki kedua orang tuanya.” Ditanyakan kepada beliau : “Bagaimanakah seseorang mencaci maki kedua orang tuanya ?” Beliau bersabda : “Seseorang mencaci maki ayah orang lain, maka orang lain itu mencaci maki ayahnya, ia mencaci maki ibu orang lain, maka orang lain mencaci maki ibunya.”
Abban meriwayatkan dari Anas ra, di mana ia berkata :
“Pada masa Rasulullah saw ada orang muda yang bernama Alqamah, di mana ia sangat rajin beribadah dan banyak bershadaqah. Ia menderita sakit keras, lantas istrinya mengutus seseorang kepada Rasulullah saw untuk mengatakan : “Suamiku sedang sakit keras (sakaratul maut), maka aku ingin memberitahukan keadaannya kepadamu.” Rasulullah saw lalu bersabda kepada Bilal, Ali, Salman Proxy-Connection: keep-alive
Cache-Control: max-age=0
n Ammar : “Pergilah kamu ke rumah Alqamah dan perhatikanlah bagaimana keadaannya.”
Maka mereka pergi ke rumah Alqamah sampai ia masuk ke dalam rumahnya lantas berkata kepadanya : “Ucapkanlah Laa ilaaha illallaah.” Akan tetapi lidah Alqamah tidak jelas bicaranya, maka mereka mengutus Bilal kepada Rasulullah saw untuk memberitahukan keadaannya. Rasulullah saw lantas bertanya ; “Apakah ia masih mempunyai ayah dan ibu ?” Beliau memperoleh jawaban : “Ayahnya sudah mati, dan ia mempunyai ibu yang sangat tua.” Beliau bersabda : “Wahai Bilal, datanglah kepada ibu Alqamah, sampaikanlah salamku untuknya, dan katakan kepadanya : “Jika kamu mampu untuk berjalan maka datanglah kepada Rasulullah saw dan jika tidak mampu, maka tunggulah sampai Rasulullah saw akan datang kepadamu, kemudian ia memberitahukan kepadanya tentang maksud kedatangannya itu.”
Kemudian ibu Alqamah berkata : “Diriku merupakan tebusan bagi diri beliau .” Kemudian ia mengambil tongkat dan berjalan sampai masuk ke rumah Rasulullah saw. Setelah mengucapkan salam kepada beliau dan beliau pun membalas ucapan salamnya, kemudian ia duduk di hadapan Rasulullah saw, lantas beliau bertanya : “Berkatalah yang jujur kepadaku, karena jika kamu berbohong, niscaya akan turun wahyu dari Allah Swt kepadaku. Bagaimana keadaan Alqamah ?” Ia menjawab “Wahai Rasulullah, dia rajin shalat, rajin puasa dan suka bershadaqah yang jumlah dan banyaknya tidak ada yang mengetahui.” Beliau bertanya : “Bagaimana hubunganmu dengannya ?” Ia menjawab ; “Wahai Rasulullah, saya sangat marah kepadanya.” Beliau bertanya : “Kenapa demikian ?” Ia menjawab : “Dia lebih mengutamakan istrinya daripada saya. Dalam banyak hal, ia patuh kepada istrinya dan durhaka kepada saya.”
Kemudian Rasulullah saw bersabda : “Kemurkaan ibunya itulah yang mengunci lidahnya untuk mempersaksikan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah”. Kemudian beliau bersabda kepada Bilal : “Pergi dan kumpulkanlah kayu yang banyak supaya aku bisa membakar dengan api.” Ia berkata : “Wahai Rasulullah, anakku dan buah hatiku akan engkau bakar dengan api di hadapanku ? Maka bagaimana berat perasaan hatiku ?” Rasulullah saw lalu bersabda kepadanya : “Wahai ibu Alqamah, siksaan Allah itu lebih keras dan kekal. Apabila kamu ingin agar Allah mengampuninya, maka relakanlah dia. Demi Dzat yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, shalat dan shadaqah yang ia kerjakan itu tidak akan bermanfaat baginya selama kamu murka kepadanya.” Kemudian ibu Alqamah mengangkat kedua tangannya dan berkata : “Wahai Rasulullah, saya mempersaksikan kepada Allah di langit dan engkau wahai Rasulullah serta orang yang berada di sini bahwa saya telah merelakan anakku Alqamah.” Rasulullah saw lantas bersabda kepada Bilal : “Wahai Bilal, lihatlah!” Apakah Alqamah mampu untuk mengucapkan Laa ilaaha illallaah, karena siapa tahu ibu Alqamah mengungkapkan hal itu tidak dengan setulus hati, karena malu kepada Rasulullah saw.”
Kemudian Bilal pergi menuju rumah Alqamah dan ketika sampai di pintu rumahnya ia mendengar Alqamah sedang mengucapkan Laa ilaaha illallaah. Setelah Bilal masuk ke dalam rumah, ia berkata ; “Ketahuilah wahai orang banyak, sesungguhnya kemurkaan ibu Alqamah itulah yang menghalangi lisannya utuk mengucapkan syahadat, dan sesungguhnya kerelaan ibunya itu telah melepas lidahnya bisa mengucapkan syahadat.” Maka pada hari itu pula Alqamah meninggal dunia, dan Rasulullah saw datang ke sana lalu memerintahkan untuk memandikan dan mengkagfaninya dan beliau menyalatkannya. Sewaktu berada di tebing kuburnya, beliau berdiri dan bersabda : “Wahai orang-orang Muhajirin dan Anshar, barang siapa yang mengutamakan istrinya daripada ibunya, maka ia akan mendapatkan kutukan Allah, serta ibadah-ibadah fardhu dan sunnahnya tidak akan diterima.”
Hak ke dua orang tua 2
“Saya bertanya : “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang harus saya perlakukan dengan baik ?” Beliau menjawab : “Ibumu”. Ia berkata : “Saya bertanya : Kemudian siapa?” Beliau menjawab : “Ibumu”. Ia berkata : “Saya bertanya : Kemudian siapa ?” Beliau menjawab : “Ayahmu, kemudian kerabat yang terdekat, lantas kerabat yang dekat.”
Rasulullah saw bersabda :
“Seandainya Allah mengetahui sesuatu perkataan yang lebih ringan daripada kata “ah” yang termasuk pendurhakaan (terhadap orang tua), niscaya Allah akan melarang yang demikian itu. Orang yang durhaka (kepada orang tua itu) boleh berbuat apa saja yang ia inginkan, maka ia tidak akan masuk surga dan orang yang berbakti (kepada orang tua itu) boleh mengerjakan apa saja yang ia inginkan, maka ia tidak akan masuk neraka.”
Seandainya Allah Swt tidak menyebutkan di dalam kitab-Nya tentang kewajiban berbakti kepada kedua orang tua, niscaya hal itu dapat diketahui oleh akal yang sehat bahwa berbakti kepada keduanya itu wajib. Orang yang mempunyai akal sehat tentu mengetahui bagaimana berbakti dan menunaikan hak-hak kedua orang tua, apalagi Allah Swt telah menyebutkan di dalam semua kitab-Nya, baik di dalam Taurat, Zabur, Injil maupun al Quran. Allah telah memerintahkan di dalam semua kitab-Nya dan mewahyukan dan berwasiat kepada semua nabi untuk berbakti kepada ke dua orang tua, mengetahui hak kedua-nya, serta menjadikan keridhaan-Nya tergantung kepada keridhaan ke dua orang tua dan kemurkaan-Nya tergantung kepada kemurkaan ke dua orang tua.
Diriwayatkan bahwa ada tiga ayat yang diturunkan bergandengan dengan tiga hal. Tidak diterima tiga hal itu tanpa dibarengi dengan hal yang bergandengan dengannya. Yang pertama adalah firman Allah Swt :
“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat.” (QS.Al Baqarah, 2:43, 83,110; An-Nisaa, 4:77; Al-Hajj, 22:78 ; Al-Mujaadilah, 58:13 dan Al-Muzzammil, 73:20)
Barang siapa yang mengerjakan salat, akan tetapi ia tidak menunaikan zakat, maka salatnya tidak akan diterima.
Yang kedua adalah firman Allah Swt :
“Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad).”
(QS. An-Nisaa,4:59; Al-Maaidah, 5:92; An-Nuur, 24:54; Muhammad, 47:33 dan At_tagaabun, 64:12)
Barang siapa yang taat kepada Allah, akan tProxy-Connection: keep-alive
Cache-Control: max-age=0
api ia tidak taat kepada Rasul, maka ketaatannya kepada Allah tidak akan diterima.
Yang ketiga adalah firman Allah Swt
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” (QS. Luqmaan,31:14)
Barang siapa yang bersyukur kepada Allah, akan tetapi ia tidak bersyukur kepada ke dua orang tuanya, maka syukurnya kepada Allah tidak akan diterima.
Yang menjadi dalil atas hal yang demikian itu adalah hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah saw, di mana beliau bersabda :
“Sesungguhnya kutukan ke dua orang tua itu memutuskan asal anak ke dua orang tua itu apabila anak itu durhaka kepada keduanya. Barang siapa yang merasa senang kepada ke dua orang tuanya, maka berarti ia merasa senang kepada Dzat Penciptanya, dan barang siapa yang merasa marah kepada kedua orang tuanya, maka berarti ia merasa marah kepada Dzat Penciptanya. Barang siapa yang mendapatkan ke dua orang tuanya atau salah satu di antara keduanya, kemudian ia tidak berbuat baik kepada keduanya, maka ia masuk neraka, lantas Allah menjauhkannya dari rahmat-Nya.”
Nabi saw pernah di tanya : “Apakah amal perbuatan yang paling utama itu ?” Beliau menjawab :
“Salat pada waktunya, kemudian berbuat baik kepada ke dua orang tua, kemudian berjuang pada jalan Allah.”
Hak anak terhadap orang tua
“Termasuk hak anak yang harus dilaksanakan oleh orang tua ada tiga hal, yaitu : Orang tua hendaknya memberikan nama yang baik ketika anak itu lahir, orang tua mengajarinya kitab Allah (Al-Quran) ketika anak itu mulai bisa menggunakan akalnya, dan orang tua mengawinkannya ketika anak itu telah dewasa.”
Diriwayatkan dari Umar ra, bahwasanya ada seseorang datang kepadanya dengan membawa anaknya, kemudian ia berkata : “Wahai Amirul Mukminin, anakku ini durhaka kepadaku.” Umar ra berkata kepada anak itu : “Apakah kamu tidak takut kepada Allah, di mana kamu berani durhaka kepada ayahmu. Di antara hak orang tua itu adalah begini dan di antara hak anak adalah begini.” Anak aitu bertanya : “Wahai Amirul Mukminin, apakah anak itu mempunyai hak yang harus dilaksanakan oleh ayahnya ?” Umar menjawab : “Ya, haknya, yaitu hendaknya ayahnya memilihkan ibu yang terhormat, artinya ayahnya tidak kawin dengan perempuan yang hina supaya anaknya tidak merasa tercela karena ibunya, hendaknya ayahnya memberikan nama yang bagus, dan hendaknya ayahnya mengajarinya Al Quran.” Anak itu berkata : “Demi Allah, ayahku tidaklah memilihkan ibu yang terhormat untukku, di mana ia membeli budak perempuan dengan harga 400 Dirham, ia tidak memberikan nama yang baik untukku, dan ia tidak mengajari satu ayatpun dari Al Quran. Kemudian Umar ra menoleh kepada ayahnya itu seraya berkata : “Kamu mengatakan bahwa anak ini durhaka kepadamu, padahal kamu telah durhaka kepadanya sebelum ia durhaka kepadamu.”
Nabi Muhammad saw bersabda : “Semoga Allah mencurahkan rahmat kepada orang tua yang membantu anaknya untuk berbuat baik kepadanya.”
Maksudnya, ia tidak tidak menyuruh sesuatu kepada anaknya yang dikhawatirkan anaknya itu tidak bisa melaksanakannya yang berarti anaknya itu durhaka kepadanya. Diriwayatkan dari salah seorang yang shaleh, bahwasanya apabila ia memerlukan sesuatu, ia tidak menyuruh anaknya, akan tetapi menyuruh orang lain, dan ketika ada orang yang menanyakan kepadanya, ia menjawab : “Bila aku menyuruh anakku, aku khawatir dia tidak bisa mengerjakannya, sehingga dia durhaka kepadaku yang bisa menyebabkan dia masuk neraka, sedangkan aku tidak akan membakar anakku di dalam neraka.” Diriwayatkan dari Khalaf bin Ayyub adanya kisah seperti ini.
