Pentingnya Saling Ingat Mengingatkan dan Menyampaikan

PENTINGNYA SALING MENGINGATKAN dan MENYAMPAIKAN...

waltakun minkum ummatun yad'uuna ilaa lkhayri waya/muruuna bilma'ruufi wayanhawna 'ani lmunkari waulaa-ika humu lmuflihuun

[3:104] Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.

qul haadzihi sabiilii ad'uu ilaallaahi 'alaa bashiiratin anaa wamani ittaba'anii wasubhaanallaahi wamaa anaa mina lmusyrikiin

[12:108] Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Friday, September 24, 2010

Nikmatnya Dirundung Taubat

Bahlul rah.a berkata, " suatu ketika, aku berjalan di sebuah jalan di Basrah. Aku bertemu dengan beberapa anak laki-laki sedang bermain buah kenari dan badam. Ada satu anak yang menangis sendirian. Aku berpikir, mungkin anak itu menangis karena belum mendapat buah badam atau kenari untuk bermain. Aku menanyainya," Nak, jangan menangis lagi, aku akan memberimu beberapa buah badam dan kenari untuk bermain." Anak itu memandangku dan berkata," Kamu bodoh, apakah kamu pikir kita diciptakan untuk bermain?" Aku bertanya," Untuk apalagi kita diciptakan?" Ia menjawab," Kita diciptakan untuk mempalajari (agama) dan beribadah kepada Allah." Aku berkata,” Semoga Allah memberkahi hidupmu! Bagimana kau dapat berkata demikian?" Jawabnya, "Allah swt. berfirman,

”Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (al-Mukminun : 115)
Aku berkata," Anakku sayang, kamu berbicara sangat bijaksana, berilah aku beberapa nasehat." Kemudian ia membaca empat bait syair,

"Aku melihat manusia datang ke dunia lalu pergi jauh
Dunia dan harta selalu berpindah dengan sayap-sayap yang sama untuk terbang,
Dunia tidak tetap dengan seorang hidup manapun
Juga tak ada seorangpun yang hidup selamanya menikmati kesenangannya,
Kematian dan penderitaannya bagaikan dua ekor kuda yang berlari cepat ke a rah manusia,
Untuk menginjak-injak dan melahap mereka,
Hai bodoh, yang terperdaya oleh daya tarik dunia!
Pikirkanlah dan ambillah sesuatu (kebaikan) dari dunia ini untuk menolongmu di akhirat.”

Kemudian ia menghadap kearah langit, mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Allah, lalu membacakan dua bait syair, diiringi tetesan air mata di pipinya,
"Wahai Engkau, yang kepada-Mu lah semua manusia memohon dengan kerendahan hati.
Wahai Engkau, yang memenuhi harapan setiap orang yang mempunyai harapan baik kepada-Mu, dan memberikan semua yang diinginkannya."

Setelah membaca syair tersebut, ia pingsan dan terjatuh ke tanah. Aku membaringkan kepalanya di atas pangkuanku. Kuhapus debu dari wajahnya dengan lengan bajuku. Ia pun sadarkan diri, aku bertanya," Nak, mengapa engkau begitu takut? Kamu hanyalah seorang anak kecil dan belum ada kejahatan tercatat di buku catatan amalanmu." Ia berkata," kamu berkata begitu, tetapi aku selalu melihat ibuku menyalakan api dengan melemparkan kayu-kayu kecil dahulu ke bagian tengahnya, baru kemudian ia meletakkan kaya-kayu (besar) di api itu. Aku takut, kalau-kalau ketika api neraka dikobarkan, aku akan dilemparkan lebih dahulu ke dalamnya sebelum orang dewasa!" Aku berkata," Anakku sayang, tampaknya kamu sangat bijaksana, berilah aku beberapa nasehat lagi.
Kemudian ia membaca bait-bait syair lagi, yang artinya,

