Kita sebagai manusia kadang lupa akan tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini, dalam group ini mari kita sama sama saling mengingatkan satu sama lain atas pentingnya Iman, Usaha Atas Iman...tanpa melihat perbedaan diantara kita, kenapa kita tidak sama sama melihat persamaan di dalam ber Iman dan beribadah kepada Alloh SWT. Tidak lain Alloh SWT menciptakan kita sebagai manusia semuanya hanya untuk beribadah kepada Alloh SWT.
Pentingnya Saling Ingat Mengingatkan dan Menyampaikan
PENTINGNYA SALING MENGINGATKAN dan MENYAMPAIKAN...
waltakun minkum ummatun yad'uuna ilaa lkhayri waya/muruuna bilma'ruufi wayanhawna 'ani lmunkari waulaa-ika humu lmuflihuun
[3:104] Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.
qul haadzihi sabiilii ad'uu ilaallaahi 'alaa bashiiratin anaa wamani ittaba'anii wasubhaanallaahi wamaa anaa mina lmusyrikiin
[12:108] Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
Monday, January 11, 2010
Islamnya Abu Dzar al Ghifari ra
Sebelum memeluk Islam, ia mendengar kabar tentang Muhhamad saw, sebagai Nabi dan pesuruh Allah. Kemudian ia meyuruh saudara laki-lakinya pergi ke Makkah untuk menyelidiki lebih mendalam tentang orang yang katanya telah menerima wahyu dari langit itu. Saudara laki-lakinya itu pun segera pergi ke Makkah dan mulai menyelidiki keadaan di sana. Setelah puas, ia kembali dan melaporkannya kepada Abu Dzar ra bahwa Muhammad saw adalah seorang yang berakhlak baik dan terpuji. Ayat-ayat yang disampaikannya kepada manusia bukanlah kata-kata ahli nujum dan bukan pula kata-kata ahli syair.
Abu Dzar al Ghifari ra merasa tidak puas dengan laporan saudaranya itu, lalu ia memutuskan untuk pergi sendiri ke Makkah. Setibanya di Makkah, ia terus me Masjidil Haram. Ketika itu ia belum mengenal wajah Nabi saw dan ia menduga bahwa tidak aman baginya jika menanyakan kepada seseorang tentang Nabi saw. Hingga waktu sore tiba ia masih dalam keadaan demikian.
Menjelang malam Ali bin Abi Thalib ra melihat gerak geriknya. Karena ia seorang musafir yang tidak tahu apa-apa, maka Ali ra tersentuh hatinya untuk menolong dan memenuhi segala keperluannya. Lalu Ali ra mengundang Abu Dzar ra ke rumahnya dan melayaninya dengan baik sebagai seorang tamu. Ali tidak bertanya apa pun kepada Abu Dzar ra dan Abu Dzar ra juga tidak memberitahukan maksud kedatangannya itu.
Keesokan harinya Abu Dzar ra kembali ke Masjidil Haram untuk mengetahui sendiri tentang Nabi Muhammmad saw tanpa bertanya kepada orang lain, tetapi kali ini pun Abu Dzar ra gagal menemui Nabi saw. Hal ini mungkin disebabkan pada waktu itu gangguan kaum kafir terhadap orang-orang Islam telah menjadi berita terkenal, sehingga siapa saja yang berani menemui Nabi saw pasti akan mendapat kesulitan. Abu Dzar pun berpikir bahwa tidak mungkin menanyakan kepada orang lain mengenai keadaan sebenarnya, karena gangguan yang mungkin tiba-tiba menimpanya.