Al-Fudlail bin Iyadl berkata : “Orang yang sempurna keperwiraannya adalah orang yang berbakti kProxy-Connection: keep-alive
Cache-Control: max-age=0
ada kedua orang tuanya, menyambung tali persaudaraan, menghormati saudara-saudaranya dan berakhlak baik terhadap keluarga, anak maupun pelayannya, menjaga agamanya, membersihkan harta kekayaannya, menafkahkan kelebihan hartanya, menjaga lisannya, rajin bekerja dan tidak bergaul dengan orang-orang yang suka membicarakan orang lain.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda :
“Ada empat hal yang termasuk tanda kebahagiaan seseorang, yaitu : Bila istrinya shalihah, anak-anaknya taat, pergaulannya dengan orang-orang shaleh dan rezekinya berada di negerinya sendiri.”
Yazid Ar-Raqqasy meriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bahwasanya ia berkata : Ada tujuh amal perbuatan yang pahalanya terus mengalir sesudah orang yang mengerjakannya meninggal dunia, yaitu :
1. Orang yang membangun masjid, ia akan tetap mendapatkan pahala selama ada seseorang yang mengerjakan shalat di dalamnya.
2. Orang yang mengalirkan sungai, ia akan tetap mendapatkan pahala selama air di sungai itu mengalir dan orang-orang mengambil manfa’at dari air sungai itu.
3. Orang yang menulis mushhaf, ia akan tetap mendapatkan pahala selama ada orang yang membacanya.
4. Orang yang menggali mata air, ia akan tetap mendapatkan pahala selama ada orang yang bisa mengambil manfaat dari mata air itu.
5. Orang yang menanam suatu tanaman, ia akan tetap mendapatkan pahala selama ada orang atau burung yang mengambil buahnya.
6. Orang yang mengajarkan ilmu, ia akan tetap mendapatkan pahala selama ilmu itu diamalkan dan disebarluaskan dan
7. Orang yang meninggalkan anak, yang mana anaknya selalu memohon ampun dan mendoakannya setelah ia meninggal dunia. Apabila seseorang mempunyai anak yang shaleh, di mana ia mengajarkan Al-Quran dan ilmu yang bermanfaat kepada anaknya, maka ayahnya akan memperoleh pahala anaknya itu tanpa mengurangi sedikitpun pahala si anak.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda :
“Apabila seorang hamba itu meninggal dunia, maka terputuslah amal kebaikannya, kecuali tiga, yaitu : shadaqah jariyah, ilmu yang dapat diambil manfaatnya dan anak shaleh yang mendoakan kebaikan untuknya.”
Gelas Tumpah Sesuai dengan Isinya.
Begitupun dengan hati kita, jika hari demi hari diisi dengan pembicaraan agama , membicarakan kebesaran Allah Swt dan masa depan kampung akhirat, maka ketika meninggal dunia, Insya Allah hati kita akan mengeluarkan isinya: Allah…Allah…Allah…Laa ilaaha illallah, dan inilah akhir kehidupan yang didambakan semua orang Islam yaitu khusnul khatimah. Tapi apabila hari demi hari, hati kita diisi dengan pembicaraan dunia, digunakan untuk memikirkan dan hanya mengurus dunia, maka dapat ditebak ketika meninggal dunia, isi hati yang ia tumpahkan adalah tentang dunia (harta, pangkat, jabatan, anak-istri), naudzubillah ! Inilah akhir kehidupan orang-orang yang telah gagal dalam menjalani hidupnya di dunia, mati dalam keadaan su’ul khatimah !
Gaji Presiden
Diumpamakan dengan seorang Kepala Desa. Dia memikirkan kemajuan dan kesejahteraan desanya. Ia pun mendapatkan gaji tetapi gajinya itu tidak lebih tinggi dari seorang camat yang pikirnya lebih tinggi yaitu memikirkan kemajuan dan kesejahteraan manusia satu kecamatan. Tapi gaji seorang Camat jauh di bawah seorang Bupati karena pikirannya lebih tinggi dibandingkan Camat yang hanya memikirkan masyarakat satu kecamatan sementara Bupati memikirkan kemajuan dan kesejahteraan manusia satu kabupaten. Gaji seorang Bupati lebih kecil dari gaji seorang Gubernur. Gubernur memeras otaknya untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya satu provinsi jadi sangat wajar bila gajinya pun lebih tinggi dari bupati. Tetapi kepala desa, camat, bupati dan gubernur gajinya jauh di bawah seorang Presiden. Karena lingkup wilayah dan pikirannya untuk kemajuan dan kesejahteraan ratusan juta rakyatnya di satu negara maka tidak heran bila gaji seorang Presiden paling tinggi.
Tetapi gaji presiden masih kalah dengan seorang Da’I akhir jaman. Ia memikirkan keselamatan seluruh manusia di seluruh alam agar mengalami kesuksesan hidup, kejayaan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat. Sementara yang menggajinya adalah Allah Swt yang menghidupkan manusia, presiden, gubernur dan lain lain. Sudah tentu gaji dari Allah tidak bisa dibayangkan dan dibandingkan dengan harta benda dunia yang sementara, semu dan sedikit ini. Maka meletakkan pikir sebagaimana pikir Rasulullah saw yang diutus untuk ummat seluruh alam adalah sebuah keniscayaan. Dengan pikir yang paling tinggi yaitu “seluruh alam” tetapi kerja amalan “maqami” (musyawarah masjid, talim rumah, “jaula” keliling mengajak umat untuk taat kpd Allah) dan “intiqali” (Shalat Sunnat, zikir, membaca al Quran, ta’lim, menundukkan pandangan, shalat fardhu di masjid) yang maksimal, meningkat, istikhlas dan istiqamah maka Insya Allah seorang Da’I akan dipilih, digunakan dan dijadikan penyebab turunnya hidayah di seluruh permukaan bumi ini. Amin
Dakwah Wat Tabligh
Maksud dan tujuannya :
1. Untuk memperbaiki diri, agar kita dapat mempergunakan harta, diri, dan waktu sesuai dengan perintah Allah.
2. Untuk menghidupkan agama secara sempurna pada diri kita sendiri dan pada diri seluruh manusia di seluruh alam.
Keuntungannya :
Firman Allah Swt
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru manusia kepada Allah dan mengerjakan amal shaleh dan ia berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
(QS.Fushshikat,41:33)
Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk amal kebaikan, maka ia memperoleh pahala yang sama seperti orang yang mengikutinya (mengamalkan kebaikan itu) tanpa mengurangi pahala mereka yang mengikuti itu sedikitpun.”
(HR.Muslim, Ahmad dan Imam yang empat dari Abu Hurairah ra)
“Sesungguhnya sepagi sepetang keluar di jalan Allah lebih baik daripada mendapatkan dunia dan seluruh isinya…”
(HR.Bukhari dan Muslim dari Anas ra)
Cara mendapatkan hakikat dakwah dan tabligh.
1. Selalu mendakwahkan pentingnya dakwah dan tabligh.
2. Latihan dakwah dan tabligh dengan cara meluangkan waktu untuk keluar di jalan Allah sekurang-kurangnya 4 bulan seumur hidup, 40 hari setiap tahun, 3 hari setiap bulan, dan 2,5 jam setiap hari, untuk latihan mengajak dan menyampaikan kepada sesama muslim.
3. Berdo’a kepada Allah agar kita diberi hakikat dakwah dan tabligh serta diberi kekuatan untuk menjalankan dakwah dan tabligh.
Cuci Gudang
Cuci gudang pahala ini dilakukan karena usia dunia sudah sangat tua dan mendekati akhir. Tidak akan pernah diciptakan lagi generasi manusia setelah hari ini. Pun demikian kerja yang paling besar dan mulia (dakwah) telah di wariskan Nabi saw kepada ummat akhir zaman. Padahal jika kita melihat kondisi kita, sungguh sangat tidak pantas mengemban tugas nubuwwah ini. Yah..pahala telah di obral. Cuci gudang sedang berlangsung untuk zaman akhir ini. Hanya kita mesti pandai-pandai memilah barang mana yang benar-benar berkualitas dan barang mana yang “BS” atau bermutu rendah. Segalanya ada di cuci gudang akhir zaman ini. Jika kita pandai memilih keberuntungan terbesar yaitu jaminan kesuksesan masa depan kehidupan akhirat yang haqiqi dan selama-lamanya. Tapi jika kita memilih kehidupan dunia dan terbius olehnya maka bersiaplah menerima kualitas barang paling buruk yaitu adzab neraka yang pedih dan tak kenal henti. “Silahkan pilih.”
Belajar dari Air
Jika air menempati sebuah wadah atau apa saja, ia akan mengisinya sama rata, penuh keadilan. Dalam pergerakannya, air senantiasa mencari celah untuk menerobos, tidak pernah putus asa. Kekuatan air jika sengaja dibendung oleh manusia mampu menjadi sumber tenaga listrik, irigasi dan bermacam kegunaan lainnya. Falsafat air memang bergerak dan bergerak. Selama ia bergerak maka akan mendatangkan banyak manfaat. Selama bergerak dengan kekuatan jamaah maka ia menjelma menjadi satu kekuatan dahsyat sebagaimana air di bendungan atau topan badai di lautan ! sebaliknya jika air berhenti bergerak, diam stagnan maka menjadi penyebab datangnya penyakit. Jika ummat bergerak secara ijtima’I dalam dakwah ke seluruh alam maka Islam sebagai satu kekuatan hidup kembali akan diamalkan oleh kaum muslimin, menjadi kekuatan perubah bagi wajah dunia sehingga orang-orang kafir ketika berhadapan dengannya hanya mempunyai dua pilihan : “Diberikan Hidayah oleh Allah Swt untuk masuk Islam atau dihancurkan oleh-Nya.
Amalan Nurani
Amalan-amalan nurani itu ialah :
1. Dakwah dengan penuh keikhlasan untuk mendapatkan keimanan dan keyakinan. Dakwah adalah tugas para nabi a.s yang paling utama sekali, dan dakwah itu merupakan sumber kebaikan dan kebahagiaan bagi makhluk-makhluk Allah Swt.
2. Ibadah, terutama shalat – termasuk dzikir, tilawah al Quran, do’a, dan istigfar.
3. Ta’lim wa ta’allum (mempelajari ilmu dan mengajarkannya), termasuk ilmu yang menyatakan natijah (akibat) baik dan buruknya amal perbuatan manusia di alam akhirat.
4. Akhlak yang sempurna, yakni akhlak yang diajarkan oleh baginda Rasulullah saw yang kesimpulannya ialah supaya kita berkelakuan baik dan bermoral tinggi terhadap makhluk-makhluk Allah Swt dengan tujuan hanya untuk mendapatkan keridhaan-Nya.
Amalan-amalan di atas itulah yang disebut amalan-amalan nurani. Jika dikerjakan sebanyak-banyaknya secara istiqamah, niscaya akan menghasilkan nur, sehingga kehidupan akan berubah menjadi nurani. Oleh sebab itu anda sekalian hendaklah memperbanyak amalan-amalan tersebut.
Usaha Nubuwah
Mengapa kita memerlukan latihan ini ? Hewan bila di tarbiyah (dilatih / dididik) maka akan memberikan banyak manfaat kepada manusia, tetapi bila dibiarkan saja maka akan menjadi liar hingga mendatangkan banyak masalah dan kerugian bagi manusia. Seperti kerbau akan bermanfaat jika didik dalam menggarap sawah, jika kerbau tidak di didik maka kerbau ini akan menjadi liar yang merusak sawah petani. Begitu juga dengan kuda yang menjadi kendaraan, gajah yang buat angkutan, anjing yang untuk melacak, dan kera yang buat memetik buah, semuanya perlu pelatihan atau tarbiyah untuk bisa mendatangkan manfaat. Namun jika kuda, gajah, anjing dan kera tersebut tidak di latih, maka mereka dapat menjadi binatang perusak. Begitu juga dengan manusia apabila ditarbiyah atau dididik melalui napak tilas kehidupan dan perjuangan Nabi SAW dan Sahabatnya maka akan terbentuk pada diri mereka sifat-sifat kenabian dan qualitas para sahabat RA. Qualitas tersebut seperti keyakinan yang benar, akhlaq yang baik, ketaqwaan yang tinggi, dan kasih sayang terhadap ummat. Tetapi bila dibiarkan begitu saja tanpa latihan yang benar maka yang lahir adalah sifat-sifat yang liar seperti binatang perusak tadi. Sehingga mereka bisa menjadi manusia yang hina bahkan lebih hina dari binatang. Walaupun dia suka membaca buku agama yang banyak, jika tidak ada latihan / didikan yang benar tetap saja manusia ini mempunyai kecenderungan menjadi liar. Ini dikarenakan Sifat dan Keimanan ini akan datang melalui mujahaddah.