"Aku yang tersesat dalam kelalaian, sedang kematian bergerak ke arahku,
Semakin lama semakain mendekat
Jika aku tak mati hari ini, aku pasti meninggal esok
Aku manjakan tubuhku dengan pakaian-pakaian halus dan mewah,
Sedikit berpikir bahwa itu akan membusuk dan hancur dalam kubur.
Aku membayangkan tubuhku remuk menjadi debu dalam liang kubur,
Di bawah gundukan tanah, keindahan tubuhku akan berangsur-angsur hilang,
Sedikit demi sedikit berkurang hingga tinggallah kerangka, tanpa kulit dan daging.
Aku melihat detik-detik kehidupanku lambat laun habis,
Namun keinginan-keinginanku masih belum terpenuhi.
Suatu perjalanan panjang terbentang dihadapanku,
Sedang aku tiada bekal untuk jalan itu.
Aku menantang Tuhanku dengan melanggar perintah-perintahNya terang-terangan
Sementara ia mengawasiku setiap saat
Aduh! Aku memperturutkan hatiku dalam perbuatan-perbuatan yang memalukan!
Ah! Apapun yang telah terjadi tak dapat dihapuskan.
Dan waktu bila telah berlalu tidak dapat ditarik kembali.
Ah!aku berdosa secara rahasia,
Tidak pernah orang lain mengetahui dosa-dosaku yang yang mengerikan.
Tetapi esok rahasia dosa-dosaku ditampakkan, dan dipertunjukkan kepada Tuhanku.
Ah! Aku berdosa terhadap-Nya, walaupun hati merasa takut,
Namun aku sangat mempercayai ampunan-Nya yang tak terbatas,
Aku berdosa dan tak tahu malu,
Dengan berani bergantung pada ampunan-Nya yang tak terbatas.
Siapa lagi selain Dia, yang akan mengampuni dosa-dosaku.
Sungguh! Ia patut bagi segala pujian!
Seandainya tidak ada adzab setelah kematian
Tiada janji akan surga, tiada ancaman akan neraka,
Kematian dan kebusukan cukup sebagai peringatan, agar kita menjauhi sia-sia,
Namun akal kita bebal. Kita tak mengambil peringatan apapun,
Sekarang, tiada lagi harapan lagi bagi kita,
Kecuali Yang Maha Pengampun mengampuni dosa-dosa kita,
Karena bila seorang hamba berbuat salah,
Hanyalah tuannya, tanpa seorangpun yang mengampuninya
Tak diragukan lagi aku adalah yang terburuk dari semua hamba-Nya.
Aku yang mengkhianatai perjanjian dengan Tuhanku, yang dibuat di keabadian.
Dan, adalah hamba yang cakap yang janji-janjinya tak berarti.
Tuhanku, akan bagaimanakah nasibku,
Ketika api membakar tubuhku? Api yang melelehkan batu yang paling keras!
Ah! Aku akan sendiri ketika dibangkitkan dari kubur
(Tanpa seorangpun yang menolongku pada hari itu)
Wahai Engkau, Yang Maha Esa. Yang tiada sekutu terhadap keagungan-Mu.
Belaskasihanilah kesendirianku, karena ditinggalkan oleh segalanya.”

Demikian berpengaruh syair-syair itu menyentuh hatiku, sehingga aku jatuh pingsan karenanya. Beberapa saat kemudian, ketika aku sadarkan diri, anak itu telah pergi. Aku bertanya kepada anak-anak lainnya, tentang diri anak tersebut. Mereka berkata," Tidakkah kamu mengenalinya? Ia adalah keturunan Imam Husain ra."

Aku pun bertanya-tanya dalam hati, dan meyakini, jika ia adalah keturunan keluarga yang mulia. Tidak heran jika seorang keturunan orang yang istimewa dapat berbicara demikian bijaksana.

Demi membaca kisah yang dahsyat di atas, tangan, kaki dan hati ini bergetar. Mengapa engkau tidak memberikan rasa khauf itu kepadaku yaa Rabbi? Mata ini mulai terasa hangat, bagai mata air zam-zam yang tak dapat terbendung, aku merasakan bibirku mulai bergetar hebat. Sejenak meledaklah tangisku, tak hanya tersedu-sedu, tapi juga tersedak-sedak karena tak bisa menahan emosi (bahkan saat kisah ini ku tulis ulang, hal itupun terjadi).

Kuletakkkan kitab tersebut, aku mulai mempertahankan tegakku, walau kaki terasa lemas. Kuselimuti tubuhku dengan kehangatan selimut jingga. Mulai kumengangkat tangan, bertakbir, mengakui bahwa tubuh ini dhaif, dan Zat-Nya lah Yang Maha Dahsyat.

Rakaat pertama entah mengapa aku membaca surat az-Zalzalah, kuledakkan lagi tangis taubat ini. Shalat taubat kali ini terasa begitu aneh, asing, dan mengguncang jiwaku. Baru aku merasa betapa hebatnya Allah, betapa Rahimnya Ia menciptakan kita sebagai manusia. Seandainya Ia berkehendak menjadikan kita kecoa, sungguh tak sulit. Ia selalu membuka pintu taubat pada siang hari bagi hambanya yang bermaksiat di malam hari, dan selalu membuka pintu taubat di malam hari bagi hambanya yang bermaksiat di siang hari. Dan kita, tanpa malu selalu membuat kesalahan dan meminta maaf, lalu mengulangi kesalahan yang sama.

Yaa Allah ampunilah hamba yang tak tahu malu ini.

No comments:

Post a Comment