Pentingnya Saling Ingat Mengingatkan dan Menyampaikan

PENTINGNYA SALING MENGINGATKAN dan MENYAMPAIKAN...

waltakun minkum ummatun yad'uuna ilaa lkhayri waya/muruuna bilma'ruufi wayanhawna 'ani lmunkari waulaa-ika humu lmuflihuun

[3:104] Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.

qul haadzihi sabiilii ad'uu ilaallaahi 'alaa bashiiratin anaa wamani ittaba'anii wasubhaanallaahi wamaa anaa mina lmusyrikiin

[12:108] Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Tuesday, August 3, 2010

Hijrah Hati

Hadits dari ‘Aisyah ra berkata: berkata Nabi saw: “tidak ada hijrah setelah penaklukan (Mekkah), tetapi (hijrah dengan pengertian) jihad dan niat. Apabila kamu diminta keluar berjihad, maka keluarlah”. (HR Muttafaq alaih).

Kalau kita mengingat peristiwa Hijriah/hijrah yang dilakukan Rasulullah saw bersama sahabat-sahabat beliau 14 abad yang lalu maka asosiasi pikiran kita melambung ke detik-detik sejarah penting dan menentukan di dalam kehidupan beragama Ummat Islam. Pada saat itu sekitar 200 orang muslim, dengan perintah Allah harus meninggalkan kampung halaman mereka, tanah tumpah darah, disana nenek moyang dan turunan dilahirkan. Tinggalkan anak-isteri, tinggalkan kebun dan peternakan, tinggalkan harta dan kekayaan.

Mareka hijah ke satu negeri yang belum terbayang dipikiran akan bagaimana kehidupan mareka kelak dinegeri yang baru. Apakah sayang ditinggal akan berganti dengan sayang, cinta berganti dengan cinta, atau jauh dari harapan. Tetapi tauhid di dalam hati, iman di dalam dada dan cinta kepada Allah dan Rasul saw menempatkan itu semua di atas segala-galanya, menjadikan semua tidak ada harganya dimata mereka.

Hijrah ke Madinah bukanlah suatu sikap lari dari perjuangan karena tidak kuat menghadapi penderitaan dari golongan Kuffar, sebagaimana yang banyak dituduh oleh Orientalis dalam buku-buku mereka. Hijrah adalah merupakan taktik Rasulullah dalam sebuah strategi global menegakkan Dinullah, setelah sekitar 200 orang muslim yang beliau bina di Mekkah, yang mantap aqidahnya, tegar menderita atas siksaan dan cobaan, bangkit menjadi cikal bakal masyarakat Islam. Apalagi hijrah itu bukan inisiatif Rasulullah, Ia merupakan perintah Allah swt.

Di dalam al-Quran paling tidak 30 tempat kata-kata hijrah itu ditentukan. Sebagian besar daripadanya dikaitkan bersamaan kata-kata iman dan jihad, yang memberi pengertian dan kesan bahwa hijrah itu satu jihad (perjuangan) yang berdasarkan iman. Hal ini dapat dipahamkan umpamanya pada ayat, Surat At-Taubah ayat 20-22 yaitu : “Orang-orang yang beriman dan hijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka sendiri, adalah lebih tinggi derajatnya disisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan rahmatNya, keridhaan dan syurga, didalamnya mereka merasakan kenikmatan yang abadi. Mereka kekal didalamnya untuk selamanya. Sesungguhnya di sisi Allah (tersedia) pahala yang besar”. Serta Surat Al-Baqarah ayat 218 yaitu : “sesungguhnya orang-orang beriman, berhijrah dan berjuang di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat-rahmat Allah …”.

Adakalnya dalam satu perjuangan, menghadapi kondisi yang amat sulit, harus menentukan pilihan, kenyataan menunjukkan bahwa kekuatan ada dipihak lawan, tetapi kebenaran ada di puhak kita, sementara kepalsuan ingin ditegakkan lawan, kita harus mundur, untuk bangkit kembali. Sikap ini menjamin kelanjutan (konsistensi) perjuangan dan itu sudah mendapat lampu hijau dari pemegang kekuasaan tunggal yaitu Allah SWT.