Mujahaddah itu adalah segala bentuk kesusahan, kesulitan, pengorbanan, yang dilewati demi agama bukan melalui bacaan. Seperti seorang petinju jika dia ingin menjadi petinju namun dia tidak melatih diri, hanya dengan membaca buku cara bertinju saja, maka ketika ada pertandingan ternyata hasilnya berbeda dari yang diharapkan. Di buku mungkin dia bisa tahu definisi hook dan cara bertinju lainnya namun karena tProxy-Connection: keep-alive
Cache-Control: max-age=0
ak ada latihan, ternyata sekali pukul sudah jatuh, langsung KO. Jadi untuk bisa jadi seorang petinju ini perlu ada latihan dan mujahaddah dalam berlatih agar bisa menjadi kebiaasaan. Sehingga nanti ketika datang pertandingan tinju dia sudah siap dan sudah terbiasa dengan keadaan yang akan dihadapinya. Begitu juga sholat, jika kita tidak ada latihan, mujahaddah membiasakan diri, pergi ke mesjid untuk sholat berjamaah tepat pada waktunya, walaupun kita banyak baca buku agama, kita akan terasa berat untuk ke mesjid. Seperti waktu subuh jika kita tidak ada latihan atau kurang latihan sholat subuh berjamaah di mesjid maka ketika adzan datang kita lansung KO, tidak bisa bangun dari tidur untuk pergi sholat. Ini karena kita belum terbiasa untuk datang ke mesjid untuk sholat berjamaah. Untuk menjadikan sholat ke mesjid menjadi kebiasaan kita, maka ini diperlukan latihan agar terbiasa. Jika kita sudah biasa melatih diri, bermujahaddah membiasakan diri sholat lima waktu ke mesjid maka Insya Allah, ke mesjid untuk sholat berjamaah pada waktunya bukan hal yang sulit seperti sebelumnya. Inilah pentingnya latihan dan mujahaddah dalam agama. Melalui Mujahaddah ini akan lahir pengalaman Iman yang akan membentuk sifat seseorang menjadi seperti sifat nabi-nabi AS dan para sahabat RA. Inilah yang diajarkan Nabi SAW kepada sahabat, bukan membaca buku tetapi melalui latihan, pengamalan, dan pengorbanan.
Konsep Usaha Nubuwah
Methode yang di ambil dalam sistem nubuwah ini adalah dengan mengunakan konsep pemanfaatan waktu untuk mengamalkan agama. Jadi yang ditekankan dalam kegiatan ini adalah pemanfaatan waktu. Hari ini banyak orang yang bilang bahwa dunia dan akherat harus seimbang. Jika benar berarti 50% dari 24 jam harus kita gunakan untuk agama yaitu 12 jam dan 50% lagi untuk dunia yaitu 12 jam. Jika tidur kita sudah 8 jam berarti waktu dunia kita cuman 4 jam. Hari ini siapa yang mampu melakukannya. Jika kita tidur 8 jam sehari berarti itu adalah 1/3 hidup kita sudah terpakai hanya untuk tidur. Jika kita berumur 60 tahun berarti 20 tahun dari umur kita sudah kita pakai hanya untuk tidur. Sekarang bagaimana kita mensiasati sisanya yang 40 tahun untuk mempersiapkan bekal di akherat tanpa harus melupakan dunia.
Mahfum Hadits, Nabi SAW bersabda :
“wahai sahabat-sahabatku jika Allah beri 10 perintah kepada kalian, lalu kalian melanggar 1 perintahnya, maka ini sudah bisa menjadi asbab kalian masuk ke dalam Neraka Allah. Namun nanti ada umatku sesudah kalian, Allah beri mereka 10 perintah namun 1 perintah saja mereka laksanakan sudah dapat menjadi asbab mereka masuk ke dalam SurgaNya Allah Ta’ala.”
(Al Hadits)
Sahabat dari 10 perintah Allah, satu saja mereka langgar maka sudah dapat menjadi asbab mereka masuk kedalam neraka. Namun, umat sesudah sahabat di akhir zaman ini kata Nabi SAW dalam mahfum hadits ini, satu perintah saja yang mereka laksanakan dari 10 perintah yang Allah kasih, sudah dapat menjadi asbab mereka masuk kedalam SurgaNya Allah Ta’ala. Atas dasar ini, yang di dapat dari hadits tersebut adalah 1 perintah dari 10 perintah berarti 1/10 nya. Bilangan ini digunakan sebagai tertib waktu untuk mempermudah kita mengamalkan agama secara sempurna melalui tahapan-tahapan. Tertib ini merupakan hasil dari Ijtihad para Ulama, sebagai cara atau methode untuk mempermudah manusia dalam beramal dan menjalankan usaha nubuwah atau usaha atas Iman. Atas perkara inilah Ulama membuat tertib atau tahapan untuk mempermudah manusia mewujudkan kesempurnaan agama dalam diri mereka dan diri umat seluruh alam.
Syekh Ibnu Atha’illah Rah.A berkata :
“Jika Allah cinta pada seorang hambanya maka Allah akan sibukkan dia setiap waktu dalam amal-amal Agama. Seluruh waktunya sibuk dengan perkara yang Allah cintai yaitu amal-amal Agama.”
Tahapan itu adalah dengan mensedekahkan waktu kita untuk agama :
1. Minimal memberikan 1/10 waktunya untuk agama dengan patokan umur ± 60 – 70 : 2.5 jam tiap hari, 3 hari tiap bulan, 40 hari tiap tahun, minimal 4 bulan seumur hidup. (Tertib Minimum = Tertib Sedekah : 1/10 penghasilan kita = 1/10 waktu kita ) Ijtihad Ulama
2. Memberikan 1/ 3 hidupnya untuk agama : 8 jam tiap hari, 10 hari tiap bulan, 4 bulan tiap tahunnya. ( Tertib Umar Al Faroukh RA. )
Umar RA pernah menanyakan pada istri-istri prajurit islam batas kesiapan mereka untuk ditinggal pergi oleh suaminya ketika fissabillillah yaitu 4 bulan. Sehingga Shift prajurit yang berperang diputar setiap 4 bulan.
3. Memberikan seluruh waktunya untuk Agama : Tidak ada Nishab lagi yang ada hanya kesiapan mengambil takaza kapan saja diperlukan. ( Tertib Abu Bakar R.A )
Dalam suatu riwayat ketika datang takaza menyumbangkan harta untuk Fissabillillah, saat itu, Utsman RA memberikan 1/3 hartanya untuk agama, Umar menyumbangkan 1/2 untuk agama, sedangkan Abu Bakar RA menyumbangkan seluruh harta dan waktunya untuk agama. Inilah menurut sebagian ulama level keimanan yang paling tinggi setelah kenabian yaitu tahapan shidiqqien.
Hari ini kehidupan kita sudah jauh daripada kehidupan yang dicontohkan oleh para sahabat RA, bukan dari keduniaannya, tetapi dari segi amal-amal agama yang mereka kerjakan. Ini disebabkan karena kehidupan kita dari segi pengorbanan untuk agama sudah sangat jauh tertinggal dari kehidupan sahabat yang penuh dengan pengorbanan untuk agama. Dan Latihan yang dilakukan sahabat juga sudah kita tinggalkan hari ini. Latihan seperti apa yang telah kita tinggalkan ? yaitu latihan melawan hawa nafsu, meninggalkan harta, anak, istri, perdagangan, demi agama. Dengan tahapan ini tujuannya adalah bagaimana kehidupan dan pengorbanan kita dapat ditingkatkan sehingga tidak tertinggal jauh daripada pengorbanan para sahabat RA. Asbab pengorbanan inilah Allah telah ridho pada mereka dan pertolongan Allah selalu bersama mereka dimanapun mereka berada. Melalui usaha nubuwah ini bagaimana pengorbanan dan kehidupan kita dapat mencapai tingkat pengorbanan dan tingkat derajat kehidupan para Sahabat RA. Ketika tahapan Iman sudah sampai kepada tingkatan keimanan para Sahabat RA, maka kefahamanpun akan Allah berikan pula kepada kita dan keluarga kita. Allah telah berikan kefahaman bukan hanya kepada para sahabat tetapi juga kepada anak, istri, dan keluarga mereka asbab pengorbanan mereka. Sebagaimana anak-anaknya Abu Bakar RA, Aisyah R.ha dan Asma R.ha, yang menghibur kakeknya yang marah kepada ayah mereka, karena pergi dijalan Allah tetapi tidak meninggalkan bekal untuk keluarganya. Apa yang dilakukan anak-anak Abu Bakar RA, yaitu Aisyah R.ha dan Asma R.ha, ketika itu ? yaitu mereka tidak mengadu pada kakeknya atau mengeluh mengenai sikap ayahnya tersebut, tetapi mereka justru memikirkan jalan keluar untuk ayah mereka agar kakek mereka tidak berprasangka buruk pada anaknya yaitu Abu Bakar RA. Ketika itu mereka menggiring tangan kakeknya ke lemari yang tergeletak disana batu batuan dengan mengatakan bahwa itu emas yang disentuh tangan kakeknya yang ditinggalkan ayahnya sebagai bekal untuk keluarga mereka. Ayah Abu Bakar RA yang buta itupun akhirnya merasa tenang setelah cucunya mengatakan demikian. Inilah kelebihan yang Allah berikan kepada keluarga yang mau mengorbankan seluruh waktu dan hartanya untuk agama yaitu rasa cukup dan kefahaman atas agama.
Nabi SAW di hina, di caci, di timpuki, menderita karena agama tetapi mengapa pertolongan Allah tidak turun kepada Nabi SAW ketika itu di mekkah. Padahal Nabi SAW adalah mahluk yang paling Allah cintai. Ini karena Allah hendak meletakkan standard pengorbanan bagi Umat ini terutama kepada para sahabat ketika itu. Ketika Nabi SAW bersedih atas cobaan yang dia hadapi dan kesusahan yang maha dahsyat, Allah menghibur beliau SAW dengan kisah-kisah perjuangan, pengorbanan, dan kesusahan Nabi-Nabi dan Ummat-ummat terdahulu dalam membawa agama. Ketika pengorbanan dan keimanan sampai kepada level yang Allah mau, maka ketika itu baru Nusroh Ghaibiyah ( Pertolongan Allah ) akan nampak, seperti yang terjadi pada perang Badr. Allah kirimkan tentara malaikat di perang Badr sehingga pasukan sahabat yang jumlahnya 300 orang tanpa perlengkapan perang yang lengkap mampu mengalahkan musuh yang jumlahnya 3 kali lipat yaitu ± 1000 orang dengan persenjataan yang lengkap. Maiyatullah (Kebersamaan dengan Allah) akan bersama orang-orang yang siap bermujahaddah membantu agama Allah. Bagaimana kita mendzohirkan Qudratullah dalam kehidupan kita ? Masyaikh berkata caranya adalah dengan menafikan ( menolak ) logika dan penglihatan kita, dan membenarkan perintah Allah dalam segala keadaan. Kita jangan terkesan dengan keadaan-keadaan, jangan terkesan dengan apa yang kita miliki dan apa yang tidak kita miliki atau, tetapi kesankan diri kita hanya pada Janji Allah dan hanya membenarkan perintahNya dalam segala keadaan. Baru ketika itu pertolongan Allah akan nampak. Terus tingkatkan pengorbanan, karena pertolongan Allah akan datang jika pengorbanan kita untuk agama bertambah.
Syeikh Meiji Mehrab Rah.A dari India berkata :
“Iman akan naik jika ada usaha atas Iman, Iman akan turun jika usaha atas Iman menurun, Iman akan istiqomah jika usaha atas Iman juga Istiqomah.”
Kini kebendaan naik dan meningkat karena adanya usaha atas kebendaan yang terus meningkat. Jika Iman manusia ini tidak di usahakan maka demand atau permintaan atau keinginan manusia atas hidayah atau Iman akan berkurang. Tetapi jika ada usaha atas Iman maka deman atau permintaan atau keinginan manusia akan hidayah akan bertambah.
Maulana Saad, Masyeikh India, berkata Iman manusia ada tiga tingkatan :
1. Iman Kuat :
Dia Tau, Dia Taat, dan Dia Ridha pada seluruh Perintah Allah.
