Pentingnya Saling Ingat Mengingatkan dan Menyampaikan

PENTINGNYA SALING MENGINGATKAN dan MENYAMPAIKAN...

waltakun minkum ummatun yad'uuna ilaa lkhayri waya/muruuna bilma'ruufi wayanhawna 'ani lmunkari waulaa-ika humu lmuflihuun

[3:104] Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.

qul haadzihi sabiilii ad'uu ilaallaahi 'alaa bashiiratin anaa wamani ittaba'anii wasubhaanallaahi wamaa anaa mina lmusyrikiin

[12:108] Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Thursday, November 12, 2009

Bayan Shubuh


Mufti Muhammad Luthfi Al Banjari
Syuro Indonesia, Banjarmasin
Musyawarah Indonesia
Mesjid Jami Kebon Jeruk


Bayan Subuh


Alim Ulama senantiasa mengatakan bahwa kejayaan, kebahagiaan, dan kesuksesan manusia ini ada dalam Iman dan Takwa, bukan dalam kebendaan. Ada suatu kesalah fahaman dalam pemikiran manusia yang telah ditantang oleh Allah Ta’ala. Apa kesalah fahaman manusia tersebut yang di tantang oleh Allah Ta’ala ? dalam sebuah riwayat ada mahfum firman Allah : Adapun manusia apabila di uji oleh RabbNya, diberikan kemuliaan, kedudukan ( jabatan sebagai seorang menteri, gubernur, presiden, dan sebagainya), kemudian diberikan kenikmatan, diberikan kesehatan, kekayaan ( rumah, kendaraan, tempat tinggal, dsb ), sehingga dia berkata “Rabbku telah memuliakan aku” (telah menjayakan aku, telah mensukseskan aku). Sedangkan kalau dia diuji berupa jabatan tidak ada, rizki disempitkan oleh Allah, makan kadang-kadang sekali sehari, kekurangan lagi, tidak ada kenikmatan berupa duniawi tadi, lantas dia berkata, “Rabbku telah menghinakan aku.” Lalu Allah bantah ini dengan “Kalla : Tidak Benar” Ini hanya merupakan pendapat yang salah kalau manusia mengatakan bahwasanya:

1. Allah telah muliakan dan sukseskan manusia kalau mereka sudah mendapatkan kedudukan dan kenikmatan kebendaan

2. Allah telah hinakan dan gagalkan manusia saat kemiskinan telah datang kepada kehidupan dia.

Maka Allah katakan ini “Kalla : Tidak Benar”

Begitu pula ketika manusia mengumpulkan hartanya dan mengira bahwa hartanya tadi akan mengekalkan kehidupan dia, yang akan memberikan kenyaman kepadanya di dunia dan akherat. Maka Allah katakan dalam ayat qur’an ( Surat Al Humazah ) mahfum :

“ Kenapa dia senantiasa mengumpulkan hartanya, dan dia menghitung-hitung terus hartanya tadi, dia mengira bahwasanya hartanya itulah yang akan mengekalkan dia di dalam kehidupan ini.”

Maka Allah katakan ini “Kalla : Tidak Benar”

Jadi harta bukanlah sarana untuk membahagiakan orang atau mengekalkan kebahagiaan tadi dalam kehidupan dunia, Allah katakan “Kalla : itu tidak benar”. Maka siapakah orang yang berbahagia tersebut ? Allah jelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 1-6. Jadi ini Al Qur’an Allah turunkan kepada umat Nabi Muhammad SAW adalah untuk membimbing kehidupan mereka yang bertakwa. Lantas siapa orang yang bertakwa yang akan mendapatkan kebahagiaan tadi ? yaitu orang yang :

1. Hatinya senantiasa beriman kepada yang Ghaib
2. Badannya yang selalu diarahkan untuk melaksanakan segala perintah Allah
3. Hartanya yang senantiasa digunakan sesuai dengan keinginan Allah.
4. Akalnya yang selalu dibawah panduan ilmu para Anbiya AS.
5. Pandangannya senantiasa kepada Akherat


Allah firmankan dalam ayat tersebut mahfum siapa orang yang bertaqwa itu yaitu orang-orang hatinya selalu terpaut pada yang ghaib, bukan pada yang nampak. Lalu Orang yang senantiasa menggunakan seluruh anggota badan dia untuk melaksanakan perintah Allah yang terbesar yaitu Sholat. Sedangkan Harta yang Allah berikan kepada dia digunakan sesuai dengan keinginan Allah. Sedangkan akal fikirannya atau otaknya senantiasa dia letakkan dibawah panduan ilmunya para Nabi. Jadi ilmu yang benar adalah ilmu yang datang dari Allah melalui Anbiya AS. Sedangkan ilmu yang datang daripada manusia ini bukan ilmu namanya, tetapi namanya Funun, Seni atau Teknik. Tidak ada istilah ilmu pertanian, tetapi sebenarnya seni atau teknik pertanian. Ilmu kedokteran, ini sebenarnya tidak ada, yang ada seni atau teknik kedokteran. Semua yang datang selain daripada Allah itu bukan ilmu, yang namanya ilmu dalam pemahaman agama islam itu adalah ilmu yang dibawa oleh para Anbiya AS. Ciri orang bertakwa lagi dalam ayat ini adalah orang yang pandangannya selalu pada akherat. Jadi yang namanya Mustaqbal, atau masa depan orang beriman itu kapan ? bukannya kapan saya kawin ? Nanti punya anak berapa ? Asuransi untuk anak berapa ? ini bukanlah Mustaqbal, tetapi Mustadba. Sedangkan Al Mustadba dalam bahasa arab ini adalah sesuatu yang akan kita tinggalkan. Kalau Mustaqbal ini adalah Masa Depan yang akan datang. Masa depan orang beriman itu tiba ketika kematian itu tiba. Jadi masa depan yang perlu kita fikirkan adalah hari pertama saya masuk kubur itu adalah masa depan. Maka Nabi SAW berkata mahfum bahwa orang yang pinter itu adalah orang-orang yang terus menerus menghitung dirinya. Kalau menurut pandangan otaknya orang yahudi dan nasrani, orang yang pinter itu adalah orang suka menghitung-hitung duitnya, asetnya, dagangannya, ekonominya sehingga semakin kaya. Tetapi kata nabi orang yang pinter bukanlah orang yang seperti ini, tetapi orang yang senantiasa menghitung dirinya, menghitung-hitung kejelekan dirinya, kurangnya amalnya, dosanya, Muhasabah. Kemudian orang yang pinter menurut Nabi adalah orang yang mempersiapkan dirinya untuk masa depan yaitu kehidupan sesudah mati.

Jadi orang yang pintar menurut Agama ini adalah :

1. Orang yang senantiasa Muhasabah atas dirinya
2. Orang yang mempersiapkan dirinya (dengan Iman dan Amal) sebelum mati

Bagiamana persiapannya yaitu dengan memaksimalkan potensi yang dia miliki dalam kehidupan yang sekarang, dia gunakan untuk masa depan, akherat. Dia senantiasa bekerja, berusaha, untuk kehidupan masa depan, yaitu kehidupan sesudah mati. Inilah orang yang pintar menurut Allah dan RasulNya. Jadi konsentrasi kerja dia itu adalah untuk persiapan sebelum mati atau ketika masuk kubur. Sedangkan orang yang bodoh menurut agama itu adalah orang yang hidupnya selalu mengikuti nafsunya saja. Lalu anehnya lagi orang seperti ini, sudah hidupnya hanya mengikuti nafsu, malah berangan-angan untuk masuk surganya Allah. Dikiranya Surga itu hanya dengan nafsu dan angan-angan saja bukan dengan amalan. Padahal Allah sudah telah jelaskan untuk mendapatkan kerjanya Allah harus kerja, yaitu dengan harapan dan usaha yang sungguh-sungguh. Allah berfirman mahfum :

“Innaladzina’amanu walladzina hajaru wa jahadu fissabillillah ula’ikayarju Rahmatallah…”

Jadi orang-orang yang dikatakan “Yarju Rahmatallah” betul-betul mengharapkan Rahmat Allah itu siapa ? bukan orang yang mengkhayal dalam kehidupan, bukan orang yang tidur dan malas dalam kehidupan, tidak bukan itu. Jadi siapa ? yaitu sesungguhnya mereka adalah orang yang beriman. Imannya diapakan ? bukannya ditinggal ditempat, diam saja, tetapi dibawa hijrah. Hijrahnya bukan untuk keduniaan atau untuk meningkatkan kebendaan, tetapi hijrahnya untuk memperjuangkan agama Allah. Inilah orang-orang yang dikatakan sebagai “Ulaika Yarju Rahmatallah” yaitu orang-orang yang betul-betul mengharapkan Rahmat Allah. Maka Nabi SAW katakan mahfum : “Saya tidak pernah melihat orang yang mengejar Surga ini tidur dan saya tidak pernah melihat orang yang lari dari Neraka ini tidur” .

Dicontohkan seperti :

Contoh I :

“seseorang yang letih karena pagi dia mengajar, siang dia mengojek, malam dia satpam, sehingga ketika selesai tugas sampai dirumah dia hendak tidur dikamar rumahnya tiba-tiba ada api menyala sehingga dia teriak-teriak api, terbelalak tidak bisa tidur. Ia terkaget sehingga hilang rasa ngantuknya, karena ada rasa panik takut terkena oleh sengatan api. Padahal sebelumnya dia dalam keadaan super letih dan tidak bertenaga. Namun ini hanya dengan api dunia saja, dia bisa ketakutan, panik, sehingga menghilangkan rasa ngantuk. Bagaimana jika dia mengetahui Panasnya dan Penderitaannya terkena siksa api neraka.”

