Sumber : Buku “Orang-orang yang Dicintai Allah” ; Pengarang : Adnan Tarsha (2006)
Minggu, 15 Agustus 2010
Assalammualaikum....
Dalam sebuah hadits disebutkan :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah mencintai perkara-perkara yang luhur dan paling mulia’.” (Shahiih al-Jaami’ al-Shaqhiir, no.indeks 1.890)
Perkara-perkara luhur dan paling mulia adalah perkara-perkara agama, yakni segala perkara yang diperintahkan oleh Allah dalam kitab-Nya dan melalui lisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam. Diantaranya adalah lima rukun Islam, yakni pertama, syahadat: Asyhadu an Laa Ilaaha Illallaah wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasuulullaah; kedua, mendirikan shalat; ketiga, menunaikan zakat; keempat, puasa di bulan Ramadhan; dan kelima, haji ke Baitullah bagi yang mampu. Dan diantaranya lagi adalah ibadah-ibadah sunnah (nawaafil) seperti shalat sunnah rawatib, qabliyah dan ba’diyah; shalat malam (qiyam al-layl); shalat dhuha, dan lain sebagainya termasuk zikir kepada Allah dan bersedekah.
Termasuk pula adalah akhlak yang terpuji, mendalami agama, amar ma’ruf nahi munkar, etika berinteraksi dengan orang lain, dan etika berbicara.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. . . . .” (QS. An-Nisaa : 114).
Para hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang bersifat dengan akhlak yang bersih, niscaya Allah akan sangat mencintainya. Ia menjaga kemuliaan dirinya dari perkara-perkara yang rendah dan hina, dan menjaga agar tidak terjerumus ke dalamnya. Seorang hamba akan menempati sifat-sifat kemanusiaan yang membedakannya dengan hewan, tumbuhan, dan benda-benda mati, karena ia menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang luhur dan paling mulia yakni sifat para malaikat. Ketika itulah, citranya terangkat ke alam keridhaan dan mengalir ke tempat rohani.
Sebagian hukama’ (para ahli hikmah) berpendapat bahwa citra yang luhur dan pribadi yang bersih menyifati hati kepada pemikiran rohani yang mantap, melindunginya dalam alam malakut yang bersinar, kemampuan yang tersembunyi dari pandangan yang meliputinya, dan menyelaminya dalam taman-taman pemikiran yang suci dari noda serta pemikiran-pemikiran yang bersih dari noda-noda perilaku jasmani; ketika suci itulah pemikiran rohaninya yang hidup. (lihat Faidh al-Qadiir karya al-Munawi, Jilid II halaman 295-296)
Manusia yang rendah hati dengan kekuatan pikiran dan kemuliaan, dan siapa yang mengarahkan citranya pada keluhuran-keluhuran akhlak dan perkara yang paling mulia, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat mencintainya; sehingga ia bisa melampaui para malaikat karena akhlaknya yang terpuji tersebut.
Wallahu ‘alam bishshawab…
Wassalam…
(Imey)
No comments:
Post a Comment