Fakta sejarah kemudian memang menunjukkan abhwa hijrah itu tak obahnya sebagai tonggak monumental dalam sejarah kebangkitan Islam. Sesudah terjadinya hijrah dalam waktu relatif singkat, sepuluh tahun kemudian, dengan Madinah sebagai basis perjuangan, terbentuk sebuah masyarakat Islam bahkan Daulah Islamiyah, dimana dapat dipraktekkan ajaran Islam secara kaffah. Baik dalam kehidupan perorangan, bermasyarakat dan berbangsa. Pantaslah kalau Umar bin Khattab kemudian menegaskan “Hijrah itu merupakan (tonggak monumental) pemisah antara yang haq dan bathil, maka catatlah”. Sehingga dengan itulah kemudian Umar menetapkan penanggalan Hijriah dimulai dari peristiwa bersejarah tersebut.

Sebetulnya sebelum hijrah ke Madinah, Rasulullah telah beberapa kali memerintahkan sahabatnya untu berhijrah seperti ke Thaif dan Habsyah (Etiopia), tapi jauh dari itu setiap mukmin telah melakukan hijrah Qalbiyyah, hijrah sikap mental. Betapa tidak, dilingkungan masyarakat jahiliyah berkembang sikap yang kuat memakan yang lemah, yang pintar menjual yang bodoh, kekuasaan beredar diantara keluarga, semua ingin merebut kesempatan, sifat tamak merajalela, maksiat sudah menjadi pandangan biasa, apalagi agama. Kemana Iman dapat dipelihara, keluarga dapat dilindungi, tantangan ada dimana-mana.

Berkat latihan yang dilakukan oleh para sahabat sebelum hijrah ke Madinah tumbuhlah ruhul-jihad, daya juang, keberanian, tahan menderita, teguh hati, sabar dan semangat syuhada yang terus menyala. Mereka dapat bertahan dan mempertahankan diri, tidak dapat dipengaruhi oleh jiwa manusia yang kasar dan kotor, yang dilakukan dengan berbagai tekanan dan intimidasi. Ketika perintah hijrah ke Madinah datang, mental mereka telah siap, tinggal hanya melakukan hijrah fisik.

Oleh sebab itu hijrah mental sebenarnya yang lebih utama. Dalam suasana seperti kita hidup hari ini dimana tantangan mental tidak kalah besarnya, maksiat dan kemungkaran ada disekeliling kita, sifat tamak bin rakus ada dimana. Tidak sedikit orang yang hanyut karena tak kuat bertahan, sampai mentalpunmenjadi rusak, disini diperlukan hijrah hati nurani. Allah berfirman dalam Surat Muzammil ayat 10 yaitu “Sabarlah atas apa yang mereka ucapkan, dan hijrahlah (jauhi mereka) dengan cara yang baik”. Serta dalam Surat Muddasir ayat 5 yaitu “ Dan perbuatan-perbuatan maksiat hendaklah engkau hijrah (jauhi)”.

Sebagaimana hadis di awal tadi, dikatakan bahwa hijrah secara fisik tidak akan ada lagi dalam artian berhijrah dari Mekkah ke Madinah, tetapi hijrah secara hati nurani, berupa sikap mental, hijrah qalbiyah tetap relevan sepanjang masa. Bahkan hijrah hati nurani atau mental ini lebih jauh disiapkan oleh Rasulullah saw sebelum hijrah secara fisik. Menumbuhan ketahanan daya juang memerlukan hijrah qalbiyah, hijrah dari sikap munafiq, tamak, shalim, sewenang-wenang, dan maksiat. Dan jika diseru ke jihad fisabilillah maka kita selalu siap. Wallahu’alam,

No comments:

Post a Comment