2. Iman Lemah :
Dia Tau Perintah Allah tetapi tidak ada usaha atas Ketaatan
3. Iman Keluar :
Dia Tau Perintah Allah tetapi dia menghindar demi kepentingan dunia
Mudzakaroh Pengorbanan Nabi SAW dan Sahabat RA
Hubungan kita dengan Allah Ta’ala hanya dapat dilakukan dalam Agama. Agama adalah hal-hal yang di inginkan Allah Ta’ala pada diri manusia dalam setiap waktu, tempat, dan keadaan. Dengan Dakwah maka kita dapat mewujudkan Agama dalam diri kita. Target dari dakwah adalah membuat sifat dan membentuk Iman dalam diri kita. Sebagaimana sahabat mendapat sifat dan Iman melalui dakwah yang penuh pengorbanan, sehingga Iman dan sifat Mereka terbentuk sesuai dengan yang Allah Ta’ala inginkan. 13 tahun sahabat berdakwah atas perkara Iman saja, sebelum syariat diturunkan. Pengorbanan yang mereka lakukan membuat Iman mereka menjadi kuat. Sehingga setiap perintah yang turun dapat dengan mudah dilaksanakan oleh sahabat.
Para sahabat disiksa hanya untuk mempertahankan Iman. Bilal RA dipanggang dan ditiban batu yang melebihi bobot badannya ditengah terik panas matahari namun Imannya tidak goyang. Kabab RA dipanggang punggungnya di atas bara namun Imannya tidak goyah. Ammar RA disiksa dengan ayah ibunya dipasir yang panas sehingga orang tuanya Syahid. Namun demi yang namanya Iman mereka bersabar atas penderitaan. Inilah kesabaran para Sahabat dalam memperjuangkan Agama.
Begitu pula penderitaan yang dialami Nabi SAW semenjak kecil. Ketika lahir ayahnya telah tiada. Rasulullah SAW hanya merasakan kasih sayang seorang ibu dalam 2 bulan saja. Baru merasakan sedikit kebahagiaan dengan kakeknya, Rasulullah SAW harus bersabar melihat kakeknya meninggal hanya dalam waktu kurang dari setahiun. Tarbiyah demi tarbiyah Allah berikan kepada Nabi SAW supaya siap menerima tanggung jawab kenabian. Tarbiyah yang Allah berikan kepada Nabi SAW ini telah membentuk sifat dalam diri Nabi SAW.
Setelah ayat pertama turun yaitu ayat Iqro : “Bacalah”, Nabi SAW dituntut untuk membaca keadaan ummat. Namun karena takutnya menerima wahyu pertama kali, untuk beberapa saat Nabi berusaha menenangkan diri. Lalu turunlah perintah “Ya hayyuhal Mudatsir Kum Fa Anzir Farabbaka Fakabbir.” Artinya : “Wahai orang yang berselimut bangunlah dan besarkanlah nama tuhanmu.” Inilah awal dari perintah Allah SWT kepada Nabi SAW untuk memulai dakwah. Jadi kita berdakwah bukan karena nafsu kita tetapi ini karena perintah Allah sebagaimana yang Allah perintahkan kepada Nabi SAW. Setelah turun ayat ini, Nabi SAW berkata kepada istrinya, “Mulai hari ini tidak ada waktu untuk istirahat lagi.” Semenjak itu Nabi SAW tidak pernah berhenti dari kerja dakwah. Pergi pagi baju bersih pulang petang baju sudah kotor. Pernah suatu hari Nabi SAW asbab keletihan dari menyampaikan agama pada orang, beliau hendak beristirahat sebentar. Namun belum sempat tertidur turunlah ayat : “Ya Ayyuhal Muzammil Kumillaila illa qollila…” Ketika itu Nabi SAW diperintahkan untuk bangun malam menghadap Allah, mendirikan ibadah malam, sehingga hilanglah waktu untuk istirahat beliau SAW. Inilah kerja Nabi SAW yang tidak mengenal waktu dan lelah. Cobaan dan kepayahan dilewati oleh Nabi SAW, sampai-sampai Nabi SAW berkata mahfum : “Tidak ada satu manusiapun yang penderitaannya melebihi aku”. Pernah Nabi SAW membawa Siti Fatimah ke Masjidil Haram, ketika dalam keadaan sujud Nabi SAW badannya di lempari kotoran onta oleh orang kafir Quraish, sehingga membuat Siti Fatimah yang masih kecil menangis melihat keadaan ayahnya. Melihat kotoran yang menempel pada badan ayahnya, Siti Fatimah sambil menangis berusaha membersihkan kotoran onta tersebut dari ayahnya. Ketika beliau berdakwah, orang-orang yang memberikan beliau gelar Al-Amin, berbalik menghina beliau dengan panggilan Al Majnun ( orang gila ). Kehidupan beliau diboikot sehingga beliau berhari-hari dengan istrinya tidak makan apapun selain biji korma dan air putih. Selama 3 bulan dapur nabi SAW tidak mengeluarkan asap, tidak ada masakan atau makanan.
Belum lagi ketika beliau ke Thaif dengan penuh harapan penduduk Thaif mau memeluk Islam, ternyata yang diterimanya adalah siksaan. Rasululllah SAW dihina dan dilemparkan batu, sampai keluar kotapun masih dihajar. Darah segar Rasullullah SAW mengalir dari kepala beliau SAW banyak sekali. Disinilah Rasulullah SAW berdoa yang doanya menggetarkan hati seluruh penduduk langit. Ketika itu seluruh penduduk langit murka dan Allah Ta’ala telah memerintahkan malaikat untuk siap menerima perintah apapun dari Nabi SAW jika Nabi SAW berkeinginan menghancurkan Thaif. Tetapi apa yang dikatakan Nabi SAW menjawab kesediaan para malaikat tersebut yaitu Nabi SAW berdoa yang bunyinya : “Ya Allah bukan ini yang aku mau, aku berdoa karena kelemahanku dalam berdakwah, karena ketidak mampuanku dalam menyampaikan “. Lalu Nabi SAW malah mendoakan kebaikan untuk para penduduk Thaif agar suatu saat nanti mereka mau memeluk Islam. Inilah yang dilakukan Nabi SAW yaitu membalas keburukan dengan kebaikan. Inilah kesabaran Rasullullah SAW dalam menghadapi cobaan. Ketika semua malaikat telah siap untuk menghancurkan Thaif yang telah menyiksa beliau, tetapi beliau malah mendoakan kebaikan buat mereka yang telah menyiksa beliau SAW. Namun cobaan dan ujian kepada Nabi SAW tidak hanya berhenti sampa di Thaif saja, masih banyak lagi cobaan dan penderitaan yang harus dilewati Nabi SAW. Di saat penting-pentingnya Dakwah Rasulullah SAW di Mekkah berturut-turut Rasulullah SAW harus kehilangan 2 orang yang dicintai dan mendukungnya dalam berdakwah yaitu istrinya, Khadijah R.ha, yang selalu menghiburnya ketika sedih dan pamannya Abu Thalib yang selalu membelanya dari siksaan orang kafir Quraisy. Cobaan demi cobaan, kesusahan demi kesusahan, terus di alami Nabi SAW hingga akhir hayatnya. Menjelang ajalnya Nabi SAW barulah bisa berkata, “Tidak akan ada lagi kesusahan setelah hari ini.”
Sahabat RA ini mencintai Nabi SAW melebihi cinta mereka pada keluarganya, pada orang tuanya, bahkan melebihi kecintaan mereka pada dirinya sendiri. Sahabat untuk bersabar ketika harus meninggalkan anak, istri dan mendapat berbagai macam siksaan, ini mudah saja bagi mereka. Tetapi Tidaklah mudah bagi sahabat menahan kesabaran ketika mereka melihat Rasulullah SAW dihina dan disiksa. Ini karena mereka. sahabat dahulu adalah seorang yang pemberani dan pendekar-pendekar perang. Ketika Hamzah RA mendengar Rasulullah SAW ditimpuki kotoran oleh Abu Jahal, beliau RA langsung menyampiri Abu Jahal dan memukulnya hingga jatuh dan berdarah, didepan para petinggi quraisy pada waktu itu. Padahal waktu itu Rasulullah SAW tidak pernah menyuruh mereka mambalas atau menyatakan perang kepada orang kafir Quraish atas perlakuan mereka. Justru beliau malah menyuruh mereka, para sahabat RA, untuk bersabar atas orang kafir quraisy. Para sahabat rela bersabar diatas segala penderitaan demi Agama Allah. Mereka disiksa, keluarga mereka dibunuh, dihina dan dicaci maki, tetapi apa yang nabi anjurkan kepada mereka, yaitu bersabar, bukan membalas dengan nafsu dan dendam.
Allah Ta’ala menguji kesabaran para sahabat ketika susah dan sempit yaitu ketika di Mekkah, dan Allah Ta’ala menguji mereka ketika senang dan lapang ketika di Madinah. Ketika perjanjian Hudaiybiyah, para sahabat RA ditest kehormatannya oleh Allah Ta’ala. Sejauh mana mereka siap mengorbankan kehormatan mereka untuk Agama. Ketika perjanjian Hudaibiyah, saat itu para sahabat RA sudah dalam posisi siap tempur, dan keuntungan keadaan berpihak pada sahabat RA ketika itu. Namun apa yang terjadi disaat sahabat sudah merasa ini waktunya bagi mereka untuk membalas semua kekejaman kaum Quraish kepada mereka dan keluarga mereka. Justru keadaan yang menguntungkan itu ditolak mentah-mentah oleh Rasulullah SAW. Bahkan Rasullullah SAW menerima tawaran kafir quraisy yang tidak seimbang dan merugikan posisi mereka pada waktu itu. Secara logika apa yang diputuskan oleh Nabi SAW tidak dapat diterima oleh akal dan nalar para sahabat RA ketika itu. Hal ni membuat harga diri para sahabat ketika itu tercabik-cabik. Namun karena ini sudah menjadi keputusan Rasulullah SAW, maka mereka harus taat. Inilah kesabaran sahabat ketika mereka telah telah diujung kesabaran mereka untuk menggempur kafir quraisy, mereka masih tetap taat kepada Nabi SAW. Tetapi kejadian ini diabadikan oleh Allah Ta’ala dalam Al-Quran sebagai kemenangan umat Islam, walaupun para sahabat mengalami kekecewaan.
Bagaimana diceritakan ketika penaklukan kota Mekkah, orang kafir quraisy ketakutan melihat kekuatan umat Islam ketika itu. Abu Sofyan, Jendral orang quraisy yang ikut diberbagai pertempuran melawan umat Islam, Hindun yang memakan hati paman Nabi, semua orang yang pernah menyiksa sahabat orang yang sama ketika itu sangat ketakutan. Namun apa yang terjadi, ketika Nabi berbicara di depan ka’bah kepada orang kafir Quraish, ”Tahukah kalian apa yang akan aku lakukan kepada kalian?” mereka menjawab dengan ketakutan, “tidak ya Rasulullah” Rasulullah SAW bersabda, “Aku akan membebaskan kalian sebagaimana saudaraku Yusuf AS membebaskan saudara-saudaranya.” Inilah yang dilakukan Rasulullah SAW kepada orang yang sama yang telah menyiksa beliau SAW dan para sahabatnya.
Inilah kesabaran yang harus dipunyai seorang beriman. Sedangkan hari ini kita sudah merasa kehilangan kesabaran terhadap saudara sendiri, keluarga sendiri, teman sendiri, terhadap lingkungan sendiri. Bagaimana kita bisa menjadi seperti mereka, Nabi dan para Sahabat RA, jika kita tidak mempunyai kesabaran seperti yang mereka miliki. Para sahabat juga dihina ketika sedang berdakwah, tetapi mereka bisa bersabar diri. Keadaan kita dibandingkan para sahabat sangatlah jauh berbeda. Karena pengorbanan yang mereka lakukan dalam berdakwah berbeda dengan kita, sehingga tingkat kesabaran yang kita punya juga berbeda dengan mereka. Asbab kesabaran dan pengorbanan mereka, hidayah tersebar. Masalah sahabat dibandingkan dengan masalah yang kita hadapi sangatlah tidak sebanding, karena kita tidak melalui penyiksaan-penyiksaan, pembunuhan massal terhadap orang yang kita cintai, ditimpuki, dan lain-lain. Untuk itu penting kita keluar di jalan Allah untuk melatih diri kita agar bisa mendapatkan sifat para sahabat. Dengan tarbiyat yang kita dapati ketika berdakwah, ini dapat membentuk sifat-sifat mulia dalam diri kita. Inilah yang dilakukan para Anbiya AS dan para sahabat dalam menjalankan usaha atas agama, “The Efforts of Deen”, atau Dakwah. Mereka harus melakukan total pengorbanan sebagai bukti kecintaan mereka kepada Allah Ta’ala dan Nabi SAW.