Contoh II :

“Seorang suami yang baru menikah muda datang dalam keadaan super letih dari kerja, sampai dirumah istrinya menyambut dalam keadaan sudah bersolek, makanan dan kopi sudah tersedia, lalu dipijitin. Maka si suami ini melihat keadaan seperti ini langsung bangkit gairahnya sehingga hilang rasa ngantuk dan letihnya. Ini baru kenikmatan dunia bagaimana kenikmatan di surganya Allah.”

Jadi betul itu kata Nabi bahwasanya beliau tidak pernah melihat orang yang mengejar surga ini dan orang yang lari dari neraka ini mengantuk, atau tidur. Allah ceritakan di dalam Al Qur’an bahwa ciri orang yang mewarisi surga ini tidur juga dia di dunia ini, bukannya tidak tidur, tetapi tidurnya adalah : “Kholilan minal Laili ma Yarja’un” , apa itu ? yaitu :

1. Sedikit tidurnya
2. Sebagian kecil dari malamnya
3. Lalu ditambah dengan kata “Ma” yaitu lebih sedikit lagi tidurnya
4. Yarja’un ini tidurnya kambing

Jadi orang beriman ini tidurnya bukan seperti kerbau, tetapi seperti kambing. Bagaimana itu tidurnya kambing ? Kambing ini tidurnya jika terdengar suara sedikit langsung bangun, kalau kerbau ada suara gak ada suara dia tidur terus. Para Nabi AS ini memelihara kambing, bahkan nabi SAW sendiri sangat menyukai kambing, untuk diambil pelajaran, meniru, daripada tidurnya kambing. Jadi orang beriman ini tidur, ketika dibangunkan atau terdengar suara adzan, langsung dia bangun, bukannya seperti kerbau, bangun dikit lalu tidur lagi. Susah bangun, disiram dengan air, terbangun lalu tidur lagi, ini kerbau namanya. Kerbau seperti ini tidak bisa masuk surga. Boleh tidur, tetapi tidurnya seperti kambing, tidak susah dibangunkan.

Jadi tadi orang yang bertakwa itu adalah orang yang senantiasa menggerakkan anggota badannya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah terutama Sholat. Ini karena kalau sholatnya sudah benar berarti benarlah seluruh perbuatan dan pergerakan anggota badannya. Jadi kalau sholatnya sudah benar pasti seluruh gerak geriknya diluar sholat juga benar. Kenapa orang susah berhenti merokok ? ini pasti dan pasti tangannya atau gerakkannya dalam sholat ini masih belum benar. Kenapa seseorang masih main kartu, main domino, pasti gerakkannya dalam sholat masih ada yang salah. “Pasti” disini adalah mutlak, bukan yang seperti kalau makan pasti kenyang, ini justru “pasti” yang tidak mutlak benar. “Pasti” dalam ilmu agama ini mutlak lebih pasti dari “Pasti” nya ilmu manusia seperti 2+2 = 4. Hasil 4 ini sesungguhnya adalah “Insya Allah” atau mudah-mudahan, tidak mutlak kepastiannya. Hasil dari hitung-hitungan ilmu pastinya manusia, dimata ilmu agama tidak pasti, karena ilmu pastinya manusia yang 4 bisa jadi 6, bisa jadi 8, tergantung kepintaran melogikakan rumus. Tetapi “Pasti” dalam ilmu agama seperti pada ayat : “Barangsiapa menolong agama Allah, Pasti Allah akan tolong dia…”, dan “Pasti” disini adalah mutlak, tidak bisa pakai “Insya Allah” atau “Mudah-mudahan” Allah tolong kamu, tidak bisa karena “Pasti” disini adalah mutlak tingkat kepastiannya. Seseorang yang benar geraknya dalam sholat ini “Pasti” tidak akan main domino, tidak akan main catur, tidak akan keliru perbuatannya, dan tidak akan meleset gerakkannya, selalu geraknya kepada yang benar dan baik. Mengapa seseorang masih melangkahkan kakinya ke arah perbuatan yang buruk, ini karena dalam sholat gerakannya masih salah, apalagi jika tidak sholat. Mungkin juga kakinya ketika sholat belum lurus, masih mencong sana sini, sehingga gerak kakinya diluar sholatpun masih kesana kemari, bergerak kearah maksiat kakinya.

Jadi ciri-ciri orang bertaqwa tadi tadi adalah dia beriman betul-betul kepada Allah, kepada yang ghaib, bukan pada yang nampak saja. Ini karena kalau hanya pada yang nampak saja yakinnya, binatang juga bisa. Orang beriman ini yakinnya pada yang tidak dilihat, yang ghaib, inilah yang membedakan antara orang beriman dengan orang yang kafir, orang beriman dengan binatang. Ayam kita panggil, ada beras simpan di gudang, ayamnya tidak lihat beras tersebut, sehingga kita panggil tidak mau ayam itu datang. Tetapi jika kita nampakkan berasnya, tanpa kita panggil akan datang ayamnya. Inilah keyakinan ayam, begitu juga dengan binatang lainnya ketika kita sembunyikan fadhilah atau makanannya, maka mereka, bintang tersebut, tidak akan mau datang. Ini namanya bukan Iman Bil Ghaib, tetapi Iman Bil Musyahadah, atau Iman dengan yang nampak. Yang membedakan seseorang dengan binatang adalah keyakinannya pada yang ghaib.

Contoh :

“Katika waktu dzuhur datang, dia mengojek, sudah mau ke mesjid, tiba-tiba orang datang minta dihantarkan ke tanah abang dengan tarif Rp. 100.000 tidak jauh dari mesjidnya. Padahal ketanah Abang dari situ cuman Rp. 10.000, tapi ini dikasih 10 kali lipatnya. Tetapi si ojek tadi bilang, “Maaf Pak ini waktu sholat, tidak bisa mengantarkan.” Si ojek tadi berkata lagi, “Kalau saya ambil uang Rp.100.000 ini berarti bapak menganggap saya ini binatang.” Jika diambil oleh si Ojek berarti si ojek ini imannya Musyahdah, hanya pada yang nampak, seperti binatang. Sedangkan yang dimesjid ini jauh lebih mahal dari yang Rp.100.000 itu.”

Jadi orang bertaqwa tadi Imannya Bil Ghoib, dan gerak tubuhnya juga benar. Maulana Yusuf berkata, “Kalau gerak badan seseorang telah dikomando oleh sholat, maka kalo sholatnya benar, berarti geraknya diluar sholatnya akan benar juga.” Pernah suatu hari beliau, Maulana Yusuf Rah.,A, sedang duduk-duduk ada orang datang membawakan makanan khidmat, terjatuh didepan beliau. Lalu beliau katakan, “Wahai saudara perbaiki sholat kamu.” Kenapa ketika melayani orang sampai terjatuh, ini berarti sholatnya belum benar. Kalau sholat seseorang ini sudah benar, ini Allah telah janjikan :

“ Innasholata tanha anil fahsyai wal mungkar….”

Artinya : “Sesungguhnya sholat itu mencegah seseorang dari perbuatan fahsya dan mungkar.”

Jadi sholat inilah yang mencegah seseorang dari perbuatan fahsya dan mungkar atau dari berbuat salah. Kalau sholat seseorang ini sudah benar, maka pasti tidak akan berbuat kejahatan lagi diluar sholat. Maka untuk menghilangkan segala kemaksiatan yang ada penting kita bawa orang kepada sholat. Bawa orang kepada sholatnya Nabi SAW, maka akan hilang segala kemaksiatan. Selama sholatnya tidak diperbaiki maka seseorang tidak akan bisa untuk meninggalkan segala kemaksiatan yang ada. Maulana Saad katakan dalam ayat :

“Wa aqimi sholah li dzikri….”

Artinya : “Dirikanlah sholat untuk mengingatku..”

Dalam ayat ini ada kata-kata “Iqoma” dan “Li Dzikri”, disini ada Masa’il dan ada Fadhoil. Kata-kata “Wa Aqimi Sholah”, dirikanlah shlat, ini adalah mashailnya. Penting kita belajar Ilmu Mashail daripada sholat, sehingga sembahyang kita tidak sembarangan. “Li Dzikri” disini agar kita dalam sholat ini membayangkan atau menghadirkan keagungan Allah. Keagungan Allah ini dapat kita pelajari dari janji-janji Allah dalam amal, yaitu Fadhoil Amal. Jadi Fadhoil Amalnya daripada sholat juga harus kita pelajari juga, baru sholat kita akan benar. Jadi sholatnya tadi betul-betul dapat menghadirkan kebesaran dan keagungan Allah. Sebagaimana gerak gerik dia dalam sholat dia betulkan sehingga pandangan, pendengaran, dan gerakannya tidak ada yang salah.

Kemudian harta yang dia gunakan sesuai dengan keinginan Allah. Sehingga ciri orang yang bertaqwa ini, sebagaimana dalam sholat ini dia tidak ingin ada gerakan yang tidak benar, maka dia tidak ingin satu senpun dari uang dia tidak digunakan untuk keinginan Allah. Uang orang yang beriman tadi karena merasa amanah daripada Allah, dia gunakan sepenuhnya menurut keinginan Allah. Dia merasa uang yang dia miliki ini bukan milik dia lagi.

Allah berfirman mahfum :

“Allah telah beli daripada orang beriman harta dan diri mereka dengan surga….”

Jadi harta yang kita miliki ini titipan, bukanlah milik kita lagi, menurut firman Allah ini bahwa harta dan diri kita ini telah dibeli Allah. Jadi karena sayangnya Allah kepada kita, maka harta ini dititipkan lagi kepada kita untuk digunakan menurut yang Allah mau, bukan yang kita mau. Inilah pentingnya sholat karena jika seseorang sholatnya sudah benar, maka gerak geriknya diluar sholat juga akan benar. Ketika dia mau menggunakan uang tadi, maka secara keseluruhan dia gunakan uang tadi menurut keinginan Allah.