Pada malam kedua Ali ra kembali mengajak Abu Dzar ra ke rumahnya. Kali ini pun Ali ra tidak bertanya tentang kedatangan Abu Dzar ra. Baru pada malam ketiga Ali bertanya, “Apa tujuan engkau datang ke kota ini ? Sebelum menjawab Abu Dzar ra meminta Ali untuk menjawab setiap pertanyaannya dengan jujur. Kemudian dia bertanya kepada Ali ra mengenai Nabi Muhammad saw. Ali karramallahu wProxy-Connection: keep-alive
Cache-Control: max-age=0
hah berkata, “Sesungguhnya beliau adalah Rasul Allah. Besok, apabila saya pergi, ikutilah saya. Saya akan membawamu untuk menjumpainya. Tetapi waspadalah, kita akan celaka apabila orang-orang yang menentangnya mengetahui hubungan kita. Oleh karena itu, agar tidak dicurigai, saya akan berpisah agak jauh darimu jika bahaya mengancam, engkau pura-pura buang air kecil atau membetulkan sepatu, agar perjalanan kita tidak diketahui orang.”
Keesokan harinya Ali ra mengantarkan Abu Dzar ra menemui Nabi saw dan saat itu pula ia memeluk Islam. Karena khawatir mendapat perlakuan buruk dari orang-orang kafir, Nabi saw menasehatinya supaya jangan menceritakan ke-Islamannya kepada khalayak ramai. Rasulullah saw menasehatinya, “Pulanglah kepada kaummu secara sembunyi-sembunyi. Engkau boleh kembali apabila kami telah mendapat kemenangan.” Tetapi Abu Dzar ra menjawab, “Wahai Rasulullah, saya bersumpah demi Allah yang menguasai nyawa saya, saya akan mengucapkan kalimah syahadat di hadapan para kafir musyrikin itu.”
Dia pun menepati janjinya. Setelah meninggalkan Rasulullah saw ia segera pergi ke Masjidil Haram dan dengan suara lantang mengucapkan dua kalimah syahadat di hadapan para musyrikin :
“Saya bersaksi tiada Ilah (Sembahan) selain Allah dan saya bersaksi Muhammad itu adalah pesuruh Allah.”
Ketika mendengar ucapannya itu, orang-orang kafir berdatangan dari empat penjuru dan memukulinya, sehingga ia menderita luka-luka di tubuhnya. Untunglah paman Nabi saw, yaitu Abbas yang ketika itu belum memeluk Islam segera datang dan mencegah perbuatan kaumnya. Abbas berrkata kepada orang-orang yang memukuli Abu Dzar ra, “Kalian sungguh zhalim ! Tidak tahukah kalian siapa orang ini ? Ia adalah salah seorang kabilah Ghifar, satu kabilah yang terletak di antara jalan yang menuju ke Syam. Kafilah-kafilah kita yang berdagang ke Syam pasti melewati perkampungan mereka. Kalau ia dibunuh, mereka tentu akan menutup jalur perdagangan kita ke negeri Syam.”
Hari berikutnya Abu Dzar ra kembali mengucapkan kalimah syahadat di hadapan kafir Quraisy dan pada saat itu juga ia dianiaya, tetapi diselamatkan lagi oleh Abbas ra.
Hikmah : Keberanian Abu Dzar ra mengucapkan kalimah syahadat di hadapan kafir Quraisy sungguh luar biasa bila dihubungkan dengan nasehat Nabi kepadanya. Apakah dapat dikatakan bahwa ia mengingkari perintah Nabi ? Tentu tidak. Ia sadar bahwa Nabi saw sedang mengalami penderitaan berupa gangguan dalam usahanya menyebarkan agama. Ia hanya hendak mencontoh Nabi. Walaupun ia mengetahui dengan berbuat demikian dapat menghantarkan dirinya ke dalam bahaya. Semangat ke-Islaman seperti inilah yang menyebabkan para sahabat mencapai puncak kejayaan lahir maupun batin. Keberanian Abu Dzar ra selayaknya dicontoh oleh umat Islam dalam rangka usaha mendakwahkan Islam. Kekejaman, penganiayaan serta penindasan tidak sampai melemahkan semangat mereka yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat.
No comments:
Post a Comment