Mudzakaroh Pengorbanan Ibrahim AS dan keluarganya
Ibrahim AS baru bisa mempunyai anak ketika beliau berumur 98 tahun. Ketika itu beliau diuji 2 kali oleh Allah Ta’ala. Pertama ketika beliau harus meninggalkan anak yang baru ia punya dan yang ia dambakan, dan istrinya dipadang pasir. Disini terlihat bahwa Allah hendak menguji Ibrahim AS dengan perintahNya, agar Ibrahim AS ini hatinya senantiasa terpaut pada Allah. Hari ini seseorang yang pulang kerja saja tidak sabar buru-buru pulang ingin bertemu dengan anak dan istrinya, tetapi lihat Ibrahim AS malah diperintahkan untuk meninggalkan anak dan istrinya. Dengan penuh kesedihan dan kesabaran dalam menjalankan perintahNya, Ibrahim AS tinggalkan anak dan istrinya di padang pasir. Demi menjalankan perintah Allah, keluargapun Ibrahim AS rela mengorbankannya. Ibrahim AS di test kesabaran dan keyakinannya oleh Allah untuk meninggalkan anak dan istrinya di padang pasir.
Setelah Siti Hajar mengetahui bahwa itu adalah perintah Allah maka dia pun Ridho di tinggal Ibrahim AS ditengah padang pasir. Inilah keyakinan siti hajar dan ketaatannya terhadap perintah Allah. Hari ini orang jika melihat suami meninggalkan anak dan istri untuk mendekatkan diri kepada Allah, orang-orang sudah mencapnya sebagai orang yang tidak bertanggung jawab. Jika suami pergi untuk mencari keduniaan di anggap sebagai orang yang penuh tanggung jawab. Inilah kesalah fahaman kita hari ini, dikira kita yang menghidupkan keluarga kita. Orang yang mau berkorban untuk agama di jelekkan dan orang yang buat usaha atas dunia di muliakan.
Allah telah buktikan bahwa Allah tidak perlu Ibrahim AS, Uang, atau Mahluk apapun dalam memelihara Siti Hajar dan Ismail AS dipadang pasir yang tandus. Allahlah yang memelihara segala-galanya, mahluk tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat tanpa seizin Allah. Asbab keyakinan dan ketaatan Ibrahim AS dan keluarganya yaitu Siti Hajar dan Ismail AS, Allah telah buat Mekkah daerah yang tandus dan tidak ada manusia yang mau datang menjadi daerah yang berkah keluar air zam zam dan ramai pengunjung. Setelah beberapa lama tidak bertemu, Ibrahim AS Allah izinkan untuk bertemu dengan siti hajar dan Ismail AS, dengan syarat tidak boleh turun dari kudanya dan tidak boleh berbicara. Setelah itu Ibrahim AS harus balik lagi ke Palestina tempat dia harus berdakwah. Hari jika kita diposisi nabi Ibrahim AS, sudah lama di jalan Allah rindu pada keluarga, sekalinya bertemu tidak boleh turun dari kuda, tidak boleh memeluknya, dan tidak boleh berbicara. Inilah kesabaran seorang Nabi dan seorang Da’inya Allah. Setelah lolos dari ujian ini baru Allah izinkan Ibrahim AS berkumpul dengan Siti Hajar dan Ismail AS.
Ujian kedua, ketika Ibrahim AS lagi senang-senangnya bermain bersama Ismail AS, turun perintah untuk menyembelih Ismail AS. Inilah pengorbanan Nabi Ibrahim AS dalam membuktikan kecintaannya terhadap Allah Ta’ala, bahwa tidak ada yang lebih besar dari Allah di hatinya. Ini adalah ujian dari Allah untuk membuktikan bahwa hati Ibrahim AS tidak mendua kepada Allah dan kepada selain Allah walaupun itu keluarga. Ketaatan kepada Allah Ta’ala bagi Ibrahim AS lebih berharga dibanding keluarganya. Inilah kesiapan dan kesabaran seorang Nabi dan seorang da’i dalam menjalankan perintah Allah.
Begitupula kepada siti hajar dan Ismail AS ketika mendapatkan perintah ini. Nabi Ibrahim dan Ismail AS digoda setan dengan perkataan, “Wahai Ibrahim ini adalah anakmu bagaimana kamu bisa membunuh darah dagingmu sendiri, apakah kamu tega.” Mendengar godaan dari setan ini maka Ismail AS mengusir setan itu dengan melemparkan batu. Lalu Ismail AS berkata kepada ayahnya, ”wahai ayah jika ini perintah Allah jalankanlah, saya ikhlas menerimanya.” Begitu juga Siti Hajar yang di goda oleh setan yang mengatakan bahwa saat ini Ibrahim AS akan membunuh anaknya. Siti Hajar terperanjat kaget saekan-akan tidak percaya. Lalu Siti Hajar bertanya, “Apakah ini adalah perintah dari Allah ?” si setan menjawab,”benar.” Mendengar ini siti hajar menimpuk setan itu dengan batu dan berkata, “Kalau begitu kamu ini setan, masa Ibrahim AS harus melanggar perintah tuhannya.” Inilah keyakinan dan kesabaran keluarganya seorang Nabi dan Da’inya Allah dalam menjalankan perintah Allah. Ini berlaku bagi siapa saja yang siap berkorban di jalan Allah maka nanti Allah akan buat keluarganya mempunyai keyakinan dan ketaatan seperti keluarganya Ibrahim AS.
Keadaan ini tidak hanya Allah berikan kepada Nabi Ibrahim AS tetapi juga kepada para sahabat RA seperti Abu Bakar RA. Asbab pengorbanan Abu Bakar RA, anak-anaknyapun mempunyai keyakinan yang sama seperti ayahnya. Suatu ketika Abu Bakar hendak keluar di jalan Allah, ia telah korbankan seluruh hartanya untuk digunakan di jalan Allah. Lalu Nabi SAW bertanya apa yang telah kamu tinggalkan untuk rumahmu, dia menjawab, “Saya tinggalkan Allah dan RasulNya.” Ketika ayah Abu Bakar RA yang buta dan masih dalam keadaan Kafir berkunjung kerumahnya Abu Bakar, dia berkata dengan nada marah kepada cucunya, “Pasti Abu Bakar telah meninggalkan kalian pergi tanpa meninggalkan apapun.” Lalu Siti Aisyah R.ha beserta adiknya Asma R.ha membimbing kakeknya ke arah meja dan berkata, “Tidak kakek, ayah telah meninggalkan kita batu emas ini.” Seraya membimbing tangan kakeknya ke meja memegang batu yang dikira emas oleh kakekanya. Inilah keyakinan yang ditanamkan Allah kedalam anaknya Abu Bakar RA, sehingga mereka rela ditinggalkan oleh ayahnya tanpa ditinggali apapun.
Nusrottulloh, pertolongan Allah Ta’ala, akan datang kepada orang yang melakukan total pengorbanan dan mempunyai kecintaan terhadap agama seperti sahabat RA. Suatu ketika anak laki-laki Abu Bakar berkata kepada ayahnya, “wahai Ayah, ketika perang Badr, saya mempunyai kesempatan 3 kali untuk membunuhmu, tetapi setiap saya hendak melakukannya, rasa cintaku kepadamu menghalangiku untuk melakukannya “. Lalu Abu Bakar menjawab, ”wahai anakku, jika saat itu aku mendapatkan kesempatan untuk memenggal kepalamu, pasti aku akan melakukannya tanpa ragu-ragu karena aku lebih mencintai Allah Ta’ala dan RasulNya daripada kamu.”
Inilah cinta sahabat RA terhadap Allah Ta’ala, dan inilah kecintaan yang Allah Ta’ala mau, tidak mendua kepada yang lain. Seorang sahabat ditanya oleh Rasulullah. ”Apakah yang akan engkau lakukan jika engkau malihat istri engkau berduaan dengan lelaki lain dalam kamarmu.” Sahabat menjawab, “Akan saya penggal leher lelaki itu.” Lalu Rasulullah SAW bersabda mahfumnya, ”Saya lebih pencemburu dari kamu, dan Allah lebih pencemburu dari saya. Begitu pula cemburunya Allah Ta’ala terhadap hambanya jika dapatiNya dalam hati hambanya kebesaran mahkluk selain kebesaran Allah Ta’ala”
Ada seorang sahabat yang tidak bisa tidur sebelum melihat wajah Nabi SAW karena sangking cintanya kepada Nabi SAW. Seorang sahabat berkata, “Sebelum aku memeluk Islam tidak ada seorangpun yang kubenci melebihi Muhammad SAW, tetapi setelah aku memeluk Islam tidak ada satu manusiapun yang lebih aku cintai daripada Nabi SAW”. Sahabat sangking cintanya kepada nabi SAW rela mengorbankan anak, istri, pekerjaan, jabatan, harta, dan harga diri. Tetapi jika takaza agama dibentangkan maka mereka rela meninggalkan Nabi SAW demi agama. Sebagaimana perpisahan Nabi SAW dengan Muadz yang akan pergi berdakwah ke Yaman. Nabi SAW berkata kepadanya bahwa ini adalah pertemuan mereka yang terakhir, namun Muadz RA dengan hati yang hancur dan kesedihan yang luar biasa karena harus berpisah dengan orang yang paling dicintainya tetap melanjutkan perjalanan demi kepentingan agama.
Para sahabat ketika takaza jihad dibentangkan maka mereka langsung meninggalkan segala yang mereka cintai seperti istri yang baru dinikahi pada malam pertama, kebun korma yang siap dipanen, seluruh harta bendanya untuk agama. Bahkan keluarga merekapun diberi semangat oleh anggota keluarga mereka sendiri untuk berjihad di jalan Allah. Namun karena lemahnya iman kita maka kita belum mampu melakukan pengorbanan seperti mereka. Kesalah fahaman yang terjadi saat ini adalah kita menyangka bahwa diri dan harta kita adalah milik kita. Padahal semua yang kita miliki dan yang kita lihat ini adalah milik Allah Ta’ala. Untuk membenarkan kesalah fahaman ini maka kita harus keluar dijalan Allah Ta’ala belajar berkorban seperti para Nabi AS dan para sahabat RA.
Bagaimana cara memperbaiki Ummat dan menyelesaikan masalah Ummat ?
Satu-satunya cara terbaik memperbaiki ummat yaitu dengan cara mengenalkan agama kepada mereka dan memperbaiki keimanan mereka. Hanya dengan keimanan yang benar kepada Allah dan pengamalan agama yang sempurna maka kehidupan manusia akan terperbaiki. Namun Agama tidak mungkin bisa diamalkan secara sempurna tanpa keimanan yang benar. Dan untuk memperbaiki keimanan ini yang sifatnya Ghaib hanya bisa menggunakan methode Rasullullah SAW yang caranya langsung diajarkan oleh Allah Ta’ala.
Imam Malik Rah.A berkata :
“Tidak ada cara yang terbaik dalam memperbaiki Ummat saat ini selain cara yang digunakan Rasullullah SAW pada kurun waktu awal Islam”
Bagaimana Nabi SAW memperbaiki umat yaitu dengan cara berdakwah, mengenalkan agama kepada manusia. Hanya dengan adanya dakwah, umat dapat mengenal siapa Allah dan manfaat daripada agamanya. Asbab adanya kerja dakwah ini maka Madinah yang tadinya kota penuh kemaksiatan menjadi kota pusat peradaban Islam. Sehingga Madinah mendapatkan gelar Al Munawarah, tempat terpancarnya cahaya. Lalu bagaimana caranya agar kita bisa menciptakan kehidupan seperti di madinah, atau bangsa yang Madani ( Bangsa Madinah ) yang kita idam-idamkan. Cara pertama adalah dengan mengirimkan rombongan dan menerima rombongan seperti yang dilakukan Nabi SAW di mesjid Nabawi. Ini perlu dilakukan agar ummat bisa mendapat tarbiyah yang sama seperti sahabat ketika pergi di jalan Allah dan belajar kepada Nabi SAW di Mesjid Nabawi. Apa targetnya ketika kita keluar di jalan Allah :
I. Target Kedalam :
1. Bagaimana dalam diri kita dapat terbentuk Sifat dan Qualitas Sahabat
2. Bagaimana Amal Agama ini dapat sempurna kita kerjakan
3. Bagaimana Fikir, Risau, Maksud Hidup Nabi SAW menjadi bagian dari kita juga.
4. Tazkiyatun Nafs, Tazkiyatun Amal, Tazkiyatun Iman.
II. Target Keluar :
1. Membentuk Syukbah ( Persahabatan dan Pertemanan Ukhwah Islamiyah )
2. Membentuk Biyah ( Suasana Amal / Maqomi : Dakwah, Taklim, Dzikir, Khidmat )
3. Mengeluarkan Rombongan Fissabillillah ( Menyiapkan Ummat terlibat dalam Dakwah )
Jika kerja dakwah ini dikerjakan dengan maksimal, maka hasil dari kerja dakwah ini adalah :
Dakwah ↑ - Iman ↑ - Amal ↑ - Ilmu ↑ - Akhlaq ↑ - Maksiat ↓ - Ukhwah ↑ - Perpecahan ↓ :
Ketika Agama akan wujud, keberkahan akan turun dari langit dan dari bumi, ekonomi akan membaik, orang akan lebih memilih hidup sederhana, sehingga harga barang akan turun, import akan berkurang, mata uang akan menguat, harga akan stabil, inflasi dapat ditekan. Ketika ini kondisi umat akan membaik, yang bathil akan lenyap, keamanan dan ketentraman akan wujud, kebaikan akan meningkat, doa akan di dengar, pertolongan Allah akan turun, dan kejayaan umat islam akan kembali.