Contoh :

“Seorang ustadz bertanya kepada seseorang, “Apakah Taklim hidup dirumah kamu ?” maka orang tadi menjawab, “Tidak hidup ustadz ?” si Ustadz bertanya lagi, “Kenapa tidak hidup ?” Dia jawab, “Tidak ada uang untuk beli buku taklim.” Si ustadz bertannya lagi, “Berapa harga buku taklim ?” si orang tadi menjawab, “Rp 30.000,-“ si Ustadz bertanya lagi, “kalau di foto copy berapa ?” si orang tadi menjawab, “Rp.100 per lembar” Lalu si ustadz tadi berkata, “Tadikan kamu beli rokok dua batang harganya berapa ?” si orang tadi menjawab, “Rp.1000,-“ Orang ini mampu menggunakan hartanya untuk membeli rokok yang lebih mahal dan yang akan mendatangkan mudharat untuk dia tetapi tidak dia gunakan untuk memfotocopy 10 lembar fadhoil amal untuk kepentingan taklim atau agama, inilah yang namanya penghianatan. Kata Ulama ini “Rizki Allah titipkan pada dia seribu rupiah mampu membeli rokok 2 batang, tidak bisa fotocopy 10 lembar fadhilah sholat, inilah yang namanya penghianatan terhadap rizki yang Allah berikan” Ciri orang bertaqwa tadi Allah berfirman mahfum : “Wa mimma rozaknahum yunfikun.” Rizki yang Allah beri, dia gunakan sesuai dengan keinginan Allah.

Kemudian ciri orang bertaqwa yang lain dia gunakan akal dia ini atau otak dia ini, dia sandarkan kepada ilmu atau otak kenabian, ilmunya para Anbiya AS. Banyak orang hari ini berasumsi bahwa otak umat islam sudah di “Brain wash”, Otaknya sudah dicuci, dirusak oleh cara atau sistem pendidikan orang kafir.

Contoh :

“Jika kita bertanya kepada pelajar SMA atau anak kuliahan, “Bagaimana bisa turunnya hujan ?”, lantas si pelajar tadi akan menjawab, “Hujan ini turun disebabkan karena adanya proses kondensasi, yaitu matahari bersinar kelaut, lantas air laut akan menguap berkumpul menjadi awan, lantas awan ini akan bergerak menuju suatu tempat dibawa oleh angin. Ketika dinginnnya sudah mencapai derajat tertentu, maka awan tadi akan turun menjadi hujan.” Ini adalah teknik atau seni yang dilogikakan menurut akal manusia. Sedangkan menurut Agama, bahwa Allahlah yang mendatangkan hujan dari langit. Sahabat Nabi tidak mengenal peristiwa kondensasi, yang mereka tahu yang menurunkan hujan itu siapa ? Allah. Para sahabat tidak peduli dengan peristiwa kondensasi, ada laut atau tidak ada laut, bagi mereka tidak ada masalah. Anas bin Malik RA kebunnya terletak di padang pasir yang luas, kebunnya kekurangan air, tidak ada hujan, Cukup dengan sholat 2 rakaat minta hujan, maka hujan turun hanya di kebunnya saja”

Ibnu Hadromi RA membawa rombongan ke Bahrain, termasuk Abu Hurairoh RA didalamnya. Abu Hurairoh RA berkata bahwa dia melihat keutamaan daripada amirnya. Ketika dalam perjalanan kehabisan bekal, air habis. Al Hadromi RA, sholat 2 rakaat minta kepada Allah menurunkan hujan, maka hujanpun turun. Sahabat tahu yang menurunkan hujan itu siapa ? Allah. Inilah ilmu yang perlu kita pelajari, ilmunya siapa ? Ilmunya para Anbiya AS. Orang miskin ini agar bisa meletakkan kemiskinannya, bawa mereka kepada pengorbanan. Dalam ilmu manusia untuk dapat menghilangkan kemiskinan harus dengan peningkatan dalam kebendaan dan harta. Sedangkan dalam ilmu kenabian, untuk bisa menghilangkan kemiskinan harus dengan bersedekah, berkorban, walaupun dalam keadaan miskin. Inilah bedanya ilmu Nabi dan ilmu manusia dalam menghilangkan kemiskinan. Dalam suatu riwayat Bukhori, Nabi SAW mengatakan mahfum kepada para sahabat terutama yang miskin :

“Jauhilah Api Neraka walaupun hanya dengan separuh kurma “

Note Penulis :

Maksudnya apa ? ini adalah isyarat dari Nabi bahwa orang miskin saja beliau minta untuk bersedekah, berkorban walaupun hanya dengan separuh kurma, apalagi orang kaya. Mengapa nabi meminta orang miskin bersedekah walaupun hanya separuh kurma ? ini agar hilang dari mereka sifat miskin. Apa itu sifat miskin ? selalu ingin meminta kepada mahluk, dan merasa kurang. Dengan memberi dalam keadaan miskin ini akan mendatangkan sifat Qona’ah, sifat kaya, yaitu merasa cukup dengan apa yang dia punya. Hanya orang mempunyai Qonaah dalam dirinya, sehingga walaupun dia miskin, tetapi mampu memberi kepada orang lain. Ini ada orang kaya punya kurmanya segudang, tetapi hanya mau memberi separuh kurma, ini namanya orang kaya pelit dan miskin hatinya. Orang kaya seperti ini tidak akan pernah menemukan rasa cukup dalam hatinya dan pasti akan menderita hidupnya dengan harta yang dia tumpuk.Dengan semakin banyak memberi maka akan semakin hilang sifat miskin dalam dirinya.

Di jaman nabi karena kekuatan Iman sudah sempurna, sehingga sahabat ini hanya dengan satu kurma saja mampu menutupi seluruh kebutuhan makan untuk kerja dalam satu hari. Hari ini berapa kurma kita perlukan untuk dapat kerja dalam satu hari ? inilah perbedaan Iman kita dan Sahabat RA. Jika Iman sempurna, tidak perlu kita punya banyak kurma atau banyak harta untuk bisa menyelesaikan masalah kita. Dengan Iman yang sempurna Allah akan datang keberkahan rizki dalam hidup kita. Keberkahan seperti apa ? cukup dengan satu kurma dapat menyelesaikan seluruh kebutuhan makan untuk satu hari.

Note Penulis :

Apakah mungkin kita bisa makan cukup satu hari hanya dengan satu kurma ? Allah mampu menghidupkan orang 309 tahun tanpa makan dan minum seperti kisah Ashabul Kahfi. Apalagi mencukupi kebutuhan makanan orang untuk satu hari penuh hanya dengan satu kurma, mudah saja bagi Allah, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Jadi dengan keimanan Allah mampu memberikan seseorang ini keberkahan. Apa itu yang namanya Keberkahan :

1. Jika diperlukan ada
2. Mencukupi dan tidak berlebihan
3. kecil atau sedikit tetapi dapat menyelesaikan masalah yang besar

Di dalam ilmu orang kafir ini kalau harta dibelanjakan maka ini akan berkurang, tetapi di dalam ilmu kenabian harta yang dibelanjakan dijalan Allah, atau yang disedekahkan, tidak akan berkurang bahkan bertambah. Dalam suatu riwayat dikatakan mahfum :

“Tidak akan berkurang harta yang telah disedekahkan…”

Inilah yang namanya ilmu kenabian, hanya dengan sedekah maka sifat miskin hilang, bahkan harta yang disedekahkan tidak akan berkurang tetapi bertambah. Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa :

“ Allah akan hancurkan riba dengan zakat “

Note Penulis :

Jadi semua sistem riba yang di rancang oleh orang kafir akan Allah hancurkan dengan zakat. Maksudnya sistem riba ini nanti akan hancur dengan keimanan, yaitu dengan zakat. Jadi zakat ini adalah alat yang Allah gunakan untuk menghacurkan sistem riba yang di design sedemikian rupa oleh orang kafir untuk menjauhkan umat islam dari Allah. Mau menghancurkan orang kafir, mudah saja, yaitu dengan membayar zakat. Disini seseorang ini akan menjadi kaya bukan dengan menyimpan uang tetapi dengan dizakatkan, di infakkan, dan disedekahkan. Kaya disini bukan kaya materi, tetapi kaya hati.

Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 2, Allah berfirman :

“Dzalikal kitabula roibafihi hudallil muttaqien….”

Artinya : “Kitab Qur’an ini tidak ada keraguan padanya dan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”

Al Qur’an ini adalah kitab petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Jika kita bertakwa, mempunyai ciri-ciri orang yang bertakwa, maka Allah akan bukakan kepada kita rahasia Al Qur’an. Di dalam Al Qur’an ini ayat-ayat seperti surat Al Baqarah ayat 1, Alif Lam Mim, ayat muttawattir, artinya ulama sepakat bahwa hanya Allah yang tahu. Maksudnya apa ? kalau kita ingin dibukakan oleh Allah rahasia-rahasia Al Qur’an ini, maka kita harus berani mengatakan :

“Ya Allah saya ini bodoh tidak tahu apa-apa, sedangkan Engkau sumber Ilmu dan Maha Mengetahui segala-galanya, maka ajarkanlah kami dan beritahukanlah kepada kami apa-apa yang kami tidak ketahui.”