Dakwah ↓ - Iman ↓ - Amal ↓ - Ilmu ↓ - Akhlaq ↓ - Maksiat ↑ - Ukhwah ↓ - Perpecahan ↑ :
Ketika ini Agama akan hancur, keberkahan akan Allah cabut, kondisi umat akan memburuk, orang banyak maunya, permintaan akan barang meningkat, sehingga harga-harga akan naik, ekonomi akan berantakan, gap antara yang kaya dan yang miskin akan sangat mencolok, korupsi dimana-mana, kejahatan merajalela, kerusakan dimana-mana. Kita akan lihat orang akan berbondong-bondong keluar dari islam, maksiat akan tersebar, yang bathil akan masuk, manusia mulai merusak, keamanan dan ketentraman akan hilang, doa tidak akan didengar, pertolongan Allah tidak akan datang, yang turun adalah adzab dari Allah, dan islam akan dihinakan dimana-mana. Ketika ini maka Allah akan datangkan berbagai macam bencana dan musibah kepada ummat manusia.
Jika Dakwah yang Haq ditegakkan maka kebaikan-kebaikan akan datang dan Maksiat akan lenyap. Tetapi jika Dakwah yang Haq tidak ditegakkan, maka Dakwah yang Bathil akan masuk dan Maksiat akan merajalela. Apa itu Dakwah yang bathil yaitu segala bentuk usaha yang mengajak manusia untuk bermaksiat kepada Allah dari iklan TV, cara berniaga, tempat-tempat hiburan, perjudian, fashion show, club-club malam untuk bermabuk-mabukan dan perzinaan. Hari ini mengapa kejahatan gampang tersebar, bahkan semakin hari semakin canggih kejahatannya. Kejahatan makin maju padahal tidak ada sekolahnya untuk ilmu dan sistem kejahatan. Ini karena tidak perlu sekolah untuk jadi orang jahat, cukup berkumpul dan bertemu dengan pencuri maka kita akan mendapatkan keahlian mencurinya, begitu juga dengan pemabuk, penjudi, dan lain-lain. Padahal kalau kita perhatikan sekolah umum yang mengajarkan ilmu agama banyak, sarjana agama banyak, pesantren dan madrasah pendidikan agama ada dimana-mana, tetapi mengapa kini yang namanya kebaikan tidak tersebar ? Jawabannya adalah ini dikarenakan para Ahlul Kebaikan tidak menyebar, atau tidak adanya pergerakan orang-orang baik yang menyebarkan kebaikan. Sedangkan hari in yang bergerak adalah kejahatan dan para ahlul maksiat. Mereka bergerak, menyebar ke mana-mana, dan ketika bertemu saling mengajarkan sehingga tercipta suasana kejahatan diantara mereka. Jadi asbab adanya pertemuan dan pergerakan bisa membuat kejahatan makin tersebar dan semakin maju. Cukup dengan pergerakan saja, tidak perlu ada promosi dengan kata-kata, maka sesuatu itu dapat mudah tersebar. Seperti cara berpakaian group musik rock yang terkenal misalnya. Mereka para the rocker ini tidak banyak bicara, tetapi hanya bergerak bertemu orang, tau-tau yang lain sudah mengikuti gaya dan penampilan mereka. Begitu juga dengan kebaikan, mengapa kebaikan tidak tersebar, ini karena para ahli kebaikan, para ahli agama tidak bergerak. Mereka hanya duduk-duduk saja di tempatnya. Maka jika keadaannya seperti ini, bisa dipastikan kebaikan tidak akan tersebar dan tidak akan meningkat. Mungkin akan datang suatu masa dimana kebaikan akan hilang dan kebathilan akan tersebar dimana-mana jika para ahlul agama dan ahlul kebaikan tidak mau bergerak menyebarkan yang haq. Dengan keluar di jalan Allah menyebar ke permukaan bumi memberi contoh yang baik dan mengajak orang kepada Allah maka kita sudah menyebarkan kebaikan dan menegakkan yang Haq.
Jadi untuk dapat menyelesaikan masalah ummat itu mudah saja, tidak usah banyak teori, cukup dalam sunnah saja, kehidupan sahabat sudah dapat menyelesaikan masalah semuanya. Caranya yaitu ummat islam kembali pada kerja dakwah ini dan keluar di jalan Allah, berganti-ganti atau bergiliran. Nanti Allah Ta’ala akan selesaikan semua masalah. Ummat islam dan amal islam akan menjadi kuat. Ummat islam ini di ibaratkan oleh ulama adalah seperti air. Air ini jika ia mengalir atau bergerak maka air ini adalah suci dan mensucikan. Jika aliran sungai ini melewati kotoran-kotoran dipinggiran sungai, maka pinggiran sungaipun akan terbersihkan dari kotoran. Tetapi jika air ini tidak bergerak seperti air yang ada dikubangan, maka air yang seperti ini akan membawa banyak masalah, seperti menjadi tempat najis, banyak kotoran, sarang penyakit, tidak bersih, tidak sehat, dan tidak bisa mensucikan. Semua kotoran menumpuk di air kubangan, atau di air yang tidak bergerak, berbeda dengan air yang bergerak atau mengalir. Jadi kalau ummat islam ini tidak bergerak, maka masalah akan banyak timbul dan ummat akan menjadi sarang kotoran sebagaimana air yang tidak bergerak yaitu menjadi air yang membawa masalah. Selama Ummat Islam dalam keadaan bergerak, berdakwah fissabillillah, maka Allah akan selesaikan semua masalah. Allah akan tolong ummat ini dan Allah akan ciutkan hati orang kafir terhadap ummat islam. Dan Allah akan bersihkan kotoran-kotoran yang ada dalam hati ummat islam. Atas perkara inilah kita perlu membawa ummat ini untuk bergerak, pergi dijalan Allah untuk berdakwah. Inilah pergerakan memperbaiki ummat dalam Dakwah dan Tabligh, yaitu dengan mengirimkan rombongan dakwah pergi bergerak dijalan Allah dan memakmurkan mesjid Allah dengan amal-amal agama.
Dakwah membentuk Syukbah ( Persahabatan ) dan Biyah ( Suasana Amal )
Nabi SAW menyatukan ummat ini dengan kerja dakwah. Sehingga timbul diantara mereka rasa sepenanggungan dan seperjuangan. Inilah yang terjadi antara kaum muhajjirin dan anshor di madinah. Inilah rasa yang dimiliki antara Nabi SAW dan para sahabatnnya RA yaitu perasaan syukbah, rasa persahabatan dan sepenanggungan dengan Nabi SAW. Lalu Biyah akan datang dengan membentuk suasana amal seperti di mesjid Nabawi. Sehingga ketika suasana amal ini wujud di mesjid Nabawi bisa membuat seorang kafir masuk ke mesjid nabawi keluar-keluar sudah menjadi orang beriman.
Lalu bagaimana caranya membentuk Syukbah dan Biyah ini dikalangan umat ?
1. Mengirimkan rombongan-rombongan dakwah untuk pergi di jalan Allah
membentuk syukbah diantara jemaah dan mesjid yang didatangi
2. Menerima rombongan-rombongan dakwah dan para pelajar di mesjid-mesjid kita
membuat suasana amal atau Biyah dengan program-program agama
Inilah yang dilakukan Nabi SAW dalam mengenalkan agama yaitu dengan mengirimkan rombongan dakwah dan menerima rombongan atau orang-orang yang mau belajar di mesjid Nabawi. Sehingga terbentuk suasana syukbah, persahabatan antara Nabi SAW dan para sahabatnya. Dan terbentuk pula suasana amal, biyah, dari orang-orang yang mau belajar kepada Nabi SAW. Di jaman Nabi SAW sampai ke jaman Khulafaur Rasyidin jika orang masuk ke mesjid Nabawi maka akan terlihat halaqoh-halaqoh pembicaraan Iman dan pengajaran agama. Sehingga suasana ini di mesjid Nabawi mampu memberikan kesan kepada orang-orang yang tidak mengenal agama. Sehingga ketika itu kita lihat banyak orang kafir masuk islam karena terkesan dengan suasana amal dan suasana persahabatan yang dibuat Nabi SAW di mesjid Nabawi.
Ketika syukbah dan Biyah sudah terbentuk, maka ketika itu akan terlihat orang-orang berbondong-bondong masuk kedalam Islam. Inilah cara Islam mengenalkan agama yaitu dengan dakwah sehingga terbentuk yang namanya syukbah dan Biyah di kehidupan umat. Masalahnya mengenalkan agama dan mengamalkan agama adalah dua hal yang berbeda. Agar umat dapat mengamalkan agama diperlukan keimanan yang kuat. Sedangkan Iman ini akan kuat jika ada Hidayah dari Allah. Hidayah akan datang jika ada pengorbanan dari orang tersebut untuk membuat usaha atas Iman atau Hidayah. Inilah yang dilakukan Nabi SAW dalam mendidik sahabat untuk mendapatkan yang namanya Iman, yaitu membuat usaha atas hidayah Allah.
Hari ini mengapa umat tidak bisa mengamalkan agama secara sempurna ini dikarenakan umat tidak di bawa kepada pengorbanan untuk agama seperti sahabat RA. Melalui pengorbanan akan datang kesadaran dalam beramal dan rasa tanggung jawab terhadap agama. Nabi SAW mendidik sahabat untuk mendapatkan Iman dengan cara membawa mereka kepada pengorbanan untuk agama. Hanya dengan melalui pengorbanan untuk agama maka keimanan akan datang. Seperti Bilal RA ketika disiksa oleh Abu Jahal agar Bilal mau murtad dari islam. Bilal disiksa dipadang pasir yang panas terpanggang oleh panasnya padang pasir, tubuhnya ditiban batu besar yang melebihi bobot badannya saat itu, tetapi siapa yang di ingat oleh Bilal ketika itu ? “Ahad…Ahad”, yaitu Allah yang diingatnya, bukannya Abu Jahal yang menyiksanya ketika itu. Waktu bilal menyebut “Ahad..ahad..” ketika itulah Iman telah masuk. Mengingat Allah dalam keadaan susah dan bersabar atasnya inilah yang dapat mendatangkan Iman. Lalu bagaimana nasehat atau respon Nabi SAW ketika tahu Bilal RA di siksa ? Nabi SAW menasehati Bilal RA untuk bersabar karena dibalik kesabaran dalam mujahaddah atas agama tersimpan rahasia-rahasia Allah berupa kefahaman agama dan kekuatan Iman. Ketika Bilal ditanya oleh seseorang kapan masa yang paling bahagia di dalam kehidupannya, Bilal menjawab yaitu ketika Abu Jahal menyiksanya dipadang pasir ketika itu. Saat itulah masa yang paling bahagia bagi Bilal karena saat itulah dia dapat merasakan manisnya Iman. Bilal RA dapat merasakan manisnya Iman dan kebahagiaan dalam beragama yaitu ketika dia berkorban untuk agama. Begitu juga dengan yang dirasakan oleh sahabat-sahabat RA lainnya ketika mereka merasakan manisnya Iman melalui pengorbanan untuk agama.
Iman ini adalah bukan suatu benda yang dapat disentuh, atau dilihat oleh mata, atau dibeli oleh uang, tetapi keimanan ini adalah pemberian dari Allah. Allah berikan yang namanya Iman ini karena adanya keinginan dan usaha seseorang atas Hidayah atau Keimanan. Iman inilah yang memberikan kekuatan pada seseorang untuk dapat mengamalkan agama secara sempurna. Iman ini adalah seperti ruh pada jasad, ruh ini tidak nampak, tetapi mampu menghidupkan jasad manusia untuk bergerak. Dan Iman ini akan datang melalui pengorbanan seseorang atas Iman. Melalui pengorbanan inilah Nabi SAW mendidik sahabat agar datang kepada mereka keimanan yang sempurna untuk dapat menerima dan mentaati seluruh perintah-perintah Allah. Pendidikan Keimanan yang diberikan oleh Nabi SAW kepada sahabat ini berlangsung selama 13 tahun sebelum perintah sholat turun. Hari ini mengapa orang susah sholat, ini dikarenakan belum adanya kesiapan atas keimanan mereka untuk menerima perintah-perintah Allah.
Kesempurnaan keimanan sahabat mampu membawa mereka ketingkat keyakinan bahwa ada harta tidak ada harta tidak ada masalah. Hari ini ummat karena kekurangan harta maka mereka berlaku anarkis, merusak, bahkan menjadi liar melebihi liarnya binatang. Beda dengan jaman sahabat, mereka mampu berkeyakinan bahwa harta yang mereka miliki tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat tanpa seizin Allah. Sehingga orang seperti Abu Bakar RA mampu menyerahkan seluruh hartanya uintuk agama. Nabi SAW rumahnya sangat kecil, sangking kecilnya ketika hendak sholat saja harus menyingkirkan kaki Aisyah R.ha. Pernah dapur nabi tidak mengepul asap selama 2 bulan berarti selama itu dirumah Nabi SAW kekasih Allah tidak terdapat makanan. Pakaiannya hanya 2 helai saja dan makannnya dari roti gandum yang kasar yang untuk merngunyahnya saja harus menggunakan minyak samin agar lunak. Tetapi Nabi SAW tidak pernah mengeluh, bahkan setiap pulang selalu mengucapkan, “Bayyiti Jannati..” yaitu rumahku surgaku. Begitu juga ketika Allah menawarkan Nabi SAW untuk menjadi Nabi yang kaya tetapi beliau SAW menolaknya dan lebih memilih amalan sehari lapar dan sehari kenyang karena ketika lapar bisa bersabar dan ketika kenyang bisa bersyukur. Inilah yang diajarkan Nabi SAW kepada umatnya yaitu mencari kebahagiaan dan kenikmatan dengan amal bukan kebendaan. Nabi SAW faham dibalik amal ini ada pertolongan Allah untuk segala masalah.
Pertanyaannya sekarang adalah : “apakah itu mungkin mencari kenikmatan dan ketenangan hidup lewat amal walaupun keadaan kita susah ?” jawabnya mungkin dan bisa karena memang sudah ada buktinya dan contohnya yaitu Nabi SAW dan para Sahabat RA. Ini dikarenakan tingkat keimanan pada level tertentu mampu mendatangkan kenikmatan walaupun dalam keadaan susah. Inilah yang didakwahkan oleh para Nabi AS, Sahabat RA, Tabi’in, dan para ulama yaitu bagaimana umat bisa sampai pada derajat Iman yang sudah tidak terkesan pada keadaan baik miskin atau kaya, menang atau kalah, sehat atau sakit. Bagi orang yang sudah sampai pada derajat keimanan seperti itu, mereka hanya terkesan pada perintah Allah saja. Apa perintah Allah pada diri mereka pada saat itu, inilah yang menjadi prioritas orang-orang yang sudah sampai pada kesempurnaan Iman.
Jika keimanan sudah wujud dalam kehidupan umat, maka kehidupan umat akan sendirinya terperbaiki seperti kehidupan sahabat yang tadinya jahil menjadi kehidupan yang mulia. Bahkan Sahabat yang tadinya jahil asbab keimanan mereka maka kehidupan mereka menjadi percontohan ummat dan menjadi pusat peradaban manusia sedunia. Jika Iman sudah wujud dalam diri ummat, maka yang namanya tingkat kejahatan akan menurun, kehidupan sosial manusia akan membaik, ekonomi akan membaik, dan lain-lain. Ini semua asbab adanya perbaikan keimanan. Jika Iman baik, maka amal akan meningkat, akhlaq manusia akan membaik, perbuatan maksiat dari mencuri, berzina, mabuk-mabukan, penganiayaan, kerusakan akan berkurang. Suasana inilah yang perlu kita semua wujudkan, dengan Iman yang benar, manusia akan terhindar dari prilaku anarkis dan vandalisme. Langkah pertama untuk mendatangkan keimanan ini adalah dengan mengorbankan sedikit harta dan waktu kita untuk Khuruj Fissabillillah, pergi di jalan Allah, semampu kita.
Allah berfirman :
“ Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaikan (Iman) yang sempurna, sebelum kamu menginfakkan (korbankan) sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya ” ( 3 : 92 ).
Rasullullah SAW bersabda mahfum :
“Tidak sempurna Iman kamu sebelum engkau mencintai aku melebihi perkara-perkara yang kamu cinta dari anak kamu, istri kamu, harta kamu, perdagangan kamu, kedua orang tuamu, bahkan dirimu sendiri.” (Al Hadits )
Mudzakaroh Cara Abu Bakar RA menyelesaikan Masalah Ummat
Setelah Nabi SAW wafat ketika itu terjadi goncangan hebat didalam ummat islam. Banyak masalah bermunculan yang harus dihadapi ummat islam ketika itu :
1. Orang murtad dimana-mana
2. Orang islam tidak mau membayar zakat
3. Nabi-nabi palsu bermunculan
4. Musuh Islam di luar madinah sudah siap menyerang ummat islam.
Ketika itu kira-kira 1 minggu, 7 hari saja, sahabat-sahabat di kota Madinah semuanya buntu, tidak mempunyai jalan keluar atau solusi. Orang-orang di madinah hanya memikirkan bagaimana nasib orang-orang islam dan siapa yang akan menggantikan Nabi SAW, ini saja kesibukan sahabat selama seminggu. Asbab kefakuman sahabat ini, tidak ada fikir untuk agama, maka tidak ada lagi yang keluar di jalan Allah, semua rombongan tertunda. Akibatnya ketika itu karena tidak ada fikir agama adalah 100.000 orang islam menjadi murtad. Satu minggu saja sahabat ini vakum dari dakwah, dari keluar di jalan Allah, walaupun di jaman itu hidup ulama-ulama besar dan sahabat-sahabat yang besar dan kuat, 100.000 orang murtad dari islam. Lalu Nabi palsu bermunculan, dan tentara Romawi sudah sampai di perbatasan siap masuk ke madinah untuk menghancurkan ummat islam.
Setelah Abu Bakar RA dilantik menjadi khalifah, bagaimana cara Abu Bakar RA menyelesaikan masalah ini. Keputusan pertama yang dibuat Abu Bakar RA adalah segara mengirimkan rombongan yang tertunda pergi di jalan Allah, yaitu yang telah dibentuk oleh Nabi SAW sebelum beliau SAW wafat. Abu Bakar RA memutuskan untuk mengirim seluruh orang beriman yang laki-laki untuk keluar di jalan Allah semuanya. Para sahabat bingung dengan keputusan Abu Bakar RA. Mereka memikirkan jika semua laki-laki keluar dijalan Allah, maka siapa yang akan menjaga madinah dari musuh, siapa yang akan menjaga ummul mukminin dan keluarga Nabi SAW. Maka Abu Bakar RA dengan suara lantang berkata, “Kalian tetap keluar di jalan Allah, nanti Allah yang akan menjaga semuanya.” Ketika itu yang orang-orang fikirkan adalah keselamatan orang-orang islamnya, padahal yang harus dirisaukan adalah bagaimana menyelamatkan agamanya terlebih dahulu. Inilah yang difikirkan Abu Bakar RA. Inilah perbedaan fikir yang mencolok antara satu orang sahabat ini melawan fikir sahabat-sahabat yang lain. Disini ada perbedaan pendapat diantara sahabat yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semuanya.
Ketika itu Abu Bakar RA yakin sepenuhnya jika kita menolong agamaNya, maka Allah pasti akan menolong mereka. Jika kita keluar di jalan Allah untuk melaksanakan perintah Allah, maka pasti Allah akan tolong kita. Jadi keputusan Abu Bakar ini untuk mengeluarkan seluruh laki-laki ke luar madinah di jalan Allah ini sungguh tidak masuk diakal bagi sahabat yang lainnya. Apalagi ketika itu hewan-hewan buas bisa masuk kapan saja memangsa wanita dan anak-anak di Madinah, jika semua laki-lakinya keluar dari Madinah. Secara logika laki-laki yang ada seharusnya dibagi menjadi dua yaitu yang menjaga dalam kota dan yang menjaga diluar kota atau yang pergi di jalan Allah. Tetapi disini Abu Bakar RA justru menyuruh laki-lakinya untuk semuanya keluar, pergi di jalan Allah.
Abu Bakar RA menyelesaikan masalah dengan menggunakan 2 prinsip :
1. Prinsip Taqwa :
“Saya tidak rela agama berkurang di jaman kekhalifahan saya ini walaupun itu hanya seutas tali yang mengikat di leher hewan qurban.”
Takwa ini maksudnya adalah Sempurna Amal. Jadi atas dasar prinsip ini, Abu Bakar RA tidak rela dijamannya agama ini berkurang sedikitpun walaupun itu hanya seutas tali yang mengikat leher hewan korban. Fikirnya Abu Bakar RA ini adalah bagaimana agama dapat sempurna diamalkan oleh umat islam ketika itu. Inilah prinsip yang digunakan untuk menghadapi orang-orang islam yang tidak mau membayar zakat. Jadi mereka diancam akan diberantas jika mereka tidak mau membayar zakat.
2. Prinsip Tawakkul :
“Keluarkan semua laki-laki untuk pergi di jalan Allah. Nanti biar Allah yang menjaga Ummul mukminin, keluarga nabi dan wanita-wanita di madinah.”
Abu Bakar RA lebih rela melihat keluarga Nabi dalam bahaya, dibanding harus melihat agama dalam bahaya. Jadi bagi Abu Bakar RA, derajat Agama ini lebih utama dibanding keluarga Nabi SAW dan ummat islam itu sendiri. Agama lebih penting untuk diselamatkan dibandingkan ummat itu sendiri. Abu Bakar RA, mengirimkan semua laki-laki keluar dijalan Allah dan berserah diri kepada Allah atas keadaan di Madinah inilah Tawakkalnya Abu Bakar RA. Prinsip ini yang digunakan untuk menghadapi orang murtad, nabi palsu, dan musuh islam yang mau menyerang madinah dari luar.
Disinilah terdapat 2 perbedaan pemikiran dan menyangkut kepada masalah keimanan. Dimana Abu Bakar RA yakin jika semua pergi di jalan Allah mendakwahkan agama Allah, maka nanti Allah akan selesaikan semua masalah : orang murtad, nabi palsu, yang tidak mau bayar zakat, dan pasukan romawi yang sudah siap menyerang. Hanya dalam waktu tempo 3 hari saja setelah semua pergi di jalan Allah akhirnya masalah terselesaikan : Madinah tetap aman, 100.000 orang murtad masuk islam lagi, orang membayar zakat lagi, Nabi palsu dapat ditumpas, dan Pasukan Romawi mundur. Jadi risaunya Abu Bakar RA ini adalah Islamnya atau Agamanya dulu, bukan orang-orang Islamnya. Hari ini ada pemikiran seperti yang terjadi ketika sahabat berbeda pendapat dahulu. Sekarang kebanyakan kita ini risaunya adalah orang-orang islamnya, seperti orang islam ada yang dibunuh, diperkosa, diperangi, hak-haknya dirampas, kekurangan makan, miskin keadaannya, pengungsi-pengungsi, ini boleh saja. Tetapi seharusnya yang lebih penting lagi adalah risau atas islamnya. Akibat islamnya tidak dijaga, sehingga Allah tidak menjaga ummat islam. Ini karena islam itu sendiri sudah diacuhkan oleh orang islam. Kita lihat hari ini orang islam kebanyakan tidak sholat, mesjid kosong. Sholat berjamaah di masjid sudah tidak diacuhkan oleh umat saati ini. Lalu sunnah-sunnah Rasullullah SAW sudah ditinggalkan oleh orang islam, bahkan dianggap aneh bagi yang mengamalkannya. Kehidupan orang islam sudah seperti kehidupan orang yahudi dan nasrani, tidak ada bedanya dengan cara-cara atau kehidupan orang kafir, sulit dibedakan mana yang beriman dan mana yang kafir. Semua kehidupan sunnah Nabi SAW sudah ditinggalkan oleh ummat islam itu sendiri. Tetapi begitu terjadi musibah, semua orang berpikir sama, “Apa dosa saya ? Kenapa ini bisa terjadi, musibah seperti ini ? Kenapa Allah tidak tolong kita ?”. Ummat islam diusir, dibunuh, dijajah, diperkosa hak-haknya, tetapi fikirnya hanya diri mereka sendiri saja (“Apa dosa saya ?”). Padahal jemaah-jemaah dakwah sudah datang mengajak kepada sunnah, kembali kepada amal Nabi SAW, amalkan islam, taat pada perintah Allah. Walaupun perkara-perkara ini sudah didengar berkali-kali, tetapi tetap saja sama tidak ada peningkatan amal. Ditaskil, diminta untuk keluar di jalan Allah tidak mau, maka itulah akibatnya, musibah banyak datang. Tetapi fikirnya “Apa dosa saya ?”. Islamnya sudah kita tinggalin, kita acuhkan, tetapi ketika musibah tiba-tiba datang tidak terpikir amal-amal kita yang buruk, bahkan bertanya, “Kenapa Allah tinggalkan kita ? kenapa Allah tidak tolong kita ?”