Kalau mau diberitahu oleh Allah kita harus jantan mau mengakui bahwa kita ini bodoh dan tidak tahu apa-apa di hadapan Allah. Jika kita mau mengakui kebodohan kita dihadapan Allah, mereasa tidak tahu, dan ingin tahu, lalu buat usaha untuk mencari tahu, barulah Allah akan bukakan rahasia-rahasia Al Qur’an kepada kita. Jangan kita menjadi orang yang sok tahu, jika kita sudah merasa tahu dan cukup dengan apa yang kita punya, maka dalam suatu riwayat dikatakan Allah akan tutup pintu-pintu keilmuan untuknya. Maksudnya selama seseorang sudah merasa tahu dan cukup dengan ilmunya, maka Allah akan tutup pintu-pintu ilmu sehingga ilmunya tidak dapat meningkat atau bertambah. Sebagaimana kita mengakui kepada Allah tentang kebodohan kita, dan ketidak tahuan kita, maka pengakuan ini juga berlaku atas harta, jabatan, anak, istri, toko, dan keduniaan yang kita miliki. Kita harus merasa tidak tahu arti dan makna dari semua keduniaan yang kita miliki dari manfaat dan mudharatnya. Kita harus berkata :

“Ya Allah saya tidak tahu manfaat dan mudharat dari keadaan dan kebendaan yang saya miliki, sebagaimana saya tidak tahu apa itu manfaat dan mudharat dari istri saya, anak saya, harta saya, rumah saya, toko saya, perdagangan saya, dan lain-lain. Hanya engkaulah yang mengetahui manfaat dan mudharat dari semua ini, maka beri tahukanlah kepada kami manfaat dan mudharat dari semua ini.”

Maka nanti Allah akan ajarkan kepada kita kemampuan untuk mengetahui antara yang haq dan yang bathil, antara yang halal dan yang haram. Namun untuk bisa dibukakan rahasia-rahasia ini, maka kita harus maksimalkan kemampuan kita untuk mencapai derajat ketakwaan. Ini karena Al Qur’an ini diperuntukkan hanya bagi orang-orang yang bertakwa. Maka untuk sampai ke derajat taqwa ini penting kita perbaiki daripada mutu sholat kita. Sahabat ini sholatnya mampu menghadirkan ketaqwaan kepada Allah dalam sholat. Sehingga konsentrasi sholat mereka mampu menghilangkan segala gangguan yang dapat mengganggu sholat mereka dan hanya melihat Allah saja dalam sholatnya.

Contoh Sholat I :

Sholat Ali bin Abi Thalib RA, ketika beliau terpanah pahanya, beliau RA meminta sahabat mencabut panahnya ketika sedang sholat. Ketika dicabut dalam sholat, selesai mengucapkan salam, Ali RA tidak menyadari atau mengetahui bahwa panah tersebut telah tercabut dari panahnya. Ini dikarenakan kekuatan sholat Ali ini, kekhusyuannya dihadapan Allah dapat menghilangkan segala sesuatu selain Allah saja yang nampak dalam sholatnya. Inilah derajat ketakwaan sholatnya Ali RA.

Contoh sholat II :

Ada juga sholatnya Umar RA yang dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Umar RA ketika sholat mampu menggunakan kebersamaannya dengan Allah dalam sholat untuk mengatur strategi perang. Disini Umar RA menggunakan momentum sholat untuk mengatur strategi perang bersama Allah. Ini karena derajat ketaqwaan Umar RA yang mampu merasakan kehadiran Allah di dalam sholatnya, sehingga dia gunakan momentum ini untuk mengatur strategi perang bersama Allah. Asbab ketaqwaan Umar RA ini, jangankan didalam sholat, diluar sholatpun, syetan jika melihat bekas jejak langkah kaki Umar RA sudah lari terbirit-birit.

Mana yang lebih baik antara sholat Ali RA dan Umar RA ? jawabnya dua-duanya baik. Yang tidak baik adalah ketika dalam sholat yang kita ingat adalah selain Allah yaitu keduniaan. Sehingga sahabat ini merasa kalau mereka ingat selain Allah dalam sholatnya maka dia merasa sholatnya ini tidak ada nilainya, rusak semuanya. Sehingga ada seorang sahabat asbab dia terkesan dengan kebunnya ketika sholat, akhirnya kebunnya itu dia infakkan seluruhnya kepada Nabi SAW untuk digunakan di jalan Allah. Inilah ketaqwaan sahabat di dalam sholat mereka.

Jadi bagaimana ciri-ciri orang bertaqwa itu bahwa dia senantiasa menggunakan hartanya ini sesuai dengan perintah dan keinginan Allah Ta’ala. Kalau yang namanya orang bertaqwa ini, jangankan untuk berbuat maksiat, untuk keperluan dia saja sudah takut untuk menggunakannya. Dalam suatu mahfum hadits dikatakan :

“ Bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kemampuan kamu.”

Tetapi awas disini, dan perlu kita hati-hati dalam menafsirkan hadits disini. Maksud dari bertaqwa kepada Allah sesuai dengan kemampuan itu tidak sama dengan sesuai dengan kemauan. Hari ini banyak orang mengamalkan agama semaunya, menurut kemauannya, bukan kemampuannya. Jadi orang bertaqwa ini harus dengan kemampuan, bukan dengan kemauan dia saja. Beda antara orang yang beribadah dengan kemampuan dan kemauan. Kalau orang beribadah dengan kemampuan dia yang dimaksimalkan, inilah yang namanya Taqwa. Jika dia bertaqwa dengan kemampuan dia barulah Nusroh Allah akan turun. Tetapi jika kita beribadah menurut kemauan kita, maka pertolongan Allah tidak akan turun. Selama dia mengerjakan ibadah dan ketaqwaan ini dengan memaksimalkan kemampuannya baru akan datang petunjuk dan pertolongan dari Allah.

Contoh :

Jika kita diberi pertanyaan apakah sholat dirumah sah apa tidak ? menurut fiqih agama itu sah-sah saja. Sembahyang di rumah nilainya cuman 1 derajat, sedangkan di mesjid 25 derajat. Jika 10 hari maka derajat orang yang sholat di mesjid adalah 25 derajat x 5 waktu x 10 hari = 1250 derajat, sedangkan yang sholatnya dirumah adalah 1 derajat x 5 waktu x 10 hari = 50 derjat. Orang yang lebih memilih sholat di rumah dibanding sholat ke mesjid ini adalah orang yang bodoh dan sombong, bukanlah orang yang bertaqwa. Inilah makanya dalam suatu mahfum hadits dikatakan ingin rasanya Nabi SAW ini membakar rumah-rumah orang yang sholat dirumahnya. Sudah dikasih derajat yang lebih tinggi dengan sholat ke mesjid malah milih sholat dirumah.Dan dalam mahfum hadits yang lain dikatakan, andaikata orang munafik itu tahu keutamaan sholat di mesjid pada waktu subuh dan isya, maka mereka akan bela-belain walaupun dalam keadaan merangkan-rangkak untuk dapat ke mesjid. Ini karenakan orang munafik di jaman Nabi saja sudah sholat 3 waktu ke mesjid yaitu dzuhur, ashar, dan maghrib. Kini karena ketaqwaan sudah hilang dari umat, jangankan 3 waktu, hampir 5 waktu kini banyak mesjid kosong dari jemaah. Jadi kita sudah mengalami degradasi ketaqwaan, lebih parah dari kemampuan untuk sholat berjamaah orang-orang munafik di jaman Nabi.

Contoh II :

Hari ini ketika adzan mengumandang, lalu kita ajak orang untuk sholat ke mesjid jawabnya apa, “Saya sholat dirumah saja deh, kan haditsnya beribadahlah kamu menurut kemampuan kamu. Jadi saya mampunya masih sholat dirumah” Inilah alasan mereka ketika diajak untuk sholat ke mesjid. Padahal kakinya ada, tidak lumpuh, matanya ada bisa melihat, kupingnya ada bisa mendengar. Bahkan dijaman Nabipun orang buta kalau dia bisa mendengar suara adzan tetap diminta Nabi untuk pergi ke mesjid, walaupun dia buta, apalagi orang yang sehat dan tidak ada cacat. Jadi ketika dia mampu untuk pergi ke mesjid tetapi dia milih untuk sholat dirumah, berarti orang ini sholat berdasarkan kemauan bukan kemampuan. Dia mau sholat dirumah, semaunya dia, sedangkan maunya Allah ini agar dia sholat di mesjid. Bukanlah dia seorang laki-laki kalau sholat dirumah, karena hanya seorang perempuan yang sholat dirumah, laki-laki sholat dirumah ini banci namanya. Dalam Al Qur’an ini yang sholat berjamaah ke mesjid ini adalah laki-laki. Kalau perempuan mau sholat ke mesjid prasyaratnya banyak, makanya perempuan ini dianjurkan sholatnya dirumah, laki-lakinya yang ke mesjid. Jadi orang seperti ini menafsirkan hadits bukan dengan tafsir Jallalain, tetapi namanya Tafsir Jalan Lain, ngaco tafsirnya. Tafsir Jallalain itu yang bener, yaitu sholat di mesjid berjamaah, bukan tafsir jalan lain yaitu sholat menurut kemauan bukan kemampuan.

Contoh III :

Seseorang mampu untuk sholat tahajjud sebanyak 8 rakaat dan ditutup witir 3 rakaat, dia mampu. Tetapi dia malah memilih tahajjud 2 rakaat lantas tidur. Ketika ditanya kenapa tahajjud hanya 5 menit saja, atau 2 rakaat saja, dia jawab “Layukalifullahu Nafsan Illawusaha” artinyakan Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Bukan ini tafsirnya, salah tafsirnya, dia menggunakan tafsir jalan lain, bukan jallalain. Allah tahu kemampuan kita ini berapa, misalnya Allah mampu kemampuan sholat kita ini sekian rakaat, tetapi karena manunya dia 2 rakaat, ya sudah tutup buku. Bahkan kemampuan tadi kalau tidak diasah, ditingkatkan, harus dilatih terus, maka lama kelamaan akan hilang kemampuannya karena lemas atau tidak berdaya oleh kemauannya. Seperti seseorang mengangkat beras kemampuannya bisa mengangkat sapi 100 Kg beras, tetapi karena tidak dilatih, mengangkat yang 20 Kg saja sudah teler dia. Padahal kalau dilatih dari mengangkat 10 Kg, lalu meningkat 20 Kg, ternyata karena dilatih mampu mengangkat 100 Kg sebenarnya dia.