Inilah sifat manusia, ketika senang mereka beramai-ramai meninggalkan perintah Allah, melupakan Allah, tidak mempedulikan kehendakNya. Tetapi ketika musibah datang baru nangis-nangis kepada Allah minta ditolong. Sudah menjadi sifat manusia hanya ingat kepada Allah dikala susah dan suka melupakan Allah dikala senang. Bahkan ketika kesusahan itu datang bisanya hanya merengek minta tolong tetapi tidak mau memikirkan apa yang Allah kehendaki atas dirinya saat itu dan tidak mau memikirkan kekurangan atau keburukan amal yang telah dia perbuat. Orang seperti ini bagaimana do’anya mau di dengar oleh Allah ? Jadi kalau mau masalah ummat selesai, kirimkan rombongan untuk pergi di jalan Allah sebanyak-banyaknya secara bergiliran. Nanti Allah akan selesaikan masalah yang ada pada ummat ini sebagaimana Allah selesaikan masalah yang terjadi pada kekhalifahan Abu Bakar RA.
Mudzakaroh “Learning By Doing” – Belajar dengan Beramal
Hari ini banyak orang yang membicarakan tentang pengorbanan Nabi SAW dan para sahabat RA untuk agama. Namun masalahnya pada hari ini tidak semua orang yang mengerti dan memahami maksud dan kepentingan dari pengorbanan Nabi SAW dan para Sahabat RA tersebut. Ini disebabkan karena kita tidak melakukan pengorbanan yang sama seperti mereka. Untuk bisa merasakan pengorbanan Nabi SAW dan Sahabat dalam memperjuangkan agama maka kita harus ikuti napak tilas mereka. Seperti pelatih renang dan orang yang baru mau belajar berenang. Walaupun si pelatih ini juara dunia dan juara olimpiade renang dan ahli dalam menjelaskan tentang air dan teknik renang kepada muridnya, tetapi jika si murid renang ini tidak terjun ke air maka dia tidak akan mampu memahami apa yang dikatakan dan dijelaskan gurunya. Tetapi jika si murid sudah terjun ke air, maka dia akan tau apa yang dirasakan dan dimaksud gurunya. Semakin dicoba dan diusahakan semakin mengerti dia akan penjelasan gurunya, sampai pada akhirnya dia bisa berenang bahkan menjadi sehebat gurunya. Ini karena si murid tersebut sudah merasakannya langsung pengorbanan gurunya ketika berada di dalam air. Begitu juga mengapa hari ini umat sangat jauh dari agama, sehingga yang tinggal hanya pengetahuan atau teori saja, bangunan-bangunan saja, tulisan-tulisan saja, ini dikarenakan umat tidak dilibatkan dalam pengorbanan untuk agama sebagaimana Nabi SAW telah melibatkan para sahabat dalam pengorbanan untuk agama. Sehingga hari ini umat hanya tahu saja tetapi tidak ada kefahaman dan kerisauan terhadap agama.
Tujuan dari keluar di jalan Allah itu sendiri sebagai individu adalah dalam rangka islah atau perbaikan diri, sebagaimana trainingnya atau latihannya seorang tentara yang dikirim ke barak untuk peningkatan qualitas. Ketika tentara ini balik ke barak maka dia akan di evaluasi kekurangannya dan akan menjalankan traning atau latihan-latihan kembali dalam rangka meningkatkan kualitas. Sehingga ketika tentara balik ke medan pertempuran maka kemampuan dan kesiapannya akan menjadi lebih tambah baik lagi. Jadi kita perlu mengembalikan umat islam ini kepada baraknya agar bisa dilatih kembali dan ditingkatkan qualitasnya. Namun hari ini permasalaannya ummat hari ini sedang terjangkit penyakit lemah Iman. Asbab lemah Iman ini ummat tidak ada gairah atau tidak ada kekuatan untuk memperbaiki diri, atau meningkatkan amal ibadah. Maka untuk mengobati lemah iman ini perlu perawatan khusus. Ibarat orang sakit maka mesjid ini adalah rumah sakitnya orang beriman agar orang beriman ini dapat terperbaiki Iman dan Hatinya. Jika kita sakit badan maka kita bisa pergi ke dokter dan tinggal di rumah sakit. Tetapi rusaknya hati atau iman ini hanya Allah yang bisa memperbaiki yaitu di rumah sakitnya orang beriman, di mesjid. Jika mesjid tempat pabriknya perbaikan untuk orang beriman sudah tidak digunakan lagi, maka bisa dijamin bahwa kehidupan ummat saat ini sudah terjangkit banyak penyakit hati dan penyakit iman. Mengapa diri kita bisa terperbaiki dengan keluar di jalan Allah ? Dengan keluar di jalan Allah maka kita akan mempunyai waktu khusus untuk memperbaiki keimanan dan amaliat kita. Kita keluar di jalan Allah ini adalah latihan meninggalkan perkara-perkara yang kita cintai sebagaimana sahabat telah meninggalkan perkara-perkara yang mereka cintai demi agama Allah. Dengan demikian akan terbentuk dalam diri kita keyakinan bahwa bukan kitalah yang memelihara keluarga kita tetapi Allah lah yang memelihara keluarga kita. Dengan keluar di jalan Allah kita akan mendapatkan kefahaman dan perasaan yang dirasakan oleh sahabat ketika mereka berkorban untuk agama di jalan Allah sampai tidak ada lagi yang bisa mereka korbankan untuk agama Allah.
Semakin bertambah pengorbanan kita maka akan semakin bertambah pemahaman kita atas pengorbanan sahabat untuk agama Allah. Sampai pada akhirnya kecintaan pada agama akan timbul, ketaqwaan dalam menjalankan perintah Allah akan meningkat, dan kehidupan agama kita, keluarga kita, kerabat kita, tetangga kita, akan terperbaiki. Dengan keluar di jalan Allah kita akan mendapatkan banyak pelajaran seperti dari bertemu dengan ulama-ulama untuk mendapatkan pengajaran dari mereka, berteman dengan orang-orang sholeh, menambah pertemanan, meningkatkan ilmu dan wawasan, menambah pengalaman, merasakan napak tilas nabi dan sahabat sehingga wujud didalam diri kita kecintaan sahabat pada agama, kerisauan Nabi SAW terhadap ummat, dan lain-lain.
Da’i ini hanya mempunyai 2 keadaan saja :
1. Maqomi
2. Khuruj Fissabillillah
Khuruj Fissabillillah atau Keluar di Jalan Allah ada 2 cara :
1. Nishab Waktu Keluar yang di istiqomahkan
2. Takaza Pembentangan Kepentingan Agama
Namun untuk dapat menggerakkan ummat ke arah kebaikan ini diperlukan risau dan fikir yang sungguh-sungguh, sebagaimana risau dan fikir Nabi SAW. Begitu juga dalam menyiapkan Ummat ini diperlukan sifat-sifat Nabi SAW dan Sahabat. Para Sahabat ini dimuliakan oleh Allah karena memiliki sifat-sifat dan qualitas-qualitas yang Allah sukai. Jika kita bisa mendapatkan qualitas atau sifat ini, maka kemuliaan yang Allah berikan kepada para Sahabat RA, juga akan Allah berikan kepada kita. Sifat, Risau, dan Fikir ini akan datang melalui keadaan-keadaan mujahaddah atas agama, pengalaman berjuang untuk agama.
Bagaiaman cara mendapatkan Sifat, Risau, dan Fikir ini :
1. Pergi Khuruj Fissabillillah ( Keluar di jalan Allah )
2. Membuat Amal Maqomi
Inilah kepentingan kita bawa fikir ketika kita pergi di jalan Allah :
1. Bagaimana diri kita bisa terperbaiki atau meningkat qualitasnya
2. Bagaimana Amal Maqomi dapat wujud di mesjid yang dikunjungi
3. Bagaimana rombongan dari mesjid itu bisa keluar di jalan Allah
Sedangkan maksudnya Dakwah ini adalah untuk memenuhi takaza ( pembentangan atau penawaran kerja agama ) yang ada, bukan nishab ( waktu yang di istiqomahkan untuk keluar ) saja. Jika waktunya nishab tetapi datang takaza, maka tinggalkan nishab untuk memenuhi takaza. Sahabat-sahabat RA menurut ulama, nishab harian mereka itu 12 jam untuk agama, sisanya buat selain agama. Sahabat meluangkan waktu mereka untuk mesjid itu 12 jam, sedangkan takazanya mereka 24 jam, kapan saja diminta mereka siap tinggalkan semua. Jadi sahabat ini nishab 12 jam, sedangkan kesiapan mereka untuk ditaskil ( dipanggil ) memenuhi takaza, yaitu 24 jam. Jadi dengan gerak yang dilakukan seperti sahabat ini maka Allah akan tolong ummat islam. Maksud daripada Dakwah ini adalah memenuhi takaza, dimana daerah yang belum islam, dimana daerah yang belum mengucapkan syahadat, dimana daerah yang belum dimasuki jemaah, dimana daerah yang belum hidup amal mesjid Nabawi ? kita siap berangkat kapan saja. Keadaan sahabat itu seperti itu, siap kapan saja berangkat ketika dibentangkan takaza.
Dari riwayat Tirmidzi, Allah berfirman :
“Wahai anak Adam jadikan seluruh hidupmu untuk beribadah kepadaKu, niscaya Aku akan penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku akan penuhi kebutuhanmu. Dan apabila engkau tidak mengerjakannya, niscaya Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan memenuhi kebutuhanmu.”
Keadaannya di jaman Nabi ini beda dengan kita, ketika itu para sahabat selalu dalam keadaan siap mengambil takaza lagi dan lagi. Sekali taskil sahabat itu lamanya mereka pergi di jalan Allah adalah 4 bulan full, yaitu di jaman Umar RA. Ketika mereka pulang dari ambil takaza, ternyata ada takaza lagi, sehingga mereka berangkat lagi 4 bulan di jalan Allah. Inilah kehidupan sahabat dalam memenuhi takaza agama. Dalam setahun berarti sahabat ini 8 bulan di jalan Allah dan hanya 4 bulan saja tinggal di kampungnya. Sahabat ini 4 bulan dikampungnya adalah 2 bulan untuk mesjid, dan sisanya 2 bulan lagi adalah 1 bulan di rumah bersama keluarga dan 1 bulan ( 24 jam x 30 hari = waktu sahabat di pasar / di sawah selama 1 tahun ) lagi untuk buat kerja yang mampu memenuhi keperluan untuk 1 tahun. Allah telah ringkaskan buat sahabat kerja untuk 1 tahun dapat dilakukan dalam 1 bulan saja. Ini karena apa ? ini adalah berkat amalan dakwah sehingga kehidupan sahabat ini penuh dengan keberkahan. Sedangkan kita kini kerja satu tahun tidak cukup untuk satu bulan, berbeda dengan keberkahan yang didapat oleh para Sahabat RA. Inilah yang terjadi jika ummat telah meninggalkan kerja dakwah ini, maka Allah akan cabut keberkahan rizki dari kehidupan ummat. Kalau ummat islam ini kembali kepada amalan dakwah, sibuknya mengambil takaza, maka kerja 3 hari saja bisa mencukupi kerja satu bulan. Tetapi jika ummat islam sibuk mengurusi dunia saja, tinggalkan amalan dakwah, tidak mau mengambil takaza agama, maka kerja 1 bulan tidak bisa mencukupi keperluan 3 hari, tidak ada keberkahan. Ini semuanya karena manusia sudah melecehkan Allah dan perjuangan untuk agama Allah. Padahal semua rezki itu datang dari Allah, dan sedangkan syetan itu hanya menakut-nakuti kita.