Jadi inilah tujuan Dakwah ini diantaranya adalah untuk menggali potensi yang ada dalam diri kita, menggali kekuatan kita. Mampu kita sebenarnya pergi keluar di jalan Allah, tetapi potensi ini terpendam, karena tidak digunakan. Jadi kita melatih diri kita untuk mencapai daripada batas akhir kemampuan, bukan daripada kemauan. Kemampuan ini yang bagaimana ? Allah firmankan dalam Al Qur’an :

“Walladzinajahadu fina lanahdiyannahum subulana…”

Artinya : “Barangsiapa bersungguh-sungguh (bersusah payah, berjuang untuk agamaku), maka pasti akan kami bukakan pintu-pintu menuju kami…”

Jadi dalam ayat ini jika ulama yang ahli nahwu, maka ada 12 derajat pasti, minimal 3 kali pasti. Maksudnya dalam ayat ini adalah barangsiapa bermujahaddah, bersusah payah, bersungguh-sungguh, bekerja melaksanakan perintah Allah tadi dengan sesuai dengan batas akhir kemampuan dia tadi, maka “Pasti”, minimal 3 pasti, akan kami bukakan jalan-jalan Hidayah untuk menuju Allah. Siapa yang akan Allah berikan Hidayah tadi ? yaitu siapa saja yang betul-betul bermujahaddah dibatas akhir kemampuan dia untuk mentaati Allah.

Maka Syekh Abdul Wahab, Amir Pakistan, berkata bahwa :

“Siapa saja yang bekerja, bermujahaddah, dalam ketaatan kepada Allah, sampai batas terakhir kemampuan dia, maka nanti apa yang dia tidak mampu akan Allah sempurnakan.”

Jadi bila seseorang sudah bekerja atau berbuat sampai batas akhir kemampuan dia, maka nanti yang dia tidak mampu akan Allah sempurnakan kerjanya. Bahkan semakin hari kemampuannya akan semakin ditingkatkan oleh Allah.

Contoh I :

Seorang Petani dalam menanam di pertaniannya, apa kemampuannya, atau apa yang bisa dia lakukan semampunya ? yaitu menggali tanah, menanamkan biji, kasih pupuk, dan kasih air, kasih pagar, ini saja kemampuan petani. Petani mampu tidak untuk menumbuhkan pohon, atau tumbuhan, atau padi ? Yang memberi warna pada Apel ini supaya menjadi merah itu siapa ? yang memberi rasa itu siapa ? apakah petani mampu memberi warna dan memberi rasa ? Tidak, ini semua kerja Allah. Tetapi Allah ini ingin lihat batas akhir kemampuan petani itu dimana. Ketika petani sudah bekerja sampai batas kemampuan yang terakhir : dia gali tanah, dia tanam biji, diberinya pupuk, dan disirami setiap hari seperlunya, kasih pagar, dan tiap hari dia kontrol, inilah batas kemampuan terakhir petani. Ketika petani telah memberikan pengorbanan sampai batas terakhir daripada kemampuannya, maka apa yang petani yang gak mampu, Allah sempurnakan. Seperti : mendatangkan panas yang cukup, hujan yang cukup, menumbuhkan padi atau pohon, mengeluarkan buah, memberi rasa manis, ini semua kerja Allah menyempurnakan apa yang tidak bisa dilakukan petani tadi. Ini semua dengan syarat petani tadi bekerja sampai batas akhir kemampuan.


Contoh II :

Ada petani konyol dan bodoh, berkata : “Sudah Tawakkal saja, lempar aja bijinya, katanyakan : “wamai yatakilloha yaj’alahu makhroja. Wayarzukhu min haisu la yahtasib” artinya : “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.” Jadi petani konyol ini menafsirkan ayat ini, untuk santai saja, semuanya itukan sudah ditangan Allah, sedangkan dia tidak memaksimalkan kemampuannya. Tahu-tahu akhirnya yang tumbuh malah ilalang, semak belukar, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apakah petani yang macam ini mau menyalahkan Allah ? padahal dia belum lakukan kerja apa-apa. Katanya, “Rezekikan ditangan Allah, jadi terserah Allah. Dikasih syukur gak di kasih yah buat apa diusahakan ?” Ini bodoh namanya. Dia tidak mengerjakan apa-apa, tetapi berharap pada Allah. Ini seperti orang yang mau punya anak tetapi tidak mau kawin.

Note penulis :

Ini Petani goblok namanya, dia tidak mengerti maksud dari ayat ini. Dia pikir Allah ini pembantu bisa seenak-enaknya disuruh-suruh, sementara dia santai-santai saja. Dia mengharapkan Allah untuk mananam bibit, lalu menumbuhkannya, dan memberikan hasil yang maksimal, tanpa dia buat usaha. Inilah yang namanya kebodohan. Maksimalkan kemampuannya dulu baru Allah kasih hasil yang layak dan sesuai dengan pengorbanan dan kemampuannya. Lakukan dulu apa yang kita mampu sampai batas akhir kemampuan kita, nanti Allah akan melengkapi apa yang kita tidak mampu.

Banyak yang bilang, “Bukankah rizki dan hidayah ditangan Allah. Terserah Allah mau memberikan hidayah atau rizki atau tidak. Kalau Allah inginkan saya keluar, maka saya keluar. Jika Allah tidak inginkan, ya gak tahu ?” Ini kebodohan namanya. Jangan kita menafsirkan Al Qur’an ini dengan Jalan Lain, tetapi harus dengan tafsir Jallalain.

Kargozari Mubayyin :

Ketika di Airport, saya bertemu dengan seseorang dan berkata kepada saya, “Ustadz, saya ini dulu pernah ikut rombongan ustad ini. Sekarang sudah tidak bisa lagi. Bahkan sholatpun kini sudah dikerjakan, karena boss saya ini Cina (non-muslim), jadi tidak ada toleransi dalam jam kerja dan waktu sholat.” Jadi saya katakan kepadanya, “Baik, kalau begitu keadaannya, sekarang sampai jam berapa anda kerja ?” dia jawab, “Saya ini kerja dari jam 8 pagi, sampai jam 5 sore, sehingga sholat dzuhur dan ashar susah saya kerjakan.” Lalu saya katakan, “Kalau begitu sholat subuh, maghrib, isya, andakan lepas hubungan dari dia (bossnya). Jadi yang mampunya anda sekarang ada di subuh, maghrib, dan isya. Ini kemampuan yang pertama dulu. Jika dzuhur dan ashar, anda ditekan oleh boss, jadi untuk tahap awal kerjakan sholat yang tanpa ada tekanan dari boss anda dulu yaitu : sholat subuh, maghrib, dan isya. Ini yang kamu mampu dulu untuk tahap pertama. Kerjakan sholat yang mampu ini dengan baik. Lalu yang tidak mampu bagaimana caranya ? untuk saat ini masih dalam tekanan yaitu sholat dzuhur dan ashar. Maka jika anda kerjakan yang mampu tadi dengan baik, nanti yang tidak mampu kamu terus berusaha sesuai dengan batas kemampuan kamu, dan berdo’a kepada Allah. Nanti Allah mampukan apa yang kamu tidak mampu.” Tetapi jika yang mampu saja tidak dikerjakan : subuh, maghrib, isyanya juga tidak dikerjakan, maka sampai matipun tidak akan Allah mudahkan.

Jadi dalam kemampuan ini apa yang mampu dikerjakan, kita kerjakan dulu. Tetapi kita terus berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan. Maka dalam Ushul Dakwah ini :

1. Tugas Pertama : “Qobul Al Maujud”
artinya : ”Terima dulu yang ada”.

2. Tugas Kedua : “Matarkiyatil Marbu”
artinya : ”Meningkatkan Kemampuan”

Jadi yang namanya Da’i ini tidak boleh puas hanya dengan satu keadaan, tetapi dia juga tidak boleh tidak terima atau ingkar dengan keadaan yang ada. Terima apa yang ada dulu, lalu tingkatkan sampai kepada yang kita inginkan. Firman Allah : “Fattaqulloh Mastatho’tum”, jadi berimanlah kamu sesuai dengan kemampuan bukan dengan kemauan. “Layukallifullahu nafsan illa wus’aha”, Jadi Allah tidak akan memberikan beban kecuali sesuai dengan kemampuan atau kesanggupannya. Dan Allah ini Maha Tahu kemampuan seseorang ini, jangan dia bohong. Seseorang mampu sholat tahajjud 8 rakaat, tetapi dia hanya melakukan 2 rakaat dengan alasan semampunya, ini berarti dia telah berbohong dengan diri dia sendiri dan membohongi Allah. Sebagaimana sembahyangnya orang dirumah, padahal dia mampu, dengan alasan Allah tidak akan membebani dia diluar kemampuannya, ini berarti dia bohong sama diri sendiri dan bohong sama Allah. Kalau seseorang ini sudah sampai pada batas kemampuan yang terakhir, maka apa yang dia tidak mampu nanti akan Allah sempurnakan. Hari ini orang ingin berangkat ke India, Pakistan, dan Bangladesh, 4 bulan, biayanya 8 juta. Namun yang ada sekarang 5 juta saja. Jadi kemampuan dia yang terakhir berapa ? 5 juta saja. Dia tidak memaksakan, tetapi dia berusaha beramal sesuai dengan kemampuan. Kalau dia paksakan diri berangkat, berarti dia ingin menguji Allah. Sedangkan Allah tidak suka diuji. Kemarin ada seseorang dalam jemaah, agak sedikit marah pada saya (mubayyin). Tetapi saya Ikhlas saja dimarahin, karena saya suka marah juga sama orang. Tetapi marahnya ini galak bukan emosi, tetapi galak saja. Jadi setelah ditafakkud kesiapan dia untuk berangkat, ternyata kita sudah mengkaji biayanya tidak cukup. Lantas dia marah dan berkata, “Ustadz buat apa sih targhib-targhib orang masalah Yakin, ternyata masih menanyakan kepada kami masalah duit cukup atau tidak. Jangan bicara-bicara Yakin kalau masih nanya-nanya lagi masalah duit cukup atau tidak.” Mendengar ini saya sebagai ustadz yang suka mentarghib masalah Yakin ini terpukul juga mendengar jawaban dia. Kita ini harus sabar dalam dakwah ini, tidak boleh emosi dan gunakan nafsu saja, apalagi ketika menemukan keadaan yang seperti ini. Lalu saya katakan kepadanya, “Kami juga pernah bertanya mengenai perkara yang demikian, bukan saya yang bertanya, tetapi Mufti Zainal Abidin bercerita.”

Ceritanya apa :

Jadi ketika Mufti ini memberikan bayan tentang Iman dan Yakin ini sudah seperti keyakinannya sampai kelangit. Lalu ada orang bertanya kepada Mufti Zainal Abidin di airport, “Mufti kenapa sih bayannya kuat sekali mengenai perkara Yakin ini, tetapi ketika keluar orang ditanya lagi masalah kesiapan duitnya, ditafakkud lagi dan lagi kayak gak ada keyakinan aja ?” Inikan seakan-akan bertentangan antara yang Mufti bayankan dengan prakteknya. Apalagi katanya ketika tim taskil berkata, “Jangan lihat kantong, jangan lihat kantong, lihat saja kekuasaan Allah yang tanpa batas.” Tetapi setelah ditafakkud, ditanya juga berapa yang ada di kantong. Maka Mufti Zainal Abidin berfikir sejenak, lalu pandangannya tertuju pada landasan airport yang ada pesawatnya. Dia lihat disana ada pesawat yang besar seperti Boeing 747 itu terbangnya harus hebat, cepat, mantap, dan stabil. Namun sebelum terbang, pesawat ini ada di parkirannya. Pesawat ini ditarik dengan mobil, dibimbing, diposisikan dulu biar pas letakknya. Ditarik mundur dulu dari parkirannya, dibelokkan, baru ditarik maju menuju runaway, tempat lepas landas. Melihat hal ini, Mufti Zainal Abidin katakan, “Coba lihat itu pesawat, dia bisa terbang kelangit, tetapi sebelum terbang, pesawat ini ditafakkud dulu kesiapannya sebelum pesawat ini diletakkan di runaway itu untuk lepas landas. Apa yang ditaffakkud dari : mesinnya, pilotnya, alat-alatnyta, mobil tariknya, dan lain-lain. Sampai pada mobil yang membimbing pesawat ini dipersiapkan hingga ada pada posisi yang di inginkan untuk siap terbang.” Lalu Mufti katakan, “Kamu itu mau seperti itu, di targhib siap terbang, tetapi terbangnya ngaco, malah membahayakan orang lain, ibarat pesawat tidak ikut tafakkud tahu-tahu meleset, mesin rusak atau posisi terbang salah sehingga malah tabrakan. Ini karena tidak ditafakkud dulu sebelum terbang. Jadi untuk mempersiapkan pesawat agar bisa terbang ini, perlu di tafakkud dulu hingga sampai pada kesiapan yang cukup layak untuk terbang. Baru nanti terbangnya mantap, stabil, tidak membahayakan, cepat, dan lancar.” Begitu pula kita, sebelum kita berangkat untuk mendapatkan keyakinan yang sempurna ini, ditafakkud dulu, duitnya berapa, biar tidak ngaco nanti terbangnya. Ini bukannya bertentangan dengan keyakinan, tetapi untuk meletakkan diri kamu di runaway tadi seperti pesawat. Jadi tafakkud ini untuk mempersiapkan keyakinan kita agar diletakkan dengan benar pada tempatnya, seperti membenarkan letakknya pesawat ini di runaway agar siap terbang. Nanti kalau Iman ini sudah sampai di runaway, sudah sampai pada level layak untuk terbang, gak perlu lagi di taffakkud. Masyeikh ini setiap 2 tahun pergi haji, mana ada orang yang datang kepada Syeikh Abdul Wahab, berapa tafakkudnya ? apa kesiapannya ? berapa uang dibawa untuk pergi haji ? cukup atau tidak ? tidak ada ceritanya syekh Abdul Wahab di taffakkud seperti itu. Ini karena para Masyeikh sudah meletakkan diri mereka pada jalan yang sudah tinggal siap terbang saja. Keyakinan mereka sudah sampai kalau terbang ini tidak akan menyusahkan orang lagi, seperti terbangnya pesawat yang tinggal lepas landas dari runaway tadi, tidak akan nabrak-nabrak.

Ada kisah tentang Nabi Isa AS ketemu Iblis LA, cerita ini agar kita ini tidak meniru iblis tadi. Bahaya kalau kita ikuti jejak Iblis, masuk neraka nanti akhirnya. Dakwahnya Iblis ini kuat, sebagaimana Dakwahnya Nabi. Kehebatan Iblis ini adalah Keikhlasannya. Jadi Nabi Ikhlas dan Iblispun juga Ikhlas, sama-sama Ikhlas. Cuman yang satu mengajak ke Surga, dan yang satu mengajak ke Neraka. Iblis gak pernak mengajak orang supaya dia, iblis ini, menjadi gubernur atau bupati, ketua partai, atau presiden, tidak ada. Tetapi murni mengajak orang agar masuk kedalam neraka bersama dia, itu saja, tanpa ada embel-embel lain. Dia, Iblis ini, tidak mau apa-apa dari dunia ini selain orang ikut sama dia ke neraka saja, sudah cukup itu saja bagi dia. Inilah dakwahnya Iblis, ikhlas tidak minta apa-apa, hanya ingin manusia masuk neraka saja. Jadi kalau Da’i ini masih mengharapkan sesuatu dalam dakwah berarti lebih goblok dari iblis. Kalah oleh Iblis dalam hal keikhlasan, bagaimana akan bisa menang. Iblis berkata kepada Nabi Isa AS, “Wahai Isa tahukah kamu bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan itu adalah Allah”, Isa bilang, “Ya tahu saya itu, dan yakin sekali.” Lalu Iblis berkata kepada Isa AS, “Sekarang kamu naik ke gunung, nanti kalau engkau sudah sampai dipuncaknya sana, kau lompat. Untuk membuktikan keyakinan kamu, bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Allah.” Sekarang coba posisikan diri kita seperti Nabi Isa AS. Seandainya ada karkun 4 bulan IPB, baru pulang lagi Jos, di tempatkan dalam keadaan seperti Nabi Isa tadi bagaimana ? kita di targhib Iblis masalah keyakinan seperti Nabi Isa, apa yang akan kita lakukan ? Kita diminta Iblis untuk naik ke atas gedung lalu kita disuruh lompat, iblis nantang, kan kita sudah yakin katanya bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Allah. Bagaimana ? berani atau tidak kita menjawab tantangan iblis tadi ? apa kata iblis ini misalnya kepada kita, “Kamu ini bicara yakin-yakin sekarang coba tantang kereta api yang lagi jalan, kamu tunggu di rel.” Berani tidak kita ? untuk membuktikan bahwa hidup dan mati ini ditangan Allah. Tetapi apa jawab Nabi Isa ketika ditantang oleh Iblis seperti ini, “Wahai Iblis, yang berhak menguji itu Allah. Bukan kamu.” Allah yang menguji hamba, atau hamba yang menguji Allah ? Jelas disini Allahlah yang berhak menguji hambanya, bukan hambanya yang menguji Allah. Misalnya diatas gunung tadi ada orang yang sedang mengembalakan kambing. Dibawah gunung tadi ada sekelompok da’i melihat hal itu, sehingga mereka bermusyawarah memilih orang untuk naik ke atas gunung untuk mendakwahkan islam kepada si pengemala kambing tadi. Maka karkun yang terpilih tadi berdasarkan musyawarah, pergi naik ke gunung, dalam perjalan dia terpeleset, jatuh ke jurang, maka matinya adalah mati syahid. Tetapi kalau kita ikut kemping, pramuka, naik ke gunung, jatuh ke jurang, mati, ini namanya bukan mati syahid, tetapi mati sangit. Walaupun dia seorang karkun 4 bulan, mau menguji Allah, lompat dari gunung, maka perintahnya adalah orang Alim tidak boleh mensholati jenazahnya. Jadi kalau ada orang mati bunuh diri, perintahnya orang Alim jangan sholat, biar orang-orang awam saja yang mensholati. Kalau tidak di sholatkan sama sekali, berdosa semuanya, tapi yang menyolatkan jangan orang yang terkemuka seperti Ulama, Bupati, Tokoh masyarakat, cukup orang awam saja. Jadi kalau dia terjun lalu mati ini dia menguji Allah, tetapi jika dia naik karena dakwah, lalu terjatuh, ini dia diuji Allah namanya.

Jadi orang yang tadi hendak pergi ke IPB (India, Pakistan, Bangladesh), taffakkudnya 8 juta. Orang ini punya uang 10 juta, 2 juta untuk istri, dan 8 juta untuk berangkat. Lalu sampai di Malaysia ini duitnya hilang, berarti dia ini diuji Allah. Maka tetesan air mata dia ini lebih disukai oleh Allah, dan mendapat pertolongan Allah. Ada orang punya duit 100 juta, bawa duit 5 juta, di tafakkud, dia bilang udah gak usah takutlah. Tim taskil bilang, “Apa yang menyebabkan anda tidak punya duit memaksakan diri ?” dia bilang, “Tidak usah tanya-tanya saya.” Sampai di Malaysia punya duit tinggal 3 juta. Di Malaysia kata Amir rombongan kumpul uang buat khidmat, dengan alasan Iqrom tidak usah ditentukan, ada orang yang memasukkan uang ke dalam sorban minim sekali, ada yang hanya memasukkan tangan saja. Orang macam ini adalah pendusta dan pengkhianat. Orang seperti ini bukanlah seorang Da’i tetapi pengkhianat, makan duit orang, copot saja jadi amir, kembalikan ke markaz. Tidak ada kerja dakwah yang macam itu, kalau uang habis, pulang saja, kerja lagi, jangan menipu teman-teman dia. Menipu dengan alasan agama, targhib tentang pentingnya Iqromul Muslimin.

Kargozari :

Ada jemaah pergi dengan taffakud Rp. 200.000, - untuk 40 hari. Tetapi baru 4 hari jalan sudah pulang. Ditanya kenapa pulang, dia bilang, “Duit habis.” Ditanya lagi, “Kenapa habis ?”, dia bilang, “Habis Amir shaf targhib kita harus Iqrom kepada saudara-saudara kita. Sehingga saya harus kasih 50 Ribu setiap hari. Jadi 4 hari sudah habis.” Lalu ditanya lagi, “Yang lain bagaimana setorannya ?” dia jawab, “Cuman masukkan tangan saja.”

Padahal Allah sudah memberikan garisan :

“ Watujahiduna fisabillillahi bi amwalikum wa anfusikum…”

artinya : “Berjuang di jalan Allah dengan harta dan diri kamu sendiri….”

Berarti orang seperti ini, yang memanfaatkan orang lain dengan alasan agama, telah menipu orang. Penipu macam ini tidak akan bisa berhasil dalam kerja agama. Justru penipu-penipu macam inilah yang merusak kerja agama, merusak kerja Nabi SAW. Orang macam ini tidak mau ditaffakkud, tetapi mau menipu dengan alasan agama.

Kargozari :

Kemarin ketika saya di Cianjur, saya ditanya oleh seseorang, “Ustadz boleh tidak berpuasa ketika keluar di jalan Allah ?” lalu saya katakan, “Mengapa tidak boleh ? silahkan saja puasa. Bahkan ada jemaah masturoth dari pakistan dapat Visa 2 bulan, tidak bisa diperpanjang lagi. Mereka ke Singapore, selama disana lebih kurang 2 minggu, mereka berpuasa, suami-istri. Sehingga mereka bisa dapat Visa lagi. Jadi silahkan aja berpuasa. Tetapi dengan catatan jangan makan benda yang haram dalam puasa.” Dia bertanya, “Maksudnya benda haram bagaimana ?”

Contohnya saya berikan :

Kumpul duit Rp.3000,- satu hari. Nanti pada waktu sahur bilang sama Khidmat, “Besok saya mau puasa, tolong beli 2 bungkus supermie.” Lalu dibelikan supermie 2, berapa harganya ? Rp. 2000. Ditambah lagi telor 3, Rp. 3000,-. Nanti mau buka minta dibelikan kurma dengan alasan sunnah Nabi SAW, jadi dibeli kurma ½ Kg harganya Rp. 10.000,-. Sementara dia nyetor duit istima’i Rp.3000,- sedangkan makannya untuk puasa saja Rp.15.000,-. Ini berarti Puasa dia tidak diterima oleh Allah Ta’ala, karena puasa memakan benda yang haram. Benda haram apa ? Uang teman dia dimakan untuk menutupi ongkos puasa dia. Kalau mau puasa jangan memesan melebihi target daripada uang yang di setor untuk istima’iyat. Jadi kalau mau puasa, berikan uang kepada khidmat yang diluar budget istima’iyat, secara infirodhi dengan uang dia sendiri mencukupi keperluan dia puasa. Atau orang khidmat Iqrom, menggunakan uang dia sendiri untuk menyenangkan temannya yang sedang berpuasa, dengan keikhlasan dia, bukan makan uang Istima’iyat.

Jadi usaha agama ini adalah untuk meletakkan diri kita pada runaway seperti pesawat yang akan lepas landas. Jadi apa yang mampu, kita usahakan, lalu seiring waktu kita tingkatkan lagi pengorbanan. Jadi kalau ada orang cuman ada 5 juta untuk pergi ke IPB, tidak mencukupi taffakkudnya, maka keluar saja jalan kaki di dalam negeri, atau 4 bulan dalam negeri. Jangan sampai taffakkud tidak cukup ke IPB, malah tidak keluar sama sekali, padahal dia mampu mencari jalur alternatif.

Nabi SAW katakan mahfum :

“ Sesuatu yang tidak bisa dicapai itu, jangan ditinggalkan semuanya…”

Kalau buat kerja dengan ketaqwaan yang sudah sampai disana, barulah fadhilah dari orang bertaqwa ini akan Allah beritahukan :

“Wamai yatakilloha yaj’alahu makhroja. Wayarzukhu min haisu la yahtasib”

artinya : “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.”

Jadi nanti Allah berikan jalan keluar kepada orang bertaqwa tadi, jika ketaqwaannya sudah sampai disana, yaitu dibatas ketaqwaan yang Allah kehendaki, dan akan mendapatkan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah berfirman : “Inta takulloh yaja’alahu furqon…”, maksudnya apa ? jadi semakin dia bertaqwa nanti Allah akan berikan dia petunjuk yang hebat sehingga dia dapat membedakan mana yang haq dan yang bathil. Ini kalau kita sudah memilih jalan ketaqwaan. Kalau kita sudah mencapai derajat ketaqwaan tadi baru datang pertolongan Allah. Jadi orang yang sholat dirumah tadi tidak bisa mendapatkan pertolongan Allah.


Jalur ini ada yang namanya :

1. Fatwa Jalan yang paling ringan atau Minimum Requirement
2. Taqwa Amal yang terbaik atau batas akhir kemampuan untuk beramal

Kargozari :

Ada seseorang bertanya kepada saya, “Pak ustadz, apakah fatwanya untuk merokok ini, haram atau makruh ?” Jadi saya jawab, “Fatwa yang levelnya paling rendah ini, bagi Iman yang paling rendah, adalah Makruh. Kalau yang Imannya keblinger, Iman yang kacau, rokok ini halal. Bahkan ada yang bilang bahwa rokok ini wajib lagi, Na’udzubillah min dzalik. Hampir saya tampar orang yang mengatakan rokok ini wajib kepada saya.” Jadi ketika selesai bayan orang ini bertanya kepada saya, “Rokok ini haramkah, makruhkah, wajibkah ?” lalu saya bilang, “Adik (karena lebih muda dari saya jauh), baru kali ini saya dengar rokok ini wajib, darimana dalilnya ?” Kata dia, “Sopir bis antar kota ini yang perokok kalau dia menyetir, sambil merokok, maka dia akan tegar dan penumpang bisa selamat semua. Tetapi kalau dia tidak merokok, bisa mengantuk, lalu mobil bisa tabrakan nantinya karena tidak tegar, dan penumpang bisa celaka. Jadikan wajib jadinya ngerokok itu.” Lalu saya jawab,”Itu supir mana dulu, saya ada pengalaman supir dari suatu daerah ini, kalau dia nyetir agar bisa terjaga dia minum Khamar, Brandy atau Bir. Kalau dia minum Brandy itu, 3 hari 3 malam dia bisa nyetir, tegar dan tidak ngantuk, artinya penumpangkan bisa selamat. Kalau tidak minum, bisa hilang ketegaran, jadi suka ngantuk-ngantukan, mobil bisa celaka, penumpang bisa tidak selamat. Kalu gitu minum Khamar ini atau Brandy ini, wajib atau tidak dalam kondisi seperti ini ?” Dia bilang, “Bukan begitu caranya stadz, jelas itu tidak boleh.” Lalu saya katakan,”Makanya otak kamu jangan di ikut-ikutkan orang kafir sana, seenak-enaknya buat fatwa.” Jadi jangan sembarangan membuat-buat perumpamaan, mentang-mentang hebat ilmunya ushul fiqihnya, jangan, tidak boleh itu.

Kalau seseorang ini memilih Fatwa saja, tidak memilih jalur Taqwa, seperti contoh tadi yang mengatakan ngerokok itu makruh, maka orang seperti ini jika dia mendapatkan masalah, Allah tidak akan berikan way out, atau jalan keluar, Allah tidak akan tolong dia. Tetapi kalau orang tadi lebih memilih jalur Taqwa, tidak merokok, baru Allah akan berikan dia way out atau pertolongan.

Kargozari :

Ada seseorang bertanya kepada saya, “Pak Ustadz, yang namanya purdah itu betul-betul wajib atau sunnah saja ?” Lalu saya katakan, “Itu wajib, sebagaimana banyak para ulama menafsirkan demikian.” Tetapi banyak ulama-ulama sekarang yang kacau fatwanya mengatakan bahwa cadar itu tidak ada di Qur’an, yang ada Jilbab, seperti dalam ayat yang artinya mahfum : “Hendaklah mereka menurunkan Jilbabnya.” Sehingga ulama yang ngaco ini menafsirkan bahwa cadar ini tidak ada di Qur’an, yang ada Jilbab. Jilbab itu sebenarnya yang ada di Indonesia, yang dipakai kebanyakan wanita disini, itu kerudung namanya, bukan Jilbab, dalam bahasa arab namanya Shima. Sedangkan Jilbab yang sebenarnya itu adalah baju yang lebar diturunkan dari atas tubuh dia, ini baru namanya jilbab.

Fatwa untuk level yang paling rendah tadi adalah sampai muka saja, tidak ada purdah. Tetapi kalau Fatwa dari ulama kita ini, untuk ukuran Iman yang kuat, adalah tetap pakai purdah bagian muka ini. Sekarang kita pilih ketaqwaan, jika dia masih saja memilih jalan Fatwa tadi, maka jika dia mendapatkan kesulitan, Allah tidak akan berikan pada dia tadi jalan keluar. Bahkan semakin hari Allah tidak akan bukakan pada dia hijab, penghalang, untuk membedakan mana yang Haq dan mana yang bathil. Seperti firman Allah : “Inta taqulloh yaja’alahum furqona”, kalau kamu betul-betul memilih Taqwa, maka Allah akan memberikan kepada kamu ini Furqon, penglihatan yang bisa membedakan antara yang Haq dan yang Bathil, antara yang Halal dan yang Haram. Bahkan kenikmatan beragama tidak akan Allah berikan dalam diri dia. Demi Allah 3x, selama istri tidak pakai purdah, maka dia tidak akan merasakan nikmatnya hadits Nabi SAW. Dusta, bohong, kalau orang mengatakan bahwa saya bisa merasakan kenikmatan manisnya Iman kalau istrinya belum pakai purdah.

Nabi SAW katakan mahfum :

“Sebaik-baik istri ini yang kalau kamu pandang menarik hati kamu.”

Inilah ilmunya Nabi SAW, kalau istri kamu ini khusus untuk menarik pandangan kamu saja. Istri kamu cantik, kalau dia pakai purdah akan tetap seperti itu, cantiknya tidak akan berkurang. Kalau orang lain menganggap istri kita ini seperti ninja, hantu, malu karena tampangnya jelek, biar saja, gak menarik, tidak apa-apa, memang itu yang diinginkan. Memang tujuannya itu agar kita saja yang menikmatinya. Tetapi kalu dirumah, MasyaAllah, biar suaminya saja dan Allah yang tahu kenikmatannya melihat istri melepas purdahnya dirumah. Tetapi kalau istri kita mukanya tidak ditutup purdah, maka jelas akan menarik pandangan orang lain. Seorang ulama mesir, pernah ke mesjid ini, lalu dia berkata bahwa istri Nabi ini yang namanya Ummu Salamah R.ha ini hebat dan pintar sekali orangnya. Beliau ini, Ummu Salamah R.ha, bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasullullah, jika laki-laki ini tidak boleh dipanjangkan bajunya, sedangkan perempuan harus dipanjangkan, maka sampai dimana panjangnya ya Rasullullah SAW ?” Maka jawab Nabi SAW ini adalah, “Zirroh ( satu genggam dari batas kaki / dibawah mata kaki )” Padahal kaki ini adalah bagian terburuk dari anggota badan, dan sedangkan yang paling hebat adalah muka. Jika bagian tubuh yang paling jelek saja, yaitu kaki, takut terlihat orang lain, bagaimana dengan muka. Ummu Salamah R.ha ketakutan kakinya terlihat orang, padahal bagian yang paling buruk dari badan ini, yang jarang orang mau melihatnya, bagaimana dengan muka. Jadi kalau kita memilih jalan Ketaqwaan, baru Furqon akan Allah berikan.

Contoh :

Seseorang mengamalkan 2.5 jam amal maqomi, pergi 3 hari, dan 40 hari, ini baru Fatwa tingkatannya. Jika ini terus yang kita pertahankan, tidak ada peningkatan, maka wayout atau fadhilah orang bertaqwa tidak akan Allah berikan. Tetapi kalau sudah memilih ketaqwaan, ditingkatkan lagi menjadi 10 hari, lalu ditingkatkan lagi sampai dibatas kemampuan dia yang terakhir, maka orang seperti ini akan Allah berikan jalan keluar berupa pertolongan dan akan mendapatkan fadhilahnya orang bertaqwa. Walaupun dia belum pernah masuk ke Universitas, tetapi karena Allah telah berikan dia Furqon, tetapi untuk menjawab segala permasalahan pandai dia. Walaupun dia tidak bisa bahasa inggris, tidak bisa ilmu eksak dan ilmu pasti lainnya, tetapi Allah beri dia kemampuan untuk mengatasi masalah.

Kisah Sahabat :

Suatu hari Sayidina Ali RA ditantang oleh seorang Yahudi, “Hei Ali jawab 3 pertanyaan saya.” Kata Ali RA,”Silahkan tanyakan apa yang hendak kamu tanyakan.” Si Yahudi memberikan 3 pertanyaan :

1. Tunjukkan kepada saya binatang yang bertelor kemudian menetas, kemudian binatang yang langsung beranak, coba sebutkan ?

2. Berapa jarak antara Timur dan Barat ?

3. Berapa jarak antara langit dan bumi ?

Untuk ukuran kita ini pertanyaan susah sekali, sekalipun dia sekolah di Universitas Indonesia ataupun di Harvard Amerika, belum tentu bisa menjawab. Tetapi Ali RA mudah saja jawabnya, apa dia katakan :

1. Jawaban Pertama : Kalau binatang itu telinganya besar atau nampak, maka binatang itu beranak langsung. Kalau telinganya tidak ada seperti ikan atau ayam, bertelor dulu.

2. Jawaban Kedua : Jarak Timur dan Barat adalah perjalanan matahari satu hari.

3. Jawaban Ketiga : Jarak antara bumi dan langit adalah jarak do’a seorang mukmin yang mustajab.

Yahudi bertanya lagi, “Wahai Ali dimana engkau belajar ?” kalau kita ditanya “Dari universitas mana lulusnya ?” Ali RA katakan dari firman Allah :

“Wattaqulloha wayu’allimuhu kumullah”

Maksudnya : “Taqwalah kamu terus kepada Allah, maka Allah akan ajarkan kamu ilmu apa saja”

Kenapa seorang suami sampai sekarang belum bisa mengatasi istrinya, berarti ketaqwaannya belum benar. Maka terus perbaiki ketaqwaan kita kepada Allah, dan kemampuan ini ditingkatkan terus. Kalau seorang karkun ini 3 hari terus tiap bulan, tidak ada peningkatan, sampai kapan dia mau terus jadi wanita ? mengapa demikian ? Tertib 3 hari, 40 hari, 4 bulan seumur hidup ini tertib perempuan ( yaitu 1/10 waktu ) :

1. 3 Hari setiap bulan Tertib Haid perempuan
2. 40 Hari setiap tahun Tertib Cuti wanita setelah melahirkan
3. 4 Bulan seumur hidup Tertib Masa Iddah ketika suami meninggal

Kita ini harus memakai tertib laki-laki ( tertib Umar RA : 1/3 waktu ) yaitu :

1. 8 Jam Setiap Hari
2. 10 Hari tiap Bulan
3. 4 Bulan Setiap Tahun (minimal)

Jika kita sudah tingkatkan ketaqwaan kita ini sampai pada derajat ketaqwaan laki-laki ini, baru nanti Allah akan ajarkan kepada kita ilmu untuk menyelesaikan masalah. Kalau Ketaqwaan kita ini sudah tinggi pasti hatinya ini akan takluk hanya pada perintah Allah saja. Orang bertaqwa ini tidak akan mencari perkelahian, dia tidak akan mau berkelahi.

“ Innaladzina amanu waamilan sholihat saidjaro man hudjan”

Maksudnya : “Kasih sayang ini akan datang dengan keimanan dan ketaqwan tadi, yaitu dengan amal sholeh.“

Kenapa menjadi berbencian satu sama lain, ini karena ketaqwaan kita lemah. Makanya kalau kita ini sudah bergerak, dan menambah kecepatan dari pada gerak amal kita ini, inilah yang namanya ketaqwaan.

Contoh :

Seperti kipas angin, yang mempunyai 3 batang kipas, dan speednya ada 3. Jika kipas ini hanya pada kecepatan 1, pelan saja, maka belum bisa memberikan kenyamanan. Tetapi kalau kipas ini berputar dengan speed, kecepatan, yang jos, kecepatan 3, baru bisa memberikan kenyamanan.

Jadi kalau umat ini sudah mau memberikan ketaqwaan, bukan jalan fatwa lagi, sampai pada level batas akhir kemampuan, dan lalu dia tingkatkan lagi kemampuannya, maka Allah akan berikan kekuatan pada umat ini, mampu untuk menghilangkan segala khilafiyah yang ada. Segala perbedaan, atau warna pada umat ini akan hilang melalui ketaqwaan tadi.

Contoh :

Kipas ini kalau kita beri warna yang berbeda pada setiap batang kipas, maka ketika berputar pada speed, kecepatan yang pelan, maka walaupun kipas berputar tetapi masih nampak warna dan perbedaannya. Tetapi jika kipas ini berputar pada kecepatan yang jos, yang paling cepat putarannya, maka ketika itu semua warna atau perbedaan akan hilang, warna itu akan menyatu bersama dengan kecepatan. Ketika dengan menggunakan speed yang jos, yang nampak hanya putih saja. Begitu juga dengan umat ini jika dibawa geraknya dalam kecepatan yang jos, speed yang tercepat, maka semua khilafiyah yang ada pada umat ini akan hilang. Jadi kalu umat ini tidak di gerakkan, satu di pesantren NU, satu di pesantren Muhammadiyah, satu Universitas Islam IAIN, satu di pengajian Salafi, maka akan kelihatan perbedaannya, dan khilafiyahnya. Warnanya akan masih nampak jika tidak bergerak, masih terlihat sifat Assobiyahnya. Seperti orang yang menggolong-golongkan ini dayak, ini madura, ini jawa, ini sumatra, yang nampak hanya perbedaan saja, warna saja. Tetapi kalau semuanya sudah digerakkan dalam dakwah dengan speed yang jos, tidak akan lagi terlihat warnanya atau perbedaannya, hanya ada satu warna saja. Jadi yang nampak hanya satu warna saja yaitu warna seorang hamba Allah dan ummatnya Rasullullah SAW.

Kisah Sahabat :

Sangking cepatnya dan tingginya kecepatan gerak dan amal di jaman Nabi SAW, sehingga ada seseorang datang ke mesjid nabi, melihat Nabi dan para Sahabat, dia bertanya, “Siapakah diantara kalian ini yang namanya Rasullullah ?” sampai seorang Nabi saja sudah tidak dikenal lagi dikalangan ummat. Ini karena apa, warnanya sudah satu, asbab josnya kecepatan gerak amal Nabi dan Sahabat RA waktu itu.

No comments:

Post